Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan kewajiban bagi perusahaan. Namun, pihaknya masih pertimbangkan perusahaan yang tak sanggup bayar THR diizinkan memangkas 25 persen seperti kebijakan tahun sebelumnya.
Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Anwar Sanusi. "Oh iya. Itu masih kita pertimbangkan," ujar Anwar kepada media, saat ditemui di Jakarta, Jumat, 31 Januari 2025, seperti dikutip Sabtu (1/2/2025).
Baca Juga
Meski demikian, ia menilai, pembayaran THR merupakan kewajiban bagi perusahaan kepada karyawannya. "THR itu sebagai hak ya. tentunya hak itu harus ditunaikan menjadi kewajiban," ujar dia.
Advertisement
Bila ada perusahaan yang dinilai tidak mampu membayar THR penuh, pihaknya masih akan mengkaji lebih lanjut, mengingat masih ada waktu sekitar satu bulan sebelum memasuki bulan Ramadan.
Dengan sisa waktu yang ada, Anwar berharap keputusan terkait kebijakan ini dapat segera difinalisasi dan disampaikan dalam waktu dekat, sehingga memberikan kepastian bagi karyawan dan pengusaha.
"Salah satu isunya adalah soal THR. Mudah mudahan THR ketentuan kita keluarkan dan untuk mendukung pelaksanaan THR itu kita akan buka posko THR," ujar dia.
Â
Reporter: Siti Ayu
Sumber: Merdeka.com
Ojol Minta Aturan THR, Wamenaker: Ini PR Besar
Sebelumnya, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk segera menerbitkan aturan mengenai pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja platform seperti pengemudi ojek online (ojol), taksi online (taksol), dan kurir.
Aturan ini diperlukan agar THR bagi pengemudi ojol tidak lagi sebatas imbauan atau insentif, seperti yang terjadi tahun lalu. SPAI menegaskan bahwa THR merupakan hak pengemudi karena hubungan kerja mereka dengan platform mencakup unsur pekerjaan, upah, dan perintah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer menyatakan bahwa pihaknya tengah mengkaji kebijakan tersebut bersama beberapa kementerian terkait, termasuk Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Digital.
"Kemarin kita juga diskusi, ada beberapa kementerian ya, saya coba menyampaikan ke Kemenhub, Komdigi, ini ada PR (pekerjaan rumah) besar kita," ujar Immanuel di Jakarta, Jumat, 31 Januari 2025.
Â
Advertisement
Soroti Status Kemitraan
Ia juga menyoroti status kemitraan pengemudi ojol. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), mereka seharusnya dikategorikan sebagai pekerja, bukan mitra. Immanuel mengatakan ada kesalahan definisi dalam hal ini dan pihaknya sedang berupaya mengomunikasikan hal tersebut dengan platform seperti Grab, Gojek, dan Maxime.
"Saya sampaikan soal status kemitraan mereka. Karena kalau menurut ILO, itu mereka adalah pekerja bukan mitra. Ada salah definisi di situ, tapi kita sedang coba komunikasikan dengan baik ke kawan-kawan Grab, Gojek, Maxime, para aplikator," jelasnya.
Immanuel juga menekankan bahwa aplikator seharusnya lebih proaktif dalam memenuhi kebutuhan pengemudi. Dengan demikian, berbagai tuntutan yang sering muncul dapat diminimalkan atau dicegah sejak awal.
"Jadi banyak juga tuntutan-tuntutan driver ojek itu sebenarnya terpenuhi di aplikator, aplikator juga memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang menjadi tuntutan kawan-kawan driver dan semoga nanti ada instrumen yang sifatnya Peraturan Pemerintah (PP) atau apa itu bisa melindungi driver ojek online," tutupnya.
Reporter: Ayu
Sumber: Merdeka.com