Bea Cukai Tindak 14 Ribu Barang Ilegal, Nilainya Capai Rp 12,5 Triliun

Nilai barang ilegal hasil penindakan Bea Cukai tersebut naik dua kali lipat dibandingkan 2020, dan berasal dari 14.000 penindakan.

oleh Andina Librianty diperbarui 26 Agu 2021, 12:41 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2021, 12:37 WIB
Logo Bea dan Cukai (DJBC)
Logo Bea dan Cukai (DJBC)

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa terjadi lonjakan penindakan barang ilegal selama pandemi Covid-19. Nilai penindakan barang ilegal tercatat mencapai Rp 12,5 triliun pada Juli 2021.

Nilai barang hasil penindakan tersebut naik dua kali lipat dibandingkan 2020, dan berasal dari 14.000 penindakan. Nilai penindakan barang ilegal pada 2020 sebesar Rp 6,3 triliun.

"Dari jumlah nilai barang hasil penindakan, pada 2020 mencapai Rp 6,3 triliun. Tapi kemudian pada 2021 nilainya terjadi lonjakan mencapai Rp 12,5 triliun, naik 2 kali lipat dari 2020, bahkan sekarang baru bulan Juli," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, dalam konferensi pers pada Kamis (26/8/2021).

Selain itu, Bea Cukai mencatat nilai hasil penindakan pada 2018 mencapai Rp 11 triliun dari 18 ribu langkah penindakan, kemudian pada 2019 Rp 5,6 triliun dari 21 ribu penindakan, dan jumlah penindakan pada 2020 naik menjadi 22 ribu.

"Dan di posisi Juli 2021, itu sudah mencapai 14 ribu langkah penindakan yang kita lakukan. Jadi hampir 50 persen lebih dari posisi 2020," jelasnya.

 

Rincian Barang Ilegal

Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai telah memberikan insentif fiskal importasi
Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai telah memberikan insentif fiskal importasi.

Dari penindakan tersebut, penindakan barang ilegal paling banyak berasal dari rokok 41 persen, kemudian dari minuman keras 7 persen, narkoba 7 persen, dan kendaraan 6 persen. Kemudian juga ada dari tekstil hingga obat-obatan.

Melihat hasil penindakan ini, DJBC terus mengoptimalkan operasi gempur rokok ilegal.

Berdasarkan kajian UGM, tingkat peredaran rokok ilegal di Indonesia mencpai 4,8 persen. Walaupun masih lebih rendah daripada Vietnam 23 persen, tapi pemerintah ingin menekannya hingga menjadi hanya 3 persen.

"Langkah ini adalah langkah koordinasi yang harus dilakukan secara konsisten dan masif, serta tentunya ini akan membantu meningkatkan penerimaan dari cukai," ungkap Askolani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya