Liputan6.com, Jakarta - Dosen Pertanian IPB Harianto menilai, subsidi pupuk bukan merupakan kebijakan yang efektif untuk meningkatkan hasil produksi petani. Pernyataan tersebut dilontarkannya selepas Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik penyaluran subsidi pupuk Rp 33 triliun per tahun yang tidak berimbal hasil.
Menurut dia, pemerintah sebaiknya fokus melakukan perbaikan teknologi budidaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan akses pada benih unggul ketimbang mengalokasikan anggaran subsidi pupuk hingga Rp 33 triliun.
Baca Juga
"Jika tujuan kebijakannya untuk meningkatkan produktivitas, maka anggaran untuk perbaikan teknologi budidaya yang perlu ditingkatkan, serta anggaran untuk peningkatan akses kepada benih unggul," ujar Harianto kepada Liputan6.com, Selasa (12/1/2021).
Advertisement
Guna memuluskan rencana tersebut, pemerintah disebutnya perlu mempersiapkan anggaran yang bersifat jangka panjang untuk perbaikan teknologi budidaya.
"Perbaikan teknologi budidaya bersifat jangka panjang dan tentunya memerlukan anggaran yang juga bersifat jangka panjang," jelas Harianto.
Sama halnya dengan penyaluran subsidi pupuk yang telah berjalan sekitar 30 tahun. Dia mengatakan, program tersebut tidak bisa serta merta dicabut lantaran petani juga butuh penyesuaian.
"Menggeser subsidi pupuk juga perlu upaya jangka panjang (bertahap), sehingga petani juga mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian," kata Harianto.
"Penghentian subsidi pupuk dalam jangka pendek diperkirakan akan menurunkan produksi," dia menegaskan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi Kritik Subsidi Pupuk Rp 33 Triliun per Tahun, Begini Jawaban Kementan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik penyaluran subsidi pupuk yang nilainya mencapai Rp 33 triliun per tahun. Jokowi menganggap imbal hasil dari subsidi tersebut tidak terlihat nyata.
Meski demikian, Kementerian Pertanian (Kementan) tampaknya memiliki perhitungan tersendiri terkait anggaran subsidi pupuk yang tinggi tersebut. Pihak instansi pun sempat menolak asumsi adanya kenaikan harga pupuk.
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan Muhammad Hatta menyatakan, justru harga pupuk itu tidak pernah naik sejak tahun 2012. Padahal menurutnya, harga barang pasti akan bertambah terus karena ada inflasi, kenaikan bahan bakar, kenaikan harga bahan baku, biaya transportasi, dan faktor lainnya.
"Banyak bidang yang harus disubsidi pemerintah yaitu kesehatan, pendidikan, bansos, pupuk, BBM, listrik, belum lagi biaya untuk Covid-19. Maka anggaran subsidi untuk tiap bidang pasti ada batasnya," ujarnya, dikutip Selasa (12/1/2021).
Namun demikian, menurut perhitungannya, pemerintah memang perlu membuat anggaran besar terkait subsidi pupuk. Ini lantaran kebutuhan akan pupuk dari berbagai daerah di Indonesia yang memang tinggi.
"Kalau dilihat dari pengajuan daerah, total kebutuhan pupuk di Indonesia mencapai 23 juta ton per tahun. Tentu tidak mungkin semua bisa dipenuhi dengan anggaran terbatas," jelas Hatta.
Hatta menegaskan, alokasi pupuk bersubsidi tahun anggaran 2021 sebanyak 9 juta ton, yang penyaluranya melalui sistem e-RDKK. Itu supaya penerima subsidi betul-betul tepat sasaran. Dengan demikian, dari komitmen tersebut tidak ada kelangkaan pupuk.
"Tapi memang jatah penerima subsidi terbatas dan penerima subsidi ada syarat-syaratnya. Tetapi memang jatahnya terbatas dan ada aturan yang harus dipenuhi. Bila ada yang merasa kekurangan, kemungkinannya petani tersebut tidak terdaftar di e-RDKK atau jatah pupuk subsidinya memang sudah habis," tuturnya.
Penyusunan e-RDKK ini bersumber dari kelompok tani dan melalui sejumlah tahapan verifikasi sebelum ditentukan sebagai data penerima pupuk subsidi. Oleh karena itu, ia meminta petani agar memastikan sudah tergabung dalam kelompok tani dan terdaftar di e-RDKK untuk dapat pupuk bersubsidi.
"Jika di lapangan kami temukan kios yang mencoba menyulitkan petani dalam penebusan, maka kami tidak segan-segan akan mencabut izinnya," tegas Hatta.Â
Advertisement