Penerimaan Pajak Turun, Kemenkeu Dorong Reformasi Perpajakan UMKM

Mengingat peran UMKM terhadap pendapatan negara, pemerintah menilai perlunya reformasi perpajakan untuk UMKM

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 12 Okt 2020, 13:10 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2020, 13:10 WIB
FOTO: Terdampak Covid-19, Perajin Tas Jinjing Sepi Pesanan
Mustaqim (29), perajin tas menyelesaikan pesanan tas jinjing di Parakan, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (30/9/2020). Pemerintah berharap UMKM bisa menjadi tulang punggung dan andalan untuk menggerakkan ekonomi domestik di tengah pandemi Covid-19. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Mengingat peran UMKM terhadap pendapatan negara, pemerintah menilai perlunya reformasi perpajakan untuk UMKM.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Nathan Kacaribu menilai masih banyak UMKM yang belum masuk dalam sistem perpajakan.

“Untuk UMKM juga perlu reformasi perpajakan, melihat bahwa porsi UMKM sangat besar yang mencerminkan informality dari perekonomian kita. Itu banyak tidak tertangkap dalam perpajakan. Porsi UMKM sangat besar sehingga threshold PKP Rp 4,8 miliar menyebabkan pajak dengan rezim normal makin kecil dan rezim PPh final bertambah. Banyak UMKM diperkirakan tidak masuk dalam sistem perpajakan,” jelas Febri dalam media briefing, Senin (12/10/2020).

“Estimasi, benefit yang diterima UMKM Rp 64,6 triliun. Bisa dalam bentuk PPh Rp 22,6 triliun, lalu insentif dalam bentuk PPN karena threshold Rp 4,8 miliar itu Rp 42 triliun,” sambung dia.

Febrio menekankan hal tersebut perlu diperjelas. Termasuk mempertimbangkan tekanan penerimaan perpajakan sementara waktu akibat pandemi Covid-19. Untuk itu, Febrio menyebutkan hal tersebut harus segera ditemukan titik keseimbangannya.

“Ini harus dipikirkan pelan-pelan dan bersama. Tidak bisa kita katakan, nanti akan ketemu solusi sendiri, ga mungkin. Harus reformasi sama-sama. Harapannya, kalaupun di 2020 ini tax ratio tertekan cukup dalam, bisa pulih perlahan menuju 2021, 2022, dst. Tax ratio harus meningkat,” kata dia.

Febrio menambahkan, hal tersebut menjadi penting karena jika pendapatan dari perpajakan mengalami penurunan, maka defisit juga akan tinggi. Akibatnya, hutang juga semakin tinggi yang berimbas pada tingginya suku bunga SBN.

“Kalau kita makin rendah penerimaan perpajakan, tax ratio, artinya defisit kita makin terancam untuk tetap tinggi. Defisit tinggi, artinya kita nambah utang, utang semakin tinggi itu sebabkan suku bunga SBN tinggi dan ga sehat ekonomi kita,” kata dia.

Untuk itu, mengingat pendapatan negara banyak disumbang oleh konsumsi domestik, Febrio menilai perlu untuk memikirkan reformasi perpajakan pada sektor tersebut.

“Kita harus pikirkan reformasi perpajakan dengan domestic resource mobilization. Gimana sumber daya domestik dimaksimalkan untuk pembangunan dalam negeri,” ujar Febrio.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Realisasi Dana PEN untuk UMKM Capai Rp 83,9 Triliun per Oktober 2020

Pojok UMKM Cibodas Dibangun Bantu Promosi Produk
Pedagang menata dagangannya di Pojok UMKM, Kota Tangerang, Jumat (22/8/2020). Pemerintah daerah setempat meluncurkan Pojok UMKM Cibodas dalam rangka membantu pelaku usaha mempromosikan hasil produknya demi meningkatkan perekonomian wilayah di tengah pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mencatat, realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional khusus sektor UMKM mencapai 67,99 persen atau telah disalurkan sebesar Rp 83,9 triliun per 5 Oktober lalu. Adapun total pagu anggaran yang dialokasikan pemerintah sebanyak Rp 123,46 triliun.

"Untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional khusus sektor UMKM, per 5 Oktober 2020, progress sementara mencapai 67,99 atau telah disalurkan sebesar Rp 83,9 triliun," kata dia dalam acara Hari Lahir Ke-9 Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) yang digelar secara virtual, ditulis Sabtu (10/10/2020).

Teten merinci, Program PEN Kementerian Koperasi dan UKM meliputi Banpres Produktif untuk Usaha Mikro melalui pemberian dana hibah Rp2,4 juta, Pembiayaan Investasi Kepada Koperasi melalui LPDB-KUMKM, slSubsidi KUR, dan Subsidi Non-KUR (BLU-Koperasi).

MenkopUKM menambahkan, sejumlah program lain yang juga digalakkan di antaranya adalah pelibatan UMKM dalam Pengadaan Barang dan Jasa, menyelenggarakan Pasar Digital UMKM (PaDi), Korporatisasi Petani/Nelayan (Pengembangan Koperasi Pangan), program Belanja Di Warung Tetangga, serta menyerap produk koperasi dan UMKM melalui kolaborasi dengan Bulog, PTPN dan 9 klaster pangan BUMN yang akan menyalurkan produk ke warung-warung tradisional.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan, realisasi Bantuan Presiden (Banpres) Produktif untuk usaha mikro sebesar Rp 2,4 juta per 6 Oktober sudah terealisasi 100 persen.

"Alhamdulillah kurang dari 2 bulan sejak diluncurkan program bantuan presiden produktif untuk usaha mikro ini per 6 Oktober sudah 100 persen. Memang program ini dari survei ADB memang dianggap paling tepat dan paling diminta oleh pelaku usaha mikro," kata Teten dalam konferensi pers pelaporan realisasi dana PEN secara virtual, Rabu (7/10).

Dia menjelaskan, selama pandemi covid-19 banyak pelaku usaha mikro yang modal kerjanya tergerus oleh kebutuhan konsumsi keluarganya, sekaligus pendapatan mereka banyak yang turun. Maka dari itu program ini diharapkan mampu dengan cepat terserap berkat dukungan berbagai pihak seperti Himbara, koperasi, pemerintah daerah juga Kementerian lembaga yang memang banyak yang melakukan program pendampingan UMKM.

"Tentu masih banyak usulan-usulan dari daerah dari berbagai pihak yang belum bisa kami penuhi dan karena memang estimasi kami jumlah UMKM usaha mikro yang unbankable itu lebih dari 20 juta orang," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya