LaporCovid-19 Sebut PPKM Darurat Belum Efektif Tekan Laju Penyebaran Virus

Pelanggaran PPKM Darurat terbanyak terjadi di sektor perkantoran dan pusat bisnis, yaitu 31 persen.

oleh Athika Rahma diperbarui 22 Jul 2021, 12:40 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2021, 12:40 WIB
8 Gerbang Tol Jakarta-Cikampek disekat untuk mengendalikan mobilitas masyarakat selama periode PPKM Darurat Jawa-Bali.
8 Gerbang Tol Jakarta-Cikampek disekat untuk mengendalikan mobilitas masyarakat selama periode PPKM Darurat Jawa-Bali. (Foto: PT Jasa Marga)

Liputan6.com, Jakarta - LaporCovid-19 menilai penerapan PPKM Darurat belum terlalu efektif dalam menekan laju penyebaran virus dan menurunkan kasus positif.

Relawan LaporCovid-19 Yemiko Happy mengatakan, penilaian tersebut didasarkan pada analisa LaporCovid-19 terhadap laporan masyarakat soal pelanggaran PPKM Darurat yang berjumlah rata-rata 30 laporan per hari.

"Banyaknya pelanggaran PPKM Darurat menunjukkan bahwa PPKM tidak terlalu efektif," ujar Yemiko dalam konferensi pers virtual, Kamis (22/7/2021).

Dari laporan yang diterima LaporCovid-19, pelanggaran PPKM Darurat terbanyak terjadi di sektor perkantoran dan pusat bisnis, yaitu 31 persen, disusul dengan tempat publik seperti lapangan atau pinggir jalan raya sebesar 21 persen dan individu atau kelompok yang positif Covid-19 tapi tidak melakukan isolasi mandiri, sebesar 13 persen.

"Lalu peribadahan 10 persen, karena kemarin ada hari raya Idul Adha karena ibadah di tempat. Dan masih ada juga pendidikan yang membuka layanan tatap muka (10 persen), kemudian hajatan (8 persen) dan tempat makan (7 persen)," jelas Yemiko.

Lanjut Yemiko, keluhan masyarakat terbanyak masih mengenai pencarian rumah sakit atau tempat isolasi (40 keluhan), pelayanan puskesmas (26 keluhan) hingga konsultasi online (25 keluhan).

"Keluhan terhadap pemerintah juga banyak, seperti ketua RT dan RW tidak tanggap terhadap masyarakat yang isoman," katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Stigma

Tak hanya itu, masyarakat juga masih memiliki stigma terhadap Covid-19 yang paling besar dihadapi perempuan (59 persen). Stigma tersebut paling banyak berupa anggapan bahwa pengidap Covid-19 membawa aib sehingga harus dikucilkan.

"Lalu permasalahan bansos, ini paling banyak masalah terkait penyaluran (33 persen), penyaluran tidak tepat, tidak terdata ini masih ada. Ada yang bahkan belum menerima sama sekali dari awal pandemi," katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya