Menteri ESDM Siapkan Aturan Turunan UU Cipta Kerja soal Izin Usaha

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah melalui Kementerian ESDM tengah menyusun aturan turunan UU Cipta Kerja.

oleh Athika Rahma diperbarui 23 Nov 2020, 14:30 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2020, 14:30 WIB
Menteri ESDM Arifin Tasrif. Dok ESDM
Menteri ESDM Arifin Tasrif. Dok ESDM

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah melalui Kementerian ESDM tengah menyusun aturan turunan UU Cipta Kerja.

Salah satunya ialah soal perizinan berusaha yang diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Tatacara Pengawasan. Beleid tersebut akan menetapkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) tentang perizinan berusaha berbasis risiko.

Saat ini, Kementerian ESDM tengah menggodok NSPK sektor ESDM.

"Sebagai tindak lanjut UU Cipta Kerja, Kementerian ESDM sedang menyusun NSPK sektor ESDM pada RPP Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Tatacara Pengawasan, bersama Kementerian dan Lembaga (K/L) lain," jelas Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (23/11/2020).

NSPK ini disusun meliputi 4 subsektor ESDM yaitu minyak dan gas (migas), mineral dan batu bara (minerba), ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).

Nantinya, penyusunan NSPK ini mengatur beberapa materi muatan, diantaranya pemohon perizinan berusaha, kegiatan dan jenis usaha, kewajiban, prosedur atau tata cara, pengawasan dan pengenaan sanksi.

"Intinya, kami ingin memperbaiki agar izin-izin ini lebih simpel dan memudahkan bagi pengusaha," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menteri ESDM Ungkap Biaya Eksplorasi Migas Indonesia 20 Tahun Terakhir, Berapa?

Keterbukaan Data Mampu Gairahkan Investasi Migas
Kementerian ESDM berencana menyempurnaan sistem pengelolaan data hulu migas untuk mendorong eksplorasi migas.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan total biaya eksplorasi cekungan minyak dan gas (migas) Indonesia dalam 20 tahun terakhir.

Menurutnya, total biaya eksplorasi Indonesia hanya 1 persen dan biaya eksplorasi perusahaan tambang kelas dunia.

"Data S&P Global Market Intelligence menyebutkan, dalam 20 tahun terakhir, total biaya eksplorasi di Indonesia hanya 1 persen dari biaya eksplorasi perusahaan tambang kelas dunia," ujar Arifin dalam tayangan virtual, Senin (16/11/2020).

Kendati, dirinya tidak menyebutkan secara rinci berapa biaya yang dimaksud. Yang jelas, terdapat peningkatan biaya tersebut pada tahun 2019, meskipun secara global nilainya masih rendah.

Untuk meningkatkan eksplorasi ini, pemerintah telah melakukan beberapa hal. Misalnya, dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

"Peraturan ini memberikan penegasan pemberlakuan bentuk kontrak kerja sama dan fleksibilitas terkait kontrak bagi hasil yaitu cost recovery atau gross split," ujar Arifin.

Lanjut Arifin, pemerintah juga mengajak para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk memanfaatkan dana komitmen pasti dan komitmen kerja pasti dalam melakukan kegiatan eksplorasi.

Kemudian dari sektor mineral dan batu bara (minerba), pemerintah tengah melakukan inventarisasi data minerba dengan membangun sistem database hasil kegiatan eksplorasi nasional dalam aplikasi exploration data warehouse dan exploration monitoring system.

"Serta penggunaan competent person dalam pelaporan hasil eksplorasi dan estimasi sumber daya dan cadangan," lanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya