Liputan6.com, Jakarta - Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang meminta 12 Manager Investasi (MI) yang menjadi tersangka korporasi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Jiwasraya untuk mengembalikan dana dinilai tidak tepat.
Pakar Hukum Bisnis Budi Kagramanto mengatakan, tidak ada aspek yuridis dan dasar hukum terkait pengembalian uang dikarenakan persidangan perkara Jiwasraya masih berjalan dan belum selesai maupun inkracht van gewisjde.
Baca Juga
“Dasar pertimbangan Kejaksaan Agung minta dana itu apa. Sementara pemeriksaan perkara belum selesai, dan baru sampai pemeriksaan saksi-saksi,” kata Budi di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Advertisement
Dengan mengembalikan uang, lanjut Budi, seolah-olah 13 MI yang ditetapkan menjadi tersangka sudah mendapat stigma bersalah oleh pengadilan.
Budi juga mempertanyakan peruntukkan dana yang dikembalikan oleh MI. Begitu pun mekanisme pengembalian maupun tanggung jawab dari Kejaksaan Agung jika nanti ketika putusan pengadilan menyatakan MI tidak bersalah.
“Ketika sidang selesai, dan uang itu harus dikembalikan lagi ke MI, tapi nilainya sudah menyusut, lalu apa sanksi untuk Kejaksaan Agung. Ini bisa menjadi bumerang,” ujar Budi.
Pengembalian seluruh pokok investasi juga dinilai bisa menjadi petaka bagi industri reksa dana. Pasalnya di industri reksa dana tidak dikenal adanya jaminan terhadap pokok investasi. Sekalipun produk tersebut reksa dana terproteksi.
"Tidak hanya investor/nasabah di Jiwasraya saja, berarti setiap nasabah di perusahaan asuransi lain juga bisa meminta uangnya dikembalikan utuh jika merugi. Padahal seperti diketahui, saat ini investasi di industri pasar modal sedang rontok. Jadi multiplier effect dari keputusan ini sangat besar,” tegas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ketentuan OJK
Dan sesuai ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di industri reksa dana tidak dikenal adanya penjaminan dana nasabah. Bahkan beberapa perusahaan pengelola dana yang terbukti menjual reksa dana dengan menjanjikan imbal hasil tertentu kepada nasabah, produknya langsung di bubarkan oleh OJK.
Menurut Budi, yang harus menjadi concern oleh Kejaksaan Agung di pengadilan seharusnya mengenai proses ketika Jiwasraya membelanjakan atau menempatkan dana nasabah/pemegang polis ke produk investasi reksa dana apakah sesuai mekanisme yang benar atau tidak. Belum lagi harga saham yang fluktuatif, juga harus jadi pertimbangan negara.
“Kalau memang ada pelanggaran, OJK mestinya juga bertindak. Tapi ini OJK tidak melakukan apapun, yang bereaksi dan mengembalikan dana justru Kejagung,” katanya.
Advertisement