Liputan6.com, Jakarta - Menteri PPN, Suharso Manoarfa mengatakan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) atau ibu kota baru butuh waktu sekitar 15 sampai 20 tahun. Bahkan ia mengakui kalau saat ini sedang digodok aturan terkait ibu kota baru tersebut sebagai payung hukum pembangunan.
Merespon hal itu, Pakar Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menilai pemerintah perlu menentukan sektor prioritas dalam permulaan pembangunan ibu kota negara jika diteruskan. Hal yang paling utama kata dia adalah payung hukum.
“Ini butuh komitmen politik, tanpa ada kepastian hukum, dukungan politik, perencanaan ini memang butuh waktu apalagi pelaksanaannya, kalau belum ada aturan hukum, ini bisa terhambat,” katanya.
Advertisement
Terkait dasar hukum ini, ia menyinggung terkait isu rencana amandemen UUD 1945 yang terkait dengan konteks pembangunan jangka panjang. Bahwa ada kemungkinan pencantuman pemindahan IKN dimasukkan dalam aturan tersebut.
Sehingga dengan masuknya aturan tersebut, siapapun pemimpin negara selanjutnya, proyek IKN ini akan terus dilanjutkan. “Mungkin kita butuh ibu kota yang mencerminkan indonesia sebagai negara maju, sebagai negara terkemuka dengan GDP tinggi, pendapatan tinggi, industri maju, masyarakat sejahtera,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (3/9/2021).
Ia menyinggung juga terkait isu Jakarta yang diprediksi akan tenggelam sekitar 2050. Kemudian, terkait Jakarta sebagai ibu kota yang tak mampu lagi menampung beban karena tingginya tingkat urbanisasi
“Yang jadi penting bagi kita ingin bangun kota masa depan yang direncanakan sejak awal, dengan tingkate bencana paling rendah karena Jakata ini dikatakan kota yang memiliki ptensi bencana tinggi,” katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pembangunan 20 Tahun
Terkait jangka waktu pembangunan, Yayat menilai hal itu normal dalam rencana pembangunan sebuah kota baru. Apalagi, ini terkait dengan pembangunan Ibu Kota Negara yang jadi ikon Indonesia.
Sebagai contoh, ia mengisahkan tentang rencana pembangunan kawasan BSD yang di direncanakan sejak 1984 dan baru mulai beroperasi efektif pada circa 2000-an. Namun, yang menurutnya penting adalah pemerintah perlu memiliki skenario per lima tahun.
“Misalnya, dalam lima tahun pertama ini harus ditentukan kapan mulai Groundbreaking, pemerintah harus kasih kepastian kapan mulai groundbreaking,” katanya.
Ia menilai, langkah groundbreaking akan jadi satu tonggak sejarah sehingga bisa dilanjutkan dengan rencana lima tahun selanjutnya.
“Harus ditetapkan (target) 5 tahun kedepan (dan) sudah bisa terwujud, harus sudah ada bentuk awalnya, jadi perlu skenario tahun pembangunan, per lima tahun,” katanya.
“Misal pada Januari 2022 mulai groundbreaking, ini pada 2024 sudah bisa terbangun berapa persen, dan harus dijamin ini bisa dibiayai,” imbuhnya.
Advertisement
Potensi Mangkrak
Terkait panjangnya waktu proyek yang berpotensi mangkrak di tengah jalan pembangunan, Yayat mengingatkan tentang pentingnya skenario prioritas. Pemerintah perlu menyusun tiga bentuk skenario, yakni skenario optimis, skenario tingkat sedang, dan skenario pesimis.
“Jadi kalau tidak dibuat itu, maka harus diambil satu skenario kebijakan dengan tingkat skenario paling rendah, tetapkan target mana yang harus didahulukan, misalnya pembangunan utilitas dasar, kapan jalan selesai di bangun, kapan air minum tersedia?,” katanya.
Ia menekankan, utilitas dasar dan keperluan dasar tersebut juga perlu ditarget kapan akan selesai. Menimbang itu akan jadi penopang pertumbuhan ekonomi dan sosial di lokasi tersebut.
Dengan demikian, pemerintah juga perlu untuk menentukan sumber dana pembangunan IKN tersebut. jika tidak, potensi mangkrak dan proyek tidak selesai akan semakin besar.
“Karena apbn hanya bantu 20 persen, sisanya harus dicari, itu jadi tantangan awal yang harus diperhatikan,” ujarnya.
Ia menyarankan, biaya APBN bisa digunakan untuk pembuatan utilitas awal penunjang perekonomian dan kegiatan di lokasi IKN tersebut. Jadi, ketika ekonominya sudah mulai merangkak naik, perpindahan IKN tidak akan terlalu besar. Karena ia memandang ibu kota harus bisa menjadi sentra penggerak ekonomi.
Setelah skema pembiayaan dan utilitas dasar, Yayat menyoroti tentang lembaga yang perlu didahulukan pembangunannya di wilayah ibu kota baru. Dengan demikian, fungsi pemerintahan akan tetap jalan.
“Misalnya kementerian-kementerian teknis, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian, karena (ibu kota) harus jadi superhub ekonomi, minimal Direktorat Jenderalnya dulu, agar ada pergerakan,” tuturnya.
Backup Pemerintahan
Ketika sudah berjalan dan sebagian sektor telah pindah ke ibu kota baru, ia mengatakan pemerintah perlu memperhatikan juga skenario saat masa transisi. Minimal dengan menentukan backup dengan memanfaatkan wilayah sekitar IKN.
“Kota Balikpapan bisa jadi backup terkait pertumbuhan, Balikpapan sudah bagus infrastruktur, fasilitasnya sudah, tempat tinggal oke. Apalagi pembangunan harus dipercepat,” katanya.
Pada masa transisi ini, juga Yayat menilai pemerintah perlu memanfaatkan teknologi informasi. Ini jadi kunci untuk bisa terus menjalankan fungsi pemerintahan sementara perpindahan ibu kota juga dijalankan.
“Teknologi jadi penting, infrastruktur digital teknologi harus segera diwujudkan, karena pada praktiknya (pemerintah) tetap aja bekerja terus, tidak ada masalah meski harus secara virtual. Kita sudah terbiasa dengan model-model zoom ini, semua bisa dipantau, koordinasi offline bisa dilakukan sesekali,” tegasnya.
Kendati demikian, ia kembali mengingatkan pemerintah perlu mampu beradaptasi dalam kondisi saat ini dan kemudian menentukan target pembangunan kedepannya. Pemerintah juga perlu untuk mengacu pada skenario prioritas yang telah dibuat.
Advertisement