Liputan6.com, Jakarta - Unit Usaha Syariah (UUS) PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia Syariah siap melakukan aksi korporasi berupa spin off atau melepaskan diri dari perusahaan induk untuk meningkatkan penetrasi asuransi syariah di Indonesia.
Untuk itu menurut Sharia, Government Relations, and Community Investment Director Prudential Indonesia Nini Sumohandoyo Prudential Life Syariah terus melakukan persiapan untuk melakukan spin off, seperti penyiapan sumber daya nanusia (SDM) dan produk-produk pendukungnya.
Baca Juga
"Kami sudah melakukan persiapan (untuk IPO). Bukan baru. Tapi sudah lama, sudah dua tahun yang lalu. Mudah-mudahan Prudential Indonesia bisa melakukan spin off lebih cepat daripada yang sudah diberikan oleh pemerintah," katanya dikutip dari Antara, Senin (12/4/2021).
Advertisement
Dikatakannya, literasi asuransi di Indonesia masih rendah, bahkan literasi asuransi syariah di Tanah Air lebih rendah sehingga menjadi pekerjaan rumah (PR) yang besar untuk bisa meningkatkan tingkat literasi tersebut.
"Secara prioritas OJK mengimbau lembaga jasa keuangan termasuk Prudential untuk berfokus kepada saudara-saudara kita di UMKM, petani, nelayan, masyarakat di wilayah 3T yakni tertinggal, terluar, dan terdepan. Lalu perempuan, ibu rumah tangga, dan tidak kalah pentingnya pentingnya peranan jurnalis dalam hal literasi keuangan," katanya.
Sementara itu, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat mengaku pihaknya terus mendukung agar UUS di perusahaan asuransi konvensional bisa melakukan spin off sesuai yang ditargetkan oleh regulator, namun agar spin off dilakukan oleh perusahaan yang benar-benar siap.
"Kami mendukung spin off. Tapi tidak hanya dijadikan aksi korporasi. Setiap perusahaan harus menunjukkan komitmennya untuk mengembangkan unit usaha syariah yang salah satunya dengan memilih direktur khusus untuk asuransi syariah sehingga dalam beberapa tahun ke depan bisa berkembang," tuturnya.
Menurut dia hal itu penting agar ketika spin off maka UUS tersebut bisa meningkatkan kapasitasnya mengingat penetrasi industri asuransi syariah di Tanah Air terbilang masih kecil.
"Supaya muncul asuransi syariah yang kuat dan meningkatkan kapasitasnya terutama memperbesar pangsa pasar sehingga tercipta industri asuransi yang lebih kuat," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perkuat Industri Asuransi, OJK Tetapkan Kebijakan Manajemen Risiko
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan kebijakan manajemen risiko guna memperkuat industri asuransi. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 8/SEOJK.05/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi mengatakan, peningkatan kegiatan usaha lembaga jasa keuangan non-bank (LJKNB) dengan risiko yang semakin kompleks perlu diiimbangi dengan penerapan manajemen risiko yang memadai.
"Penerapan manajemen risiko tersebut tidak hanya ditujukan bagi kepentingan LJKNB, tetapi juga bagi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa dan layanannya," ujar Riswinandi dalam pernyataan resmi OJK, Jumat (19/3/2021).
Riswinandi kemudian memaparkan tiga manfaat penerapan manajemen risiko di LJKNB. Salah satunya lembaga bersangkutan dapat mengidentifikasi, mengukur, mengendalikan, dan memantau risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usahanya dengan baik.
Kemudian, LJKNB dapat melakukan kegiatan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta standar, prinsip dan penyelenggaraan praktik usaha yang sehat. Termasuk senantiasa memenuhi kewajiban kepada konsumen sesuai dengan yang diperjanjikan.
"Masyarakat memperoleh layanan jasa keuangan yang optimal dan terlindungi haknya," ungkap Riswinandi.
Penerapan manajemen risiko pada setiap perusahaan asuransi dan reasuransi, baik konvensional maupun syariah juga wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran, dan kompleksitas usaha perusahaan dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi dan potensi permasalahan yang dihadapi.
"Perusahaan asuransi juga harus memiliki dan menerapkan strategi, kebijakan, dan prosedur manajemen risiko yang disusun secara tertulis dan dapat dituangkan dalam bentuk pedoman internal manajemen risiko perusahaan," jelas Riswinandi.
Advertisement