ABK Indonesia Rentan Jadi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang

Tumpang tindihnya aturan menjadi masalah utama pada tata kelola ABK yang bekerja di luar negeri.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mei 2020, 16:50 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2020, 16:50 WIB
ABK kapal nelayan yang terdampar di Aceh (Dok. Imigrasi)
ABK kapal nelayan yang terdampar di Aceh (Dok. Imigrasi)

Liputan6.com, Jakarta - Tumpang tindihnya aturan menjadi masalah utama pada tata kelola awak kapal perikanan yang bekerja di luar negeri. Kondisi lainnya, awak buah kapal (ABK) yang berangkat tidak sesuai dengan prosedur.

Akibatnya kompetensi yang ABK yang rendah sehingga tidak memiliki kompetensi jadi hal yang kerap dikeluhkan.

"Dan ini lah yang dikeluhkan," kata Pegawai Dirjen Kapal dan Alat Tangkap Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Muhammad Iqbal, dalam diskusi virtual bertajuk 'Memperbaiki Tata Kelola Awak Kapal Perikanan Indonesia', Jakarta, Rabu (13/5).

Padahal idealnya pada bidang ini hanya ada satu aturan dan terintegrasi di satu pintu. Lalu prosesnya pengiriman ABK ke luar negeri juga dilakukan dengan mudah, murah dan transparan. Hal ini sejalan dengan hasil konvensi ILO C.118 dan MLC 2006.

"Relevan dengan kondisi ideal Menteri Luar Negeri di ILO C.188 tidak boleh memungut uang saat penempatan," kata Iqbal.

Iqbal mengamini berbagai keluhan asosiasi perusahaan jasa pengirim ABK Indonesia tentang minimnya kompetensi ABK Indonesia. Mereka yang menjadi korban kekerasan di kapal perikanan luar negeri yakni mereka yang tidak memiliki latar belakang dan disiplin ilmu.

Selain itu, ABK Indonesia saat ini juga rentan menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Padahal seharusnya ABK Indonesia mendapatkan perlindungan. Termasuk keluarga yang ditinggalkan saat ABK pergi melaut.

"Kondisi idealnya, awak kapal dan keluarganya mendapatkan jaminan sosial," kata Iqbal.

Hal-hal inilah yang harus diperhatikan saat membuat regulasi. Terutama dalam merancang Perppu Perlindungan Awak Kapal.

Untuk itu Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusulkan konsep yang bisa dimasukkan ke dalam rancangan Perppu tersebut. Menerapkan standar keahlian dan keterampilan pada awak kapal.

Pertama, keahlian nautika bagi nahkoda kapal. Hal ini sudah diatur dalam STCW-F yang mengatur pelatihan dan sertifikasi nahkoda yang bekerja pada kapal ikan ukuran lebih dari 24 meter.

Keahlian ABK

KBRI Berlin kembali memfasilitasi kepulangan ABK WNI dari Jerman.
KBRI Berlin kembali memfasilitasi kepulangan ABK WNI dari Jerman. (Dok: KBRI Berlin)

Kedua, keahlian teknika (KKM dan Masinis II) untuk yang bekerja pada kapal ikan dengan mesin penggerak utama lebih dari 750kw. Ketiga, keahlian penangkapan untuk perwira yang bertanggung jawab dalam operasional alat tangkap.

Keempat, keahlian penanganan atau penyimpanan ikan. Keahlian ini diperuntukkan untuk perwira yang bertanggung jawab dalam sistem jaminan mutu ikan saat penanganan dan penyimpanan.

KKP juga menyarankan para awak kapal diberikan sejumlah keterampilan. Keterampilan umum yang perlu dimiliki awak kapal yakni tentang keselamatan dasar, operasi radio umum dan terbatas, simulasi dasar, simulasi radar, simulasi automatic radar plotting aid (ARPA).

Selain itu, keterampilan penanganan kebakaran, pertolongan dan perawatan medis , perwira keamanan kapal dan simulator navigasi dan penangkapan ikan penangkap ikan.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya