Fakta-Fakta Vaksin Covid-19, Disuntikkan Awal 2021 dan Tak Semua Dapat Gratis

Jokowi mengatakan bahwa pemerintah mengupayakan vaksin Covid-19 bisa tiba di Indonesia pada akhir November 2020.

oleh Tira Santia diperbarui 22 Nov 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2020, 11:00 WIB
Jokowi Tinjau Fasilitas Produksi Vaksin Covid-19 di Bio Farma
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (kanan) meninjau fasilitas produksi dan pengemasan di PT Bio Farma, Bandung, Jawa Barat Selasa (11/8/2020). Jokowi menggunakan pakaian lengkap penelitian untuk melihat Laboratorium Bio Farma. (Foto: Biro Pers Kepresidenan)

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan vaksin Covid-19 menjadi hal yang paling dinantikan oleh masyarakat dunia maupun Indonesia. Mengingat jumlah kasus positif Corona atau Covid-19 terus meningkat. 

Pada Sabtu 21 November 2020 kemarin, jumlah penambahan kasus baru Covid-19 mencapai 4.998 orang. Sehingga total akumulatif kasus positif di Indonesia kini di angka 493.308 orang.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun mengatakan bahwa pemerintah mengupayakan vaksin Covid-19 bisa tiba di Indonesia pada akhir November 2020. Nantinya, vaksin yang tiba bisa berupa vaksin jadi atau berbentuk bahan baku.

Bagaimana perkembangansoal vaksin Covid-19 di Indonesia? Berikut rangkumannya mengenai fakta-fakta vaksin Covid-19 di Indonesia, Minggu (22/11/2020):

1. Jokowi: Akses Vaksin Covid-19 Harus Tersedia untuk Semua Negara

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan, saat ini terdapat beberapa hal yang perlu menjadi fokus perhatian negara-negara G20 di tengah situasi pandemi. Salah satunya yaitu pemulihan kesehatan.

"Dunia tidak akan sehat kecuali semua negara sudah sehat. Vaksin adalah salah satu amunisinya," ujar Jokowi dalam sesi pertama KTT G20 yang bertemakan 'Mengatasi Pandemi serta Memulihkan Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan' melalui siaran virtual, Sabtu (21/11/2020).

Dia menjelaskan, akses terhadap vaksin Covid-19 harus dapat tersedia bagi semua negara tanpa terkecuali. Komitmen politik negara-negara G20 sangat dibutuhkan untuk memobilisasi pendanaan global bagi pemulihan kesehatan.

Jokowi juga mengatakan perlunya dukungan untuk pemulihan ekonomi dunia. Terkait hal tersebut, Jokowi mengatakan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) telah meminta dukungan dana sebesar USD 2,5 triliun agar negara berkembang mampu keluar dari keterpurukan ekonomi dengan memperluas ruang fiskalnya.

Pemulihan ekonomi dunia tersebut memerlukan perhatian negara-negara G20. Salah satunya soal bantuan restrukturisasi utang untuk negara berpendapatan rendah.

"Restrukturisasi utang ini harus dibarengi dengan ditingkatkannya manajemen utang termasuk transparansi data dan dijaganya keberlanjutan fiskal," ungkap Jokowi.

Selain itu, dukungan yang luar biasa bagi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan menjadi sangat penting untuk terus diberikan bagi negara-negara berkembang. Jokowi menilai apabila dukungan tersebut dikurangi secara terburu-buru, maka pemulihan ekonomi dunia dikhawatirkan akan berjalan dalam waktu yang lama.

"Keleluasaan fiskal negara berkembang dibutuhkan untuk membiayai social safety net, mendongkrak konsumsi domestik, serta menggerakkan ekonomi kecil dan menengah," tuturnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2. Pemerintah Tak Sembarang Berikan Vaksin Covid-19

Kasus Virus Corona Bertambah, Bio Farma Kebut Penemuan Vaksin Anti Covid-19
Ilustrasi Foto Vaksin (iStockphoto)

Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan, pemerintah terus berupaya melakukan tugas luar biasa dalam penanganan Covid-19. Hasilnya, melihat tren dengan bukti data dan fakta, ia mengatakan penanganan pandemi di Indonesia semakin hari semakin baik.

"Tingkat kesembuhan kita dibandingkan tingkat kesembuhan dunia, kita jauh lebih baik. Memang ada hal yang sangat sensitif, yaitu tingkat daripada fatality atau kematian kita masih tinggi dibandingkan dunia," kata Erick dalam sesi teleconference, Sabtu (21/11/2020).

Oleh karena itu, ia menambahkan, pemerintah terus bekerja keras lewat program Indonesia Sehat, Indonesia Bekerja dan Indonesia Tumbuh. Program Indonesia Sehat disebutnya jadi prioritas utama. Salah satunya mengenai program pengadaan vaksin Covid-19.

"Tetapi tentu seperti stigma Bapak Presiden (Jokowi) bahwa vaksinasi yang akan dilakukan di Indonesia pasti melakukan proses yang sangat hati-hati sesuai dengan standar WHO," tegasnya.

Dengan begitu, ia berkomitmen agar proses vaksinasi bisa berjalan dengan baik. Vaksinasi dinilainya bakal menekan angka penularan sekaligus memperkecil fatality rate atau angka kematian.

"Karena setiap hari tentu ada saja bapak yang kehilangan istrinya, anak yang kehilangan orang tuanya, dan tentu ini sesuatu yang sangat prihatin," ujar Erick Thohir.

"Keselamatan rakyat Indonesia jadi hal yang utama. Setelah itu tentu kalau kita bisa me-manage Covid-19 ini dengan baik, baru kita bicara tentunya ekonomi. Tidak bisa kebalik-balik," tandasnya.

 

3. Pemerintah diminta harus Edukasi Masyarakat soal vaksin palsu

FOTO: Rusia Daftarkan Vaksin COVID-19 Pertama di Dunia
Vaksin COVID-19 yang dikembangkan laboratorium Institut Penelitian Ilmiah Epidemiologi dan Mikrobiologi Gamaleya, Moskow, Rusia, 6 Agustus 2020. Menurut Presiden Rusia Vladimir Putin pada 11 Agustus 2020, negaranya telah mendaftarkan vaksin COVID-19 pertama di dunia. (Xinhua/RDIF)

Pemerintah berencana memberikan vaksin Covid-19 kepada masyarakat pada awal 2021. Namun tidak semua masyarakat bisa mendapatkan vaksin tersebut secara gratis.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menganggap, skema penyaluran vaksin Covid-19 ini masih menyisakan celah. Menurutnya, pemerintah perlu mengedukasi masyarakat demi menghindari penyebaran barang palsu.

"Sekarang yang kita tahu kan dijualnya mahal, hanya orang-orang tertentu yang bisa. Untuk itu nanti yang murah dijual, yang bikin itu palsu atau pasar gelap. Kemungkinan itu harusnya sudah diantisipasi dari jauh-jauh hari," kata Agus kepada Liputan6.com, Sabtu (21/11/2020).

"Jadi Erick Thohir (dan Satgas Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional) sudah punya tools bagaimana cara pencegahannya, karena ini kan perdagangan jasa," dia menambahkan.

Tanpa ada penjelasan rinci, masyarakat akan kesulitan untuk bisa membedakan mana vaksin Covid-19 yang terverifikasi, dan mana barang palsu yang berasal dari pasar gelap atau black market.

"Jadi intinya pemerintah harus jelasin kalau masyarakat mau dapat yang asli dimana. Kan itu juga membingungkan, apakah di puskesmas, dimana itu, pembagian wilayahnya dimana. Kemudian bayar atau tidak, atau masuk BPJS. Hal-hal ini yang belum dibahas," imbuhnya.

Agus menekankan, pemerintah juga perlu tegas dalam menindaki oknum penyebar vaksin Covid-19 palsu. Siapapun yang memalsukan itu harus diadili.

"Jangan cuman basa-basi nanti dimasukin penjara tapi kemudian keluar, enggak akan pernah beres. Enggak harus (bikin aturan/kebijakan baru), pakai KUH Pidana aja. Ngapain bikin lagi," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya