Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indawati akan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Revisi ini untuk mendorong penyaluran kredit melalui program penjaminan pemerintah. Sebab, pemerintah melihat kredit belum mengalir secara maksimal, padahal berbagai upaya relaksasi sudah dilakukan.
“Kami pun sekarang sedang akan sempurnakan lagi karena kami melihat kebutuhan industri berbeda-beda, jadi mungkin dalam waktu beberapa saat lagi kami akan melakukan revisi PMK,” ujarnya dalam acara Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang disiarkan lewat Youtube Kemenkeu RI, Kamis (25/3/2021).
Advertisement
Bendahara Negara itu berharap lewat revisi aturan penjaminan itu maka industri bisa lebih leluasa melakukan akses kepada pembiayaan. Di sisi lain, perbankan juga berani menyalurkan pinjaman dengan suku bunga yang rasional sehingga mampu menggerakkan ekonomi.
Menurutnya, penyaluran kredit perlu didorong lantaran selama ini APBN masih menjadi instrumen dominan untuk mendorong perekonomian.
“Tentu tidak bisa selamanya, harus mulai didukung oleh kegiatan masyarakat tapi tidak timbulkan risiko covid. Jadi, bisa mulai gerak melakukan konsumsi tapi tetap aman terhadap covid-19,” ucapnya.
Kinerja Kredit
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso menyoroti, kinjera penyaluran kredit bank asing dan Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) terhadap penyaluran kredit industri yang masih minus. Seperti diketahui pertumbuhan kredit perbankan masih terkontraksi -1,92 perzen (yoy) pada Januari 2021.
Dia mengatakan, penyaluran kredit untuk bank BUMN dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sudah positif namun bank asing dan swasta masih negatif.
"Ada beberapa catatan di sini yang kami garis bawahi, pertumbuhan kredit yang sudah positif itu Bank BUMN dan BPD. Yaitu BPD 5,6 persen dan bank BUMN sampai 1,5 persen justru bank swasta nasional dan bank asing yang kreditnya masih negatif," kata dalam acara Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang disiarkan lewat Youtube Kemenkeu RI, Kamis (25/3).
Dalam paparannya, hingga Januari 2021 pertumbuhan kredit BUSN masih minus 5 persen bahkan untuk bank asing kredirnya masih minus 25 persem (yoy).
Di sisi lain OJK mencatat, kinerja kredit sektor modal kerja masih menjadi penopang pertumbuhan kredit di awal tahun 2021. "Jadi kami menaruh perhatian betul ya untuk yang swasta ini ini kenapa demikian dan ini akan kami lihat secara lebih detail bahkan debitur debiturnya kenapa," jelas Wimboh.
Meskipun begitu, Wimboh menilai permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai. Di mana untuk Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 24,50 persen.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement