Pemerintah Terus Sesuaikan Anggaran PEN agar Penyerapan Cepat dan Tepat

Pemerintah harus mengubah dua kali APBN dalam setahun karena pandemi COVID-19.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 25 Agu 2020, 19:09 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2020, 18:45 WIB
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo. (Istimewa)
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyebutkan, pemerintah perlu adaptasi untuk mempercepat penyerapan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Diketahui, realisasi serapan dari anggaran PEN baru mencapai 25 persen dari alokasi Rp 695,2 triliun.

"Kenapa penyerapan PEN ini agak lambat? Ini adalah masa extraordinary, saya mencoba letakkan kaki di sepatu orang lain, mengukur menurut ukuran yang mereka kerjakan," katanya dalam webinar terkait ancaman resesi ekonomi di Jakarta, Selasa (25/8/2020).

Dalam keadaan extraordinary, Yustinus mengatakan pemerintah harus mengubah dua kali APBN dalam setahun karena pandemi COVID-19. Yakni melalui Perpres 54 dan Perpres 72 Tahun 2020 yang keluar saling susul dalam periode yang pendek.

"Artinya, pemerintah juga belajar menyesuaikan dan mencoba cepat, tapi toh prosedur tidak bisa serta merta mengikuti kecepatan itu. Karena, ini kan pola yang sudah puluhan tahun terjadi. Bukan tidak mungkin, tapi perlu adaptasi," ujar dia. 

Dengan anggaran sebesar itu, Yustinus berharap realisasinya dapat menunjang kelangsungan ekonomi masyarakat pasca pandemi. "Tinggal bagaimana kita merawat modal sosial ini lalu ditransformasikan pasca pandemi, kita punya new normal yang tidak hanya sekedar cara hidup baru tapi juga cara mengelola negara," kata dia.

Saat ini, pemerintah menerima beberapa usulan baru pemanfaatan biaya penanganan COVID untuk kesehatan mencapai Rp 23,3 triliun termasuk diantaranya pengadaan vaksin COVID-19. Kemudian, ada usulan pemanfaatan program perlindungan sosial sebesar Rp 18,7 triliun memanfaatkan dana cadangan pangan/logistik.

Juga usulan pemanfaatan program sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp 81,1 triliun dan pemanfaatan program insentif usaha Rp 3,1 triliun. Dengan berbagai usulan ini, pemerintah jelas haru melakukan kajian secara cepat agar implementasinya juga dapat segera dilakukan. Maka diperlukan ketangkasan untuk mengambil keputusan di masa pandemi seperti ini.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Baru Terserap 25 Persen, DPR Desak Pemerintah Kebut Pencairan Dana PEN

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 TSri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Memasuki kuartal III 2020, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) komisi XI mendesak pemerintah agar gesit dalam realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pasalnya, Per 19 Agustus 2020, realisasi mencapai Rp 174,79 triliun atau sekitar 25,1 persen dari pagu anggaran Rp 695,2 triliun.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Marsiman Saragih mengaku pesimis bahwa realisasi anggaran PEN bisa terserap 100 persen. “Kami pesimis ini bisa terserap semua, paling tidak Rp 200-300 triliun,”kata dia dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (24/8/2020).

 

Dia pun mempertanyakan, apakah pemerintah sudah memiliki skenario lain jika anggaran PEN tidak terealisasi 100 persen.

"Kita tahu sumber dari pemulihan ekonomi nasional ini adalah bersumber dari utang, ini terkait masalah kita berhutang tapi ternyata uangnya tidak dimanfaatkan, menjadi sisa anggaran. Kami menginginkan kepastian apakah ini sudah masuk dalam skenario? Karena dengan pertumbuhan 20 persen saja per bulan kita tidak akan mampu menyerap keseluruhan dalam program pemulihan ekonomi nasional," ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Demokrat Siti Mufattahah menilai pemerintah kurang gesit dalam implementasi realisasi PEN ini. Mengingat sudah memasuki kuartal ke-III, Siti mengatakan bahwa progres seharusnya dilaporkan per hari, dan bukan per bulan.

Menurutnya, memasuki kuartal ke-III ini, pemerintah seharusnya sudah bisa menyerap realisasi PEN sebesar 70 persen. Untuk itu, pemerintah diminta menciptakan inovasi dalam mempercepat realisasi.

"Jika hal ini terjadi pertumbuhan ekonomi di kuartal III (negatif) ini disebabkan karena PEN gagal diimplementasikan, harusnya bulan ini PEN sudah mencapai 70 persen. Saya mohon agar progres pengadaan program dan jasa harus ada inovasi, hal ini sangat penting untuk memudahkan birokrasi bagi PEN," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya