Liputan6.com, Jakarta - Saat ini gencar isu rencana Pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (sembako). Ketentuan PPN sembako ini telah diterbitkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Lantas apa itu PPN?
Dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan Kemenkeu.go.id, Kamis (10/6/2021), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
Advertisement
PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Diketahui saat ini Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009.
Dijelaskan, pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 18/2000 tidak dikenakan PPN.
Namun, kini Pemerintah berencana akan menaikkan PPN di angka 12 persen. Hal itu berlaku untuk sembako. Berdasarkan Pasal 4A RUU KUP, sembako dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.
Sembako sebagai barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebelumnya tidak dikenakan PPN, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
Tidak hanya sembako, jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya juga kini dihapus dari daftar pengecualian PPN.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sembako hingga Pasir Bakal Kena PPN 12 Persen, Ini Daftar Lengkapnya
Pemerintah berencana akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (sembako). Ketentuan PPN sembako ini telah diterbitkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Mengacu Pasal 4A RUU KUP, Kamis (10/6/2021), sembako dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.
Sembako sebagai barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebelumnya tidak dikenakan PPN, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
Dengan begitu, ada 13 kategori sembako pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 yang nantinya akan dikenai PPN, antara lain:
1. Beras dan Gabah
2. Jagung
3. Sagu
4. Kedelai
5. Garam Konsumsi
6. Daging
7. Telur
8. Susu
9. Buah-buahan
10. Sayur-sayuran
11. Ubi-ubian
12. Bumbu-bumbuan
13. Gula Konsumsi
Advertisement
Barang Hasil Tambang
Tidak hanya sembako, jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya juga kini dihapus dari daftar pengecualian PPN.
Seperti dikutip dari PP Nomor 144/2000, berikut daftar hasil pertambangan/pengeboran yang akan dikenakan PPN:
1. Minyak Mentah (crude oil)
2. Gas Bumi
3. Panas Bumi
4. Pasir dan Kerikil
5. Batubara sebelum diproses menjadi Briket Batubara
6. Bijih Besi, Bijih Timah, Bijih Emas, Bijih Tembaga, Bijih Nikel, dan Bijih Perak serta Bijih Bauksit
Adapun besaran tarif PPN seperti diatur dalam Pasal 7 RUU KUP adalah 12 persen. Tarif PPN sendiri dapat diubah jadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.