Jualan Rumah Mewah Paling Tak Dilirik Sepanjang 2020

Penjualan rumah baru perlahan pulih setelah April 2020, seiring keberadaan Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Feb 2021, 16:14 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2021, 16:14 WIB
Ilustrasi rumah mewah
Ilustrasi rumah mewah. (Gambar oleh giovanni gargiulo dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Penjualan rumah menjadi sektor yang terdampak cukup besar selama pandemi 2020. Penurunan penjualan terutama terjadi pada rumah mewah.

"Kondisi pandemi semua sektor ekonomi kena tidak terkecuali perumahan. Januari sampai April rata rata 0 apalagi rumah mewah menegah ke atas sulit sekali pemasarannya," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Hidayat di Jakarta, Kamis (18/2/2021).

Penjualan baru perlahan pulih setelah April 2020. Namun penjualan paling besar baru terjadi pada rumah murah atau rumah yang nilainya di bawah Rp 1 miliar termasuk rumah subsidi milik pemerintah.

"Begitu April ke bawah mulai bergerak, rumah-rumah yang murah apalagi rumah subsidi dari pemerintah lumayan lancar penjualannya. Sehingga bisa mendongkrak penjualan rumah 2020," jelas dia.

Demi mendongkrak penjualan rumah pemerintah memberikan berbagai insentif. Beberapa di antaranya adalah subsidi uang muka dan selisih bunga.

"Jadi pemerintah punya juga fasilitas semacam rumah subsidi. Di mana ada beberapa subsidi uang muka, maupun selisih bunga. Ini menyelamatkan penjualan rumah. Yang tahun lalu bergerak rumah murah. Rp1 miliar ke bawah. Itu tersebar di seluruh Indonesia," tandas dia.

Saksikan Video Ini


11 Juta Rumah Tangga Belum Miliki Hunian Layak

BTN Targetkan 250 Ribu KPR pada 2021
Aktivitas warga di perumahan subsidi Green Citayam City, Ragajaya, Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (13/2/2021). Kredit Pemilikan Rumah atau KPR pada 2021 diharapkan dapat berkontribusi pada perbaikan pertumbuhan ekonomi nasional. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Kementerian PUPR menyebutkan, terdapat 11 juta rumah tangga yang belum memiliki hunian layak di Indonesia.

Angka tersebut terdiri dari 7,6 juta backlog kepemilikan rumah dan 2,3 juta rumah tidak layak huni yang harus segera direnovasi.

"Jadi total backlog dan rumah tidak layak huni ini kurang lebih 11 juta. Jadi memang masih banyak," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Perumahan M. Hidayat dalam diskusi daring, Kamis (18/2/2021).

Hidayat mengatakan, untuk mengatasi backlog ini, pemerintah telah menyiapkan Program Sejuta Rumah, dimana pemerintah, pengembang dan masyarakat berkolaborasi dalam pembangunan rumah terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Properti dari program ini misalnya rumah susun, rumah swadaya, hingga rumah khusus untuk daerah perbatasan. Ada pula renovasi rumah yang tidak layak huni menjadi layak huni.

"Yang tidak layak itu kan misalnya tidak ada lantai, plafon, tidak ada ventilasi, kita buat lah biar paling tidak jadi sehat," ujar Hidayat.

Ke depan, lanjut Hidayat, pemerintah juga telah menyiapkan jumlah unit pembangunan rumah untuk masyarakat dalam jangka waktu menengah.

"Untuk rumah swadaya saja, dalam 5 tahun ke depan, pemerintah telah menganggarkan dana untuk pembangunan dan renovasi 813 ribu rumah," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya