Alih-alih Kejar Ekonomi Tumbuh, Pemerintah Diminta Jaga Daya Tahan Sektor Riil

Dalam masa pandemi, hampir seluruh sektor mengalami kerapuhan sehingga harus dijaga daya tahannya agar tidak kolaps.

oleh Athika Rahma diperbarui 24 Jul 2020, 16:56 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2020, 16:55 WIB
Seragam Sekolah Sepi Pembeli
Calon pembeli melihat seragam sekolah di kawasan Pasar Jatinegara, Jakarta, Selasa (30/6/2020). Sejumlah pedagang di tempat itu mengeluhkan omset penjualan seragam sekolah yang menurun hingga 90 persen akibat sepi pembeli dan anjuran belajar di rumah saat COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Center of Reforms on Economic (CORE) Piter Abdullah menyatakan, pemerintah harus fokus menjaga kondisi sektor riil di tengah pandemi Covid-19 dibandingkan mengejar pertumbuhan ekonomi.

Hal ini dikarenakan, dalam masa pandemi, hampir seluruh sektor mengalami kerapuhan sehingga harus dijaga daya tahannya agar tidak kolaps.

"Yang penting saat ini adalah menjaga sektor riil agar tidak bangkrut. Dan sektor keuangan juga bisa selamat. Jika sektor riil tidak collaps, maka permintaan kredit akan lancar, dan sektor perbankan akan selamat," ujar Piter dalam webinar Perbanas Institute, Jumat (24/7/2020).

Dirinya melanjutkan, banyak negara yang sudah mengalami resesi. Resesi bahkan sudah terlihat seperti kenormalan baru. Hal ini tidak mengejutkan mengingat pandemi Covid-19 masih melanda dan belum akan selesai jika vaksin belum ditemukan.

Oleh karenanya, alih-alih mengejar pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus menjaga agar dunia usaha bisa bertahan. Langkah pemerintah mendorong ekspansi kredit sebenarnya tidak salah, karena tujuannya semata-mata agar roda ekonomi berjalan.

"Namun ekspansi kredit ini terlalu beresiko dan manfaatnya dapat dikatakan sangat kecil. Sehingga, lebih baik, difokuskan ke penanganan Covid-19," ujarnya.

Adapun, salah satu kebijakan yang dinilai cukup baik dalam menjaga sektor riil ialah restrukturisasi kredit. Kebijakan ini memungkinkan debitur perbankan dapat mencicil kredit dan bunganya dalam jangka waktu yang lebih lama, alias direlaksasi.

"Manfaatnya bisa meningkatkan daya tahan dunia usaha dan sektor keuangan serta mengurangi kesulitan likuiditas dan dapat berfungsi sebagai jaring pengaman sosial," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Tonton Video Ini


Jokowi Beri Bantuan Modal Kerja Rp 2,4 Juta ke Pedagang Terdampak Corona

Jokowi Dialog Ekonomi dengan Para Pelaku Pasar Modal
Presiden Joko Widodo saat dialog ekonomi dengan para pelaku pasar modal di BEI, Jakarta, Selasa (4/7). Dalam dialog tersebut, Jokowi meyakinkan para pelaku pasar modal akan investasi di Indonesia yang tumbuh sangat bagus. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan Bantuan Modal Kerja (BMK) kepada pedagang kecil yang terkena dampak pandemi Covid-19.

Sejumlah pedagang yang hadir dan diberikan Bantuan Modal Kerja diantaranya pedagang rumahan, pedagang kaki lima dan pedagang keliling. BMK itu senilai Rp 2.400.000.

"Pada siang hari ini kita memberikan bantuan modal kerja tadi sudah dibisiki isinya berapa, ini bantuan modal kerja yang diberikan sebesar Rp 2.400.000 semoga bisa membantu bapak ibu menambah modal kerja uang bapak ibu miliki," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (24/7).

Jokowi tidak memungkiri bahwa keadaan dan situasi sekarang tidak mudah dihadapi. Hal ini terjadi karena pandemi Covid-19 yang berimbas kepada ekonomi. Yang terkena imbas adalah pengusaha mikro, kecil, menengah, dan pengusaha besar.

"Dan yang terkena pun bukan hanya negara kita Indonesia, semua negara 215 negara dengan kondisi mirip mirip kita, bahkan banyak yang lebih parah dari kita," tuturnya.

Eks Wali Kota Solo itu menyadari, bahwa omset pada pedagang menurun sejak pandemi corona. Maka dari itu, BMK ini bisa menjadi bantuan modal untuk usaha.

"Mungkin yang dulu omsetnya bisa Rp 800.000 sehari Rp 600.000, sekarang tinggal Rp 200.000 atau Rp150.000 saya tau. Jadi sekali lagi omset memang turun, karena memang permintaan memang menurun," ucapnya.

Meksi begitu, data yang dimiliki Jokowi pada bulan Juni lalu keadaan ekonomi mulai merangkak normal. Dia berharap pada bulan Juli dan Agustus kedepan ekonomi bisa membaik lebih tinggi lagi.

"Sehingga kita harapkan kita pada posisi normal kembali, sehingga omset bapak ibu dalam berusaha juga menjadi normal kembali," pungkasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya