Sarang Burung Walet Masih Jadi Komoditi Andalan Saat Pandemi

Produksi sarang burung walet mayoritas dari Indonesia.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 10 Jun 2020, 17:52 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2020, 17:52 WIB
Bisnis Sarang Walet Terus Menggeliat
Sejumlah burung walet berada di sarangnya di kota Myeik, Myanmar. (AFP Photo/ Ye Aung Thu)
Liputan6.com, Jakarta
Menteri Perdagangan (Mendag) Kabinet Kerja, Enggartiasto Lukita menyebutkan beberapa komoditas yang masih eksis di tengah pasar internasional pada situasi pandemi seperti saat ini. Komoditas yang hanya dapat Indonesia produksi, salah satunya sarang burung walet. 
 
"Secara sederhana adalah yang khusus, yang khas Indonesia, yang persaingannya sangat sedikit, kita bicara batu bara, kita berbicara kelapa sawit, kemudian ada buah dan sarang burung walet," ujar dia, Rabu (10/6/2020).
 
Dia menegaskan jika sarang burung walet itu mayoritas dari Indonesia. Kalaupun jika ada pasokan dari Vietnam atau Malaysia itu adalah selundupan dari Indonesia. "Itu masih (terjaga produktivitasnya), hanya persoalannya bagaimana kita mengekspor," lanjut dia.
 
Enggar menambahkan, saat ini pasar sarang burung walet di China sedang tinggi. Banyak masyarakat percaya bahwa dengan mengkonsumsi sarang burung walet dapat meningkatkan imunitas tubuh. 
 
"Sekarang sarang burung walet itu pasarnya menungkat di China karena meyakini bahwa dengan makan minum sarang burung walet maka imunitas tubuhnya itu makin kuat," ujar Enggar. 
 
 
 
 
 
 
 
 

Saksikan video di bawah ini:


Barter

Bisnis Sarang Walet Terus Menggeliat
Sejumlah burung walet berada di sarangnya di kota Myeik, Myanmar, Rabu (10/5). Permintaan sarang walet dari kalangan kelas menengah atas Tiongkok terus bertumbuh. (AFP Photo/ Ye Aung Thu)
Yang pasti, masih ada beberapa komoditas yang diimpor. Namun demikian, Enggar menyebutkan perlunya semacam barter, di mana ketika melakukan impor, maka juga harus bisa ekspor. 
 
"Pada saat kita impor itulah maka kita harus ada barternya, saatya kepada para importirnya - Anda boleh impor kalau Anda juga ekspor, atau kerjasama dengan eksportir, buah dengan buah (misalnya), atau yang lain seagainya yang terpaksa kita impor," tegas dia. 
 
Untuk itu, kata Enggar, perlu ada regulasi yang mengawasi transaksi ini. "Kalau komoditi yang kita sudah produksi, kita jaga saja, bikin regulasinya bahwa itu harus melalui satu presedur," tegas dia.
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya