Liputan6.com, Jakarta - Mania GameStop ataupun meningkatnya tren saham meme telah menarik minat banyak orang untuk ikut-ikutan membuka rekening saham. Dengan harapan, mendapat untung besar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Sayangnya, bagi sebagian besar investor pemula, mencetak untuk besar lewat tradding di waktu yang tepat sangat tidak mungkin. Faktanya, investor pemula lebih cenderung membuat kesalahan yang akan merugikan diri mereka sendiri akibat buruknya perencanaan.
Baca Juga
Dikutip dari BusinessInsider, Sabtu (6/3/2021), sejumlah pakar keuangan telah melihat sedikitnya empat pola berikut merupakan kesalahan dalam investasi yang sering kali dilakukan oleh investor pemula. Jika anda salah satu dari mereka, mungkin empat hal ini perlu diperhatikan:
Advertisement
1. Mengabaikan Masalah Keuangan yang Lebih Fundamental
Sering kali keinginan untuk segera berinvestasi membuat investor pemula justru lupa dengan satu hal ini, tidak memprioritaskan uang yang dimiliki untuk kebutuhan yang lebih mendesak. Terutama melunasi utang dan tagihan yang harusnya lebih didahulukan.
Melunasi tagihan kartu kredit, atau membayar bunga utang adalah beberapa hal yang harusnya menjadi prioritas alokasi uang yang anda miliki. Sebelum memutuskan berinvestasi, anda harus lebih dulu memastikan gaji bulanan yang didapat mampu menutupi setiap tagihan.
Adam K. Wright, penasehat perencana keuangan di Wright Associates menyarankan untuk memiliki tabungan dana darurat yang mampu memenuhi setidaknya pengeluaran untuk tiga hingga enam bulan ke depan. Terlebih dalam kondisi pandemi seperti sekarang, semakin besar resiko kehilangan pekerjaan, semakin banyak uang yang seharusnya dialokasikan untuk dana darurat.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
2. Hanya Ikut-Ikutan
Jovan Johnson, penasehat perencana keuangan di Piece of Wealth Planning, menyebut tren yang berkembang dari investor muda saat ini ialah pengaruh dari influencer media sosial. Banyak dari anak muda terpengaruh ajakan influencer untuk membeli saham tertentu yang dinilai memiliki nilai bagus, meski sebenarnya tidak begitu memahami perusahaan tersebut.
"Misalnya, situasi GameStop, semuanya terdengar bagus, tetapi tanpa memahami bagaimana investasi bekerja dan risikonya, orang-orang yang terlambat membeli Gamestop - mereka kalah." sebut Johnson.
Tidak peduli sebagus apapun saran para influencer di media sosial tentang saham sebua emiten, akan lebih baik jika anda memahami perusahaan tersebut sebelum memutuskan berinvestasi.
Advertisement
3. Tidak Memanfaatkan Keuntungan dari Investasi
Rebecca Boyd, penasihat kekayaan di Frost Investment Services, menyebut investor muda cenderung mengabaikan adanya pilihan berupa keuntungan yang kemungkinan didapatkan apabila mereka lebih jeli saat memilih instrumen investasi.
Seperti investasi dana pensiun, yang di beberapa negara biasanya bebas pajak dengan ketentuan tertentu, termasuk di Indonesia. Dengan mempertimbangkan bebas pajak tersebur, investasi untuk dana pensiun bisa jadi opsi yang menguntungkan namun masih sedikit yang menyadarinya.
4. Menunggu 'Waktu yang Tepat' untuk Berinvestasi
Beberapa investor baru sering kali menunda berinvestasi karena berpikir bahwa cara terbaik untuk berinvestasi adalah menunggu "waktu yang tepat", tambah Rebecca Boyd.
Tetapi mencoba mengatur waktu dengan mencari waktu yang tepat sangat tidak masuk akal jika melihat pasar yang cenderung bergerak tanpa bisa ditebak. Jika mempertimbangkan investasi jangka panjang, hal yang perlu dilakukan ialah berinvestasi sesegera mungkin. Kecuali jika ingin bertaruh pada investasi jangka pendek demi mendapat untung yang instan seperti manisa GameStop.
Daripada pusing mencari waktu yang tepat, akan lebih baik bila anda mulai mengalokasikan jumlah tertentu setiap bulan ke sejumlah insturmen investasi.
Ini untuk melindungi diri Anda dari volatilitas pasar. Pendekatan tersebut, yang dikenal sebagai dollar-cost averaging, yaitu mengurangi kemungkinan menginvestasikan sejumlah besar uang pada waktu yang salah, seperti saat pasar sedang tinggi.
Reporter: Abdul Azis Said
Advertisement