Survei BPS: 82 Persen Pekerja Alami Penurunan Pendapatan Akibat Pandemi

Sebesar 82 persen tenaga kerja mengalami perubahan pendapatan atau penurunan akibat pandemi Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Okt 2020, 14:50 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2020, 14:30 WIB
Tidak Tertib PSBB, Pemprov DKI Akan Beri Sanksi untuk Perusahan
Pekerja berjalan usai bekerja perkantoran di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Pemprov DKI Jakarta akan memberikan saksi berupa mencabut perizinan perusahaan yang tetap beroperasi di masa PSBB kecuali delapan sektor yang memang diizinkan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 82 persen tenaga kerja mengalami perubahan pendapatan atau penurunan akibat pandemi Covid-19. Data tersebut diperoleh berdasarkan survei online dilakukan BPS kepada 87.000 tenaga kerja.

"Dari sisi perubahan pendapatan bahwa ada penurunan pendapatan sekitar lebih dari 82,85 persen," kata Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS, Nurma Midayanti, dalam video conference di Jakarta, Rabu (6/10).

Sementara sebanyak 15 persen tenaga kerja dari jumlah sampel tersebut tidak mengalami perubahan pendapatan atau tetap. Kemudian sisanya sekitar 2,55 persen justru mengalami peningkata

"Kemudian 8 dari 10 perusahaan mengalami penurunan pendapatan. Dari sisi pendapatan perusahaan itu sekitar 8 dari 10 dengan UMK yang paling mengalami dampak penurunan pendapatan," kata dia.

Di samping itu, hasil survei juga menunjukan kebijakan perusahaan terhadap tenaga kerjanya. Diantaranya pengurangan jam kerja sebanyak 32,06 persen, dirumahkan tidak dibayar sebanyak 17,06 persen, dan diberhentikan dalam waktu singkat 12,83 persen.

Selanjutnya, hasil survei survei perusahaan terhadap tenaga kerja yang dirumahkan dengan dibayar sebagian mencapai 6,46 persen dan dirumahkan dengan dibayar penuh mencapai 3,69 persen.

"Kalau dari sektor dicatat bahwa yang paling terdampak itu adalah sektor akomodasi dan makanan minum, jasa lainnya dan transportasi dan pergudangan. Itu dari hasil survei kami," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Survei Jobstreet: 35 Persen Pekerja RI Kena PHK, Paling Banyak di Sektor Hospitality

FOTO: Kurangi PHK, Pemerintah Beri Kelonggaran Pegawai di Bawah 45 Tahun
Pegawai pulang kerja berjalan di trotoar Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Pemerintah memberi kelonggaran bergerak bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk mengurangi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Country Manager Jobstreet Indonesia, Faridah Lim mencatat sebanyak 54 persen pekerja di Indonesia mengalami dampak signifikan akibat pandemi Covid-19. Dari jumlah itu, sebanyak 35 persen diberhentikan secara permanen, dan 19 persen sisanya dirumahkan sementara.

"Itu adalah data yang kita dapatkan bahwa valid terjadinya pemutusan hubungan kerja dari dunia usaha pada dunia kerja," kata dia dalam video conference di Jakarta, Rabu (6/10).

Adapun pekerja yang paling terkena dampaknya dalam hal pemberhentian kerja permanen atau sementara yakni di sektor hospitality atau catering yang mencapai 85 persen. Kemudian diikuti oleh pariwisata dan travel yakni 82 persen.

Selanjutnya, industri pakaian, garmen, textile juga mengalami dampak besar terhadap pemberhentian pekerja atau sementara yakni hampir sebesar 71 persen. Juga industri makanan dan minuman ini juga terdampak cukup signifikan mencapai 69 persen, kemudian arsitektur bangunan 64 persen.

"Mungkin sedikit data di bawah profile siapa sih pekerja yang paling dominan terdampak adalah yang mereka sedang tidak bekerja full time itu mencapai 67 persen. dan sisi penghasilan juga kita bisa lihat bahwa yang paling tinggi terdampak adalah yang penghasilan dibawah Rp2,5 juta itu mencapai 74 persen," sambung dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

UU Cipta Kerja Dinilai Bikin Buruh Rentan Terkena PHK, Ini Jawaban Menaker

Suasana Jam Pulang Kantor Pekerja di Jakarta
Antrean calon penumpang memasuki stasiun Sudirman saat jam pulang kantor di Jakarta, Senin (8/6/2020). Aktivitas perkantoran dimulai kembali pada pekan kedua penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut, terlalu dini untuk menilai jika UU Cipta Kerja akan membuat buruh rentan terkena PHK. Sebab, dia menilai semangat undang-undang anyar ini justru telah banyak mengakomodir kepentingan buruh.

"Sangat prematur apabila secara tergesa-gesa kita menyimpulkan bahwa UU Cipta Kerja akan rentan terhadap PHK pekerja/buruh. Padahal semangat yang dibangun dalam RUU Cipta Kerja ini justru untuk memperluas penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan kualitas perlindungan bagi pekerja/buruh, utamanya perlindungan bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," tegas Ida di Jakarta, Selasa (6/10).

Lebih jauh, Ida juga menanggapi polemik yang terjadi pada tataran masyarakat atas penolakan pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Menurutnya, ada dua cara yang akan di maksimalkan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat agar legowo menerima kehadiran UU kontroversial itu.

"Bagaimana meyakinkan para buruh untuk menerima RUU Cipta Kerja agar tujuan utama RUU memulihkan ekonomi tercapai?. Terdapat 2 (dua) hal penting yang dilakukan oleh Pemerintah," jelasnya.

Petama, mengintensifkan dialog dengan pemangku berbagai pemangku kepentingan. "Utamanya unsur pekerja/buruh dan pengusaha dengan dibantu jejaring kementerian/lembaga terkait serta pemerintah daerah, khususnya dinas-dinas yang membidangi urusan ketenagakerjaan di daerah," jelasnya.

Terakhir, Pemerintah segera menyusun peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan peraturan lain dibawahnya.

"Hal ini untuk meyakinkan kepada pekerja/buruh bahwa amanat perlindungan terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja dapat segera dijalankan," terangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya