Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik lebih dari 2 persen pada perdagangan Selasa (Rabu waktu Jakarta) dan mencapai level tertinggi dalam 12 bulan. Ini setelah produsen utama minyak menunjukkan bahwa mereka mengekang produksi secara kasar sejalan dengan komitmen mereka.
Harga minyak patokan AS dan global menguat karena optimisme tentang lebih banyak stimulus ekonomi AS menambah bullish pasar dari pemotongan pasokan.
Baca Juga
Dikutip dari CNBC, Rabu (3/2/2021), harga minyak mentah Brent naik USD 1,22 atau 2,2 persen menjadi USD 57,57 per barel untuk kenaikan hari ketiga berturut-turut, menyentuh USD 58,05. Ini merupakan level tertinggi sejak Januari tahun lalu.
Advertisement
Sedangkan harga minyak AS naik 2,26 persen atau USD 1,21, menjadi USD 54,76 per barel, setelah menyentuh sesi tertinggi USD 55,26, tertinggi dalam satu tahun.
Reli dimulai karena peningkatan produksi OPEC kurang dari yang diharapkan.
Produksi minyak mentah OPEC naik untuk bulan ketujuh pada Januari tetapi kenaikan itu lebih kecil dari yang diharapkan, menurut sebuah survei Reuters.
Pemotongan sukarela sebesar 1 juta barel per hari oleh pemimpin de facto OPEC, Arab Saudi, akan dilaksanakan dari awal Februari hingga Maret.
Produksi minyak Rusia meningkat pada Januari tetapi sejalan dengan pakta pasokan, sementara di Kazakhstan volume minyak turun untuk bulan tersebut.
Reli tersebut meningkat karena Kongres AS tampak siap untuk mengadopsi paket stimulus ekonomi, dan karena cuaca dingin AS meningkatkan permintaan minyak pemanas.
“Anda mendapatkan paket stimulus ekonomi AS yang tidak terpikir oleh siapa pun akan kami dapatkan,” kata Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho, New York.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Prediksi Permintaan Minyak
Cuaca dingin dan salju tebal di timur laut AS mendorong margin untuk minyak pemanas ke level tertinggi 8 bulan di USD 15,88, memberikan dukungan lebih lanjut untuk harga minyak mentah.
Namun, raksasa energi BP menandai awal yang sulit hingga tahun 2021 di tengah permintaan produk yang menurun, mencatat bahwa volume ritel Januari turun sekitar 20 persen tahun ke tahun, dibandingkan dengan penurunan 11 persen pada kuartal keempat.
Meski demikian, permintaan minyak diperkirakan akan pulih pada tahun 2021, kata BP, dengan persediaan global terlihat kembali ke rata-rata lima tahun pada pertengahan tahun.
Advertisement