Rupiah Ditutup Menguat 14.266 per Dolar AS Ditopang Optimisme Pertumbuhan Ekonomi

Nilai Rupiah terhadap dolar atau USD ditutup menguat 41 poin atau sebesar 14.266 dari penutupan sebelumnya di level 14.307

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Okt 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2021, 16:00 WIB
FOTO: Akhir Tahun, Nilai Tukar Rupiah Ditutup Menguat
Karyawan menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di Jakarta, Rabu (30/12/2020). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 80 poin atau 0,57 persen ke level Rp 14.050 per dolar AS. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar Rupiah terhadap dolar atau USD ditutup menguat 41 poin atau sebesar 14.266 dari penutupan sebelumnya di level 14.307. Sedangkan untuk perdagangan senen depan, mata uang Rupiah kemungkinan dibuka fluktuatif namun ditutup menguat di rentang 14.250-14.290 per USD.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan, penguatan Rupiah terjadi karena pasar optimis pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga akan positif walaupun tidak sebesar kuartal kedua 2021 di 7,07 persen. Membaiknya data terlihat dari indikator aktivitas manufaktur Purchasing Managers Index (PMI) kembali menunjukkan arah pemulihan yang semakin kuat, yaitu sebesar 52,2 di bulan September 2021.

"Angka ini berarti aktivitas produksi manufaktur diekspektasi akan kembali di zona ekspansi (di atas 50) setelah dua bulan berada di level kontraksi (Juli 40,1 dan Agustus 43,7)," kata dia kepada wartawan, Senin (4/10).

Dia menilai perbaikan aktivitas sisi produksi terjadi sangat cepat. Ini sejalan dengan kemajuan pengendalian pandemi Covid-19 yang juga berjalan sangat cepat dan efektif. Tambahan kasus harian Covid-19 sudah menurun sangat signifikan dalam dua bulan terakhir, per 30 September telah sangat rendah yaitu 1.690 kasus per hari.

"Terkendalinya pandemi di tanah air seiring juga dengan vaksinasi yang mencapai 142,19 juta," imbuhnya.

Kemajuan ini akan terus meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam beraktivitas sejalan langkah Pemerintah untuk melakukan pembukaan bertahap (gradual reopening) secara hati-hati dengan menurunkan level PPKM Jawa-Bali.

Penguatan juga terjadi akibat sisi konsumsi yang juga menunjukkan tren yang sama, sudah meningkat sangat pesat. Laju pemulihan aktivitas konsumsi tercermin dari inflasi September yang tercatat 1,60 persen (yoy), meningkat tipis dari angka Agustus 1,59 persen (yoy). Inflasi September dipengaruhi oleh naiknya inflasi administered price seiring mobilitas masyarakat yang mulai meningkat.

Terkendalinya pandemi, kata dia tidak lepas dari dukungan seluruh pihak, baik dalam menjaga mobilitas, beradaptasi dengan kenormalan baru, hingga menyukseskan vaksinasi. Pemerintah melalui APBN memegang peranan penting melalui program pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Meski begitu dia memandang, ketidakpastian akibat pandemi masih tinggi. APBN terus bersiaga dan tetap memiliki fleksibilitas sebagai instrumen kebijakan. Pemerintah terus mengambil langkah antisipatif dan mengambil langkah-langkah yang semakin efektif dalam pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sisi Eksternal

Rupiah Menguat di Level Rp14.264 per Dolar AS
Pekerja menunjukan mata uang Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (19/6/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sore ini Rabu (19/6) ditutup menguat sebesar Rp 14.269 per dolar AS atau menguat 56,0 poin (0,39 persen) dari penutupan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Ibrahim menambahkan, selain faktor internal penguatan mata uang Garuda ini juga dapat dilihat dari sisi eksternal. Di mana saham pengembang China Evergrande Group dihentikan di Hong Kong pada hari sebelumnya. Tidak ada alasan yang diberikan untuk penangguhan, yang memicu kembali kekhawatiran tentang penularan global dari kesengsaraan utang pengembang.

Selain itu, The Fed bisa hampir memenuhi mandat inflasi yang ditetapkan untuk menaikkan suku bunga, menurut Presiden Bank Fed Philadelphia Patrick Harker. Namun, dia menambahkan bahwa itu bisa menjadi satu tahun atau lebih lama sebelum tujuan pekerjaan bank sentral terpenuhi untuk memungkinkan kenaikan suku bunga.

Rekan Harker, Presiden Bank Fed Cleveland Loretta Mester, mengatakan pada hari Jumat bahwa kondisi kenaikan suku bunga dapat dipenuhi pada akhir 2022, dengan inflasi diperkirakan akan kembali ke target Fed pada 2022.

Investor juga menunggu banyak keputusan kebijakan bank sentral, dengan Reserve Bank of Australia menjatuhkan keputusan kebijakannya pada hari Selasa, Reserve Bank of New Zealand menyusul sehari kemudian dan Reserve Bank of India menjatuhkan keputusannya pada hari Jumat.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya