BKPM Target Kemudahan Berbisnis Indonesia Naik ke Peringkat 40

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menargetkan Easy of Doing Business (EoDB) Indonesia bisa naik ke peringkat 40 dalam tempo 3 tahun.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Sep 2020, 16:51 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2020, 16:40 WIB
Airlangga dan Bahlil Bahas Optimisme Pembangunan dan Peluang Nasional
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia (kiri) menyampaikan paparan dalam seminar nasional di Auditorium Adhiyana, Jakarta, Senin (3/2/2020). Seminar membahas peluang investasi di Tanah Air, termasuk dampak kasus virus corona bagi perekonomian Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menargetkan Easy of Doing Business (EoDB) Indonesia bisa naik ke peringkat 40 dalam tempo 3 tahun. Saat ini, peringkat EoDB Indonesia berada pada posisi 73.

"EoDB kita pada 3 tahun ke depan peringkatnya harus di urutan 40 dan itu adalah kerja keras yang harus dilakukan oleh BKPM," ujar Bahlil dalam konferensi pers online, Jakarta, Selasa (8/9).

Untuk tahun ini, Bahlil menargetkan, Indonesia mampu mencapai target peringkat 60. Adapun Indonesia sulit keluar dari peringkat 73 karena negara lain juga melakukan perbaikan investasi saat Indonesia melakukan terobosan.

"Berapa untuk tahun ini Insya Allah kita akan perkirakan di urutan sekitar 60. Kenapa 73 itu nggak bergerak, dulu pemerintah Indonesia melakukan perbaikan-perbaikan tetapi negara lain pun melakukan perbaikan yang sama," paparnya.

Bahlil menambahkan, EoDB Indonesia secara perlahan mulai membaik sejak 2014. Di mana saat itu, EoDB Indonesia berada pada posisi 120.

"Jadi dulu tahun 2014 EoDB itu peringkatnya 120 waktu sebelum Pak Jokowi masuk. Kemudian waktu berjalan naik terus peringkatnya bagus, sekarang di urutan 73 tapi ini sudah stag 2 tahun nggak naik-naik, urutan 73 ini sudah stag 2 tahun, sekali pun ada perbaikan tapi ini stag," jelasnya.

Adapun penyebabnya adalah penilaian Bank Dunia yang menitikberatkan penilaian terhadap aturan-aturan di kementerian. "Setelah kita mengkaji kenapa stag? karena memang aturan aturan di kementerian yang dijadikan sebagai rujukan oleh Bank Dunia itu kita belum melakukan reformasi," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kepala BKPM: RUU Cipta Kerja Mampu Perkecil Peluang Pungli

Panel V Rakornas Indonesia Maju
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan paparan saat diskusi panel V Rakornas Indonesia Maju antara Pemerintah Pusat dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Bogor, Rabu (13/11/2019). Panel V itu membahas penyederhanaan regulasi dan reformasi birokrasi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja mampu memperkecil peluang pungutan liar (pungli) yang selama ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat dan investor. Meski demikian RUU ini tidak bisa secara langsung menghapuskan pungli.

"Kalau menghapuskan pungli ini kita harus butuh mendalami lagi. Tapi minimal dengan UU ini memperkecil peluang itu," ujar Bahlil dalam konferensi pers online, Jakarta, Selasa (8/9/2020).

Bahlil mengatakan, menghapus pungli tidak mudah karena sudah ada sejak lama. Bahkan sejak Indonesia masih dijajah oleh negara lain. Untuk itu, masalah ini membutuhkan kajian mendalam untuk mengetahui penyebab pungli masih merajalela.

"Pungli ini memang sudah ada sejak lama dan memang di negara kita sejak VOC sudah ada tetapi kita punya tugas generasi muda memperkecil ruang ini. Maksimal bisa menghilangkan. InsyaAllah agar pungli-pungli ini bisa diselesaikan dengan baiklah. Kita pingin generasi ke depan yang lebih baik," paparnya.

Bahlil menambahkan, selain masalah pungli, investasi di Indonesia masih dihadapkan dengan indeks persepsi korupsi yang masih tinggi. Indonesia berada pada urutan 85 dari 185 negara. Kondisi tersebut terkadang membuat pengusaha enggan untuk menanamkan dananya.

"Saya juga ingin menyampaikan bahwa persepsi korupsi di negara kita juga masih terlalu tinggi. Kita di urutan 85 dari 180 negara. Kenapa ini terjadi? sebenarnya kan pengusaha ini mohon maaf ya, pengusaha ini kalau izinnya dikasih baik-baik tanpa harus pakai cara-cara yang tidak elok itu mereka lebih senang," jelasnya.

"Tetapi kalau izinnya ditahan-tahan, di kompromi-kompromikan ya terpaksa kita pengusaha itu pasti banyak caranya. Tapi saya pikir sudah harus kita hentikan cara-cara ini karena pasti akan membuat nilai icore kita juga yang tidak terlalu positif," tandasnya.

 

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya