Pemerintah Bakal Hapus Materai Rp 3.000 dan Rp 6.000

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk pembahasan RUU Bea Materai.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 25 Agu 2020, 16:03 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2020, 16:03 WIB
[Bintang] Jangan Tertipu! Begini 3 Cara Bedakan Materai Asli dan Palsu
Kertas yang digunakan. (Via: fastnewasindonesia.com)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk pembahasan RUU Bea Materai. Kesepakatan tersebut diambil dalam keputusan rapat antara Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati bersama dengan Komisi XI DPR RI.

Ketua Komisi XI, Dito Ganinduto menyampaikan, berkaitan dengan selesainya masa sidang maka pembahasan RUU Bea Materai akan ditindaklanjuti ke dalam Panja. Nantinya, Panja akan dilanjutkan atau dijadwalkan pada Senin dan Selasa pekan depan.

"Sudah kita sepakat untuk sampaikan ke ketua umum untuk di geser dari kom 11 untuk itu mohon persetujuan kita membentuk panja RUU tentang Bea Meterai," kata Dito usai rapat bersama dengan pemerintah di Ruang Komisi XI DPR RI.

Sebagai informasi, bea meterai ditetapkan sejak tahun 1985. Pada tahun 1985, tarif bea meterai sebesar Rp 500 dan Rp 1.000. Sesuai undang-undang yang berlaku, maksimal peningkatan tarifnya sebatas 6 kali lipat dari tarif awal.

Pada tahun 2000, tarif bea meterai naik menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000. Peningkatan tarif ini juga sebagai langkah penyederhanaan tarif bea meterai menjadi satu tarif saja yakni Rp 10.000 dari sebelumnya ada dua tarif, Rp 3.000 dan Rp 6.000.

Pada 2019 lalu, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Yon Arsal mengatakan, pemerintah telah mengajukan rancangan undang-undang (RUU) bea materai kepada DPR RI.

Dalam rancangan revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai tersebut, diajukan perubahan tarif bea meterai menjadi Rp 10 ribu. Saat ini bea meterai terdiri atas dua tarif, yakni Rp 6.000 dan Rp 3.000.

Dia menjelaskan, revisi ini penting mengingat UU Bea Materai sudah harus dievaluasi karena merupakan aturan lama. Rencana perubahan tarif bea materai tersebut, ujar dia, juga diusulkan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020.

"Mudah-mudahan, kalau saya pikir itu masuk Prolegnas juga untuk tahun 2020. Kalau ini jadi insya Allah kita berhadapan dengan UU Bea Materai yang baru mungkin dalam waktu tidak terlalu lama," kata Yon.

Pada rapat komisi XI tertanggal 3 agustus 2019, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengusulkan kepada DPR atas perubahan bea materai menjadi satu harga yaitu Rp 10.000 per lembar. Saat ini bea materai terbagi dua harga yaitu Rp 3.000 dan Rp 6.000 per lembar.

"Kami mengusulkan di dalam RUU ini penyederhanaan tarif bea meterai hanya menjadi satu tarif saja yang tetap yaitu menjadi Rp 10.000," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta.

Saat itu, kondisi perekonomian sudah membaik ditandai dengan pendapatan per kapita Indonesia yang terus meningkat. Sehingga nilai bea materai maksimal sebesar Rp 6.000 yang sudah berlaku belasan tahun, dan sudah tidak relevan. Maka perlu disesuaikan.

"Dalam kurun waktu 17 tahun, pdb per kapita Indonesia telah meningkat hampir 8 kali lipat. Menggunakan data BPS, PDB per kapita tahun 2000 (pertama kali bea materai Rp 6.000) adalah Rp 6,7 juta sementara PDB perkapita tahun 2017 adalah Rp 51,9 juta," ujarnya.

"Maka dari itu, kami usulkan bahwa tarif meterai lebih sederhana menjadi satu tarif yakni Rp 10 ribu," dia menambahkan.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Tips Bedakan Materai Asli dan Palsu dari Perum Peruri

Materai palsu beredar. (Merdeka.com/Ronald)
Materai palsu beredar. (Merdeka.com/Ronald)

Meterai palsu atau meterai bekas pakai (rekondisi) masih beredar di toko online. Salah satu indikasi bahwa meterai tersebut palsu, yakni dijual dengan harga murah, di bawah harga nominal yang tertulis pada meterai yakni Rp 3.000 dan Rp 6.000.

Selain itu, masih ada beberapa perbedaan antara meterai asli dan palsu. Masyarakat harus tahu, agar tidak mudah terperdaya.

Kepala Unit Pemeriksaan Keaslian Produk Perum Peruri Fuguh Prasetyo mengungkapkan sejumlah perbedaan antara meterai palsu dan yang asli. Perbedaan pertama, meterai asli memiliki lambang Garuda serta cetakan bunga yang memakai tinta alih warna atau berubah warna.

Meterai asli juga memiliki 17 digit nomor seri yang tercetak dengan jelas. Nomor seri ini memiliki angka yang berbeda-beda di setiap meterai. Meterai palsu yang dijual biasanya memiliki nomor seri yang sama antara satu meterai dengan yang lainnya.

Cara mengecek meterai menggunakan prinsip yang sama ketika hendak mengecek keaslian uang, yakni 3D. Hanya saja dalam mengecek meterai 3D berarti, dilihat, diraba, digoyang.

"Untuk mengetahui keaslian pakai 3D, dilihat diraba, dan digoyang. Identifikasi pertama dilihat dari cetakan," kata dia, dalam acara sosialisasi, di kantor pusat DJP, Jakarta, Senin (18/11).

Meterai asli, jelas Fuguh, memiliki desain security, yakni terdapat logo Kementerian Keuangan, teks DJP, dan angka nominal. Juga terdapat teks berukuran mikro bertuliskan Ditjen Pajak.

"Jadi kalau diraba ini (meterai) sama seperti uang. Cetakan akan terasa kasar. Fitur ini sama seperti yang diterapkan di uang. Yang digoyang ini bunga yang memiliki tinta alih warna," urai dia.

Jika uang kertas memiliki benang pengaman, maka di meterai asli terdapat hologram. "Kalau meterai itu hologram. Itu silver dan color image, kalau dari sudut pandang tertentu akan berubah warnanya," imbuhnya.

Meterai palsu biasanya memiliki gambar yang kurang jelas dengan warna yang kurang solid. Nomor yang terdiri dari 17 angka di meterai palsu pun biasanya sama dengan meterai-meterai palsu yang lain.

"Ketika menemukan gambar tidak jelas, itu bisa dipastikan meterai palsu. Kalau palsu akan hilang efek perabaannya saat diraba dengan ujung kuku atau ujung jari. Tinta alih warna palsu dicetak dengan metalik atau glossy," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya