Ketahui 5 Fakta Kereta Cepat Jakarta Bandung, Biaya Membengkak hingga Luhut Pimpin Komite

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mengizinkan proyek kereta cepat Jakarta Bandung memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

oleh Nurmayanti diperbarui 11 Okt 2021, 21:00 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2021, 21:00 WIB
Progres Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Aktivitas pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di kawasan Halim, Makasar, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Progres pembangunan konstruksi KCJB telah mencapai 73 persen dan ditargetkan masuk tahap uji coba operasional pada akhir 2022. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus menyelesaikan proyek kereta cepat Jakarta Bandung. Di tengah prosesnya, proyek yang disebut juga Kereta Cepat Indonesia China ini tengah menjadi sorotan.

Hal yang jadi sorotan terkait membengkaknya biaya proyek kereta cepat yang diprediksi mencapai USD 1,9 miliar atau Rp 27 triliun.

Dari awalnya biaya proyek kereta cepat hanya membutuhkan anggaran pembangunan USD 6,07 miliar (Rp 85 triliun), dengan rincian EPC USD 4,8 miliar dan non EPC USD 1,3 miliar. Kemudian naik menjadi USD 7,97 miliar atau Rp 111,5 triliun.

Membengkaknya anggaran membuat pemerintah gerak cepat mengambil tindakan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mengizinkan proyek kereta cepat Indonesia China diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta-Bandung.

Selain soal membengkaknya anggaran biaya proyek, berikut fakta-fakta tentang proyek kereta cepat Jakarta Bandung, seperti dirangkum Liputan6.com, Senin (11/10/2021):

1. Penyebab Membengkaknya Biaya Proyek

Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menuturkan, berbagai hal yang jadi alasan pembengkakan dana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut.

Mulai dari perubahan desain, hingga dampak pandemi Covid-19 yang mengganggu arus keuangan pemegang saham proyek.

“Di mana-mana ketika kita membuat kereta api cepat dan yang seperti ini kayak jalan tol dan sebagainya, itu memang di tengah perjalanan apalagi yang panjang (prosesnya) itu, ditengah jalan pasti ada perubahan-perubahan desain karena ada kondisi geografis dan geologis yang berbeda, berubah dari awal yang diperkirakan,” katanya kepada wartawan, dikutip Minggu (10/10/2021).

Masalah perubahan harga tanah yang meningkat juga masuk dalam daftar faktor penambahan biaya proyek kereta cepat ini.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


2. Luhut Pimpin Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Kereta cepat Jakarta - Bandung
Anak-anak bermain di proyek pembangunan kereta cepat yang sedang dalam tahap pengerjaan di Padalarang, Kabupaten Bandung, Sabtu (25/9/2021). Kereta cepat Jakarta-Bandung ditargetkan beroperasi pada akhir tahun 2022 dan akan dilakukan uji coba pada November 2022 mendatang. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan untuk memimpin Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Aturan ini diteken Jokowi pada 6 Oktober 2021.

"Dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Badan Usaha MilikNegara, dan Menteri Perhubungan, yangselanjutnya disebut dengan Komite," demikian bunyi Pasal 3A.

Dalam Perpres ini, dijelaskan bahwa pemerintah menugaskan konsorsium badan usaha milik negara (BUMN) yang dipimpin PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk mempercepat penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung.

Adapun konsorsium BUMN itu antara lain,PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara VIII. Konsorsium BUMN dapat diwujudkan dalam bentuk perusahaan patungan.

Berdasarkan Pasal 3A ayat 2, Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung bertugas untuk menyepakati dan/atau menetapkan langkah yang perlu diambil untuk mengatasi bagian kewajiban perusahaan patungan apabila ada masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost ouemtn) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung yang meliputi:


3. Jokowi Izinkan Proyek Pakai APBN

Progres Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Pekerja beraktivitas menyelesaikan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di kawasan Halim, Makasar, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Stasiun Halim akan menjadi stasiun keberangkatan sekaligus kedatangan KCJB dan berakhir di Stasiun Tegalluar Bandung. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Pemerintah memutuskan membolehkan proyek kereta cepat Jakarta Bandung memakai APBN. Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta-Bandung.

Proyek kereta cepat diketahui memerlukan dana tambahan, sehingga dana penuntasan proyek tersebut membengkak. Dalam beleid yang diundangkan dan ditandatangani Jokowi pada 6 Oktober 2021 ini, antara lain mengizinkan penambahan dana proyek kereta cepat Jakarta Bandung dari APBN.

Penambahan dana ini tertuang dalam Pasal 4 ayat 2 pada Perpres No. 93 Tahun 2021. Disebutkan selain dana-dana yang diatur pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut, dimasukkan APBN sebagai penopang dana tambahan.

“Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal,” tulis pasal 4 ayat 2, dikutip dari laman maritim.go.id, Minggu (10/10/2021).

Pembiayaan melalui APBN tersebut melalui skema penyertaan modal negara (PMN) kepada konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lalu penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN.

PMN kepada pimpinan konsorsium BUMN tersebut diberikan dalam rangka memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasita usaha pimpinan konsorsium.

“(untuk) pemenuhan kekurangan kewajiban penyetoran modal (base equity) perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) kepada perusahaan patungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2),” tulis Pasal 4 ayat 4a.

“Memenuhi kewajiban perusahaan patungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) akibat kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat antara Jakarta dan Bandung,” dilanjutkan pasal 4 ayat 4b.

Diketahui, konsorsium pelaksana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dipimpin PT Kereta Api Indonesia dan terdiri dari PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara VIII.

 


5. Tunggu Aduit BPKP

Ilustrasi Kereta Super Cepat
Ilustrasi kereta super cepat. (Doc: AFP)

Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menyebut pemerintah telah meminta audit ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait biaya proyek kereta cepat Jakarta Bandung. Proses audit diharapkan selesai pada Desember 2021.

Langkah audit ini, sebagai syarat mekanisme penambahan modal bagi perampungan proyek kereta cepat tersebut.

“Hal itu akan ditetapkan angkanya setelah adanya audit oleh BPKP. Jadi sebelum audit ini itu tidak akan dilakuakan (penambahan). Nah maka audit ini kami harapkan akan selesai sampai Desember 2021,” katanya kepada wartawan, Minggu (10/10/2021).

Dengan adanya audit tersebut guna memastikan bahwa penambahan anggaran bukan karena akibat tindak korupsi atau penyelewengan dana selama proses penyelesaian proyek.

“Jadi gak ada namanya kelebihan anggaran atau akibat ini itu, kita jaga gitu, gak ada potensi-potensi apapun di sana, potensi korupsi, potensi penyelewengan tidak akan kita akomodir,“ tegas Arya.

“Makanya kami dari kementerian BUMN sudah meminta audit oleh BPKP, jadi audit dulu, baru ditetapkan angka yang dibutuhkannya, berapa angka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan KCIC ini,” imbuh dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya