Liputan6.com, Jakarta - Di tengah prediksi ekonomi Indonesia terus minus, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan masih ada harapan adanya pemulihan kinerja ekonomi. Terutama kegiatan manufaktur dan adanya perbaikan harga sejumlah komoditas pada kuartal III tahun ini.
Sebelumnya, Menkeu memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III terkontraksi 2,9 persen.
Baca Juga
"Kemenkeu yang tadinya melihat ekonomi kuartal III minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen, dan yang terbaru per September 2020 ini minus 2,9 persen sampai minus 1,0 persen. Negatif teritori pada kuartal III ini akan berlangsung di kuartal IV. Namun kita usahakan dekati nol," kata Sri Mulyani dalam APBN kita, Selasa (22/9/2020).
Advertisement
Adapun harga sejumlah komoditas yang disebut naik, diantaranya minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang menjadi andalan ekspor pemerintah.
Selain itu, Menkeu juga menyinggung soal harga minyak dunia yang masih naik. Bahkan melebihi asumsi pada Perpres 54/2020. Dimana baseline asumsi harga ICP (Indonesia Crude Price) ialah USD 38/barel untuk harga rata-rata sepanjang tahun 2020.
"Ini dilihat dari berbagai harga komoditas, harga minyak di atas USD 40 per barel, lebih tinggi dari asumsi di Perpres yang masih di USD 35, USD 36 dan sekarang sudah ada di atas USD 40 per barel," kata Sri Mulyani.
Lainnya, ada harga emas, yang disebut Sri Mulyani terus naik seiring dengan posisinya sebagai aset safe haven (aman investasi).
"Harga komoditas lain ada perbaikan, emas safe haven dari situasi ketidakpastian makannya melonjak di Agustus dan masih bertahan tinggi di September. LNG turun tajam di September, dari harga tembaga juga mengalami kenaikan,” kata dia.
Menkeu menjelaskan, harga CPO merangkak naik setelah tertekan luar biasa di Mei dan Juni sehingga sudah terlihat pulih di Agustus dan September. Sementara untuk batu bara belum menunjukkan adanya pemulihan.
"Batu bara belum ada pemulihan, masih shock, sejak Mei dan belum ada tanda pemulihan, harga stabil. Jadi dalam hal ini RI, komoditas batu bara masih tertekan, CPO membaik, LNG ada perbaikan meski masih labil,” jelas Sri Mulyani.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Siap-Siap Resesi, Sri Mulyani Prediksi Ekonomi Indonesia Kuartal III Minus 2,9 Persen
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 mencapai minus 2,9 hingga minus 1,0 persen. Ini artinya Indonesia siap-siap menuju jurang resesi.
Sementara secara keseluruhan di 2020, Kemenkeu memprediksi pertumbuhan ekonomi akan mencapai minus 1,7 sampai minus 0,6 persen.
“Kementerian Keuangan melakukan revisi forecast pada bulan September ini, yang sebelumnya kita memperkirakan untuk tahun ini adalah minus 1,1 hingga positif 0,2 persen. Forkes terbaru kita pada bulan September tahun 2020 adalah pada kisaran minus 1,7 hingga minus 0,6,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam APBN Kita, Rabu (23/9/2020).
Sementara perkiraan berbagai institusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia belum banyak mengalami revisi. Dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 diprediksi minus.
“Kalau kita lihat berbagai institusi yang melakukan forkes terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia belum ada update, namun kira-kira mereka rata-rata sekarang memproyeksikan ekonomi Indonesia tahun 2020 semuanya pada zona negatif kecuali bank dunia yang masih pada posisi nol,” kata Menkeu.
Rinciannya, OECD memperkirakan -3,3 persen. Ini lebih baik dari yang tadinya diperkirakan OECD antara 3,93 hingga minus 2,8 persen (yoy). ADB memperkirakan Indonesia mengalami kontraksi 1 persen (yoy), Bloomberg - 1 persen (yoy), IMF di - 0,3 persen (yoy), dan Bank Dunia 0 persen (yoy).
“Ini artinya negatif teritori kemungkinan akan terjadi pada Kuartal ke-3. Dan mungkin juga masih akan berlangsung untuk kuartal ke-4 yang kita upayakan untuk bisa mendekati nol atau positif,” tutur Menkeu.
Sementara untuk tahun 2021, pemerintah tetap menggunakan perkiraan sesuai dengan yang dibahas dalam RUU APBN 2021, yaitu antara 4,5 hingga 5,5 persen (yoy) dengan forecast titiknya 5,0 persen (yoy).
OECD tahun depan memperkirakan Indonesia tumbuh di 5,3 persen, ADB juga pada kisaran 5,3 persen, Bloomberg median di 5,4 persen, IMF 6,1 persen, dan World Bank di 4,8 persen.
“Semua forecast ini semuanya subject to, atau sangat tergantung kepada bagaimana perkembangan kasus covid-19 dan bagaimana ini akan mempengaruhi aktivitas ekonomi,” pungkas Menkeu.
Advertisement
PSBB Jakarta Bakal Perparah Jurang Resesi Indonesia
Seiring dengan kembali diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Pemprov DKI Jakarta, ekonom menilai semakin besar pula keyakinan bahwa Indonesia akan mengalami resesi.
“Tanpa pengetatan PSBB resesi sudah diyakini akan terjadi. Apalagi dengan PSBB,” ujar Ekonom Piter Abdullah kepada Liputan6.com, Kamis (10/9/2020).
Pada masa PSBB transmisi, Piter menilai perekonomian sudah bergerak kembali meski masih sangat terbatas. Diantaranya dapat dilihat dari penyaluran kredit yang mulai tumbuh. Terutama dengan dorongan likuiditas dari Pemerintah. “Semua akan berbalik melambat kembali,” kata dia.
Lebih lanjut, kondisi ekonomi ini juga tergantung pada berapa lama PSBB ini akan diperpanjang. Semakin lama masa pemberlakuannya, kata Piter, maka semakin besar pula dampaknya. Dimana sektor ekonomi dipastikan terpuruk.
“Pertanyaannya, akan berapa lama pengetatan ini berlangsung?Kalau lama, misal hingga akhir tahun, dampaknya akan besar. Ekonomi Akan benar-benar kembali terpuruk. Penyaluran kredit Akan kembali terhenti,” beber Piter.
“Untuk kredit, saya kira walaupun ada tekanan meningkat tapi NPL akan bisa diredam dengan kebijakan restrukturisasi kredit,” imbuh dia.
Namun, di saat yang bersamaan Piter juga menyadari bahwa penanganan dari sisi kesehatan juga menjadi penting saat ini. Sehingga, melalui kebijakan ini ia berharap angka kasus covid-19 segera melandai.
“Memang penanggulangan wabah harus diutamakan. Semoga dengan pengetatan PSBB ini jumlah kasus covid-19 bisa benar-benar melandai,” pungkas dia.