KPPU Ingatkan Pengusaha Soal Persekongkolan Tender: Hati-Hati Sanksi Berat

Persekongkolan tender menjadi salah satu perkara yang paling banyak ditemui KPPU.

oleh Arief Rahman H diperbarui 15 Okt 2021, 10:15 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2021, 10:15 WIB
Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur S. Saragih.
Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur S. Saragih.

Liputan6.com, Jakarta - Dinamika persaingan usaha di Indonesia membawa banyak potensi pelanggaran, termasuk pada persekongkolan di ranah tender. Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur S Saragih mewanti-wanti para pengusaha yang ikut tender untuk berhati-hati.

“Ini akan kita dorong bersama dengan daftar hitam ini bagaimana nanti efektif, kita hari ini juga dengan UPN kerja sama ini, dan kepada pelaku usaha yang untuk tender hati-hati,” katanya dalam webinar Daftar Hitam Bagi persekongkolan Tender, Jumat (15/10/2021).

Guntur mengingatkan terkait sanksi yang akan diberikan kepada pelanggar dalam ranah tender ini bisa dibilang sanksi lebih berat daripada denda.

“(karena) Salah satu putusan di KPPU itu ya melarang kegiatan tender di waktu mendatang. Alhamdulillah ini sudah berkoordinasi dengan baik dengan LKPP jadi ini akan jadi sanksi bisa jadi lebih berat daripada denda,” katanya.

Kendati begitu, terkait besaran denda, ia mengamini telah ada perubahan dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatur besaran denda yang dibebankan mengacu pada aset yang dimiliki.

Nilai yang ditentukan tersebut, kata Guntur memang memiliki potensi lebih besar dibanding aturan sebelumnya pada Undang-Undang Nomor 5/1999 yang mencantumkan nilai total sebesar Rp 25 miliar.

“Namun ada potensi lain, yakni sanksi administratif berupa larangan untuk melakukan kegiatan usaha yang akan datang,” katanya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Perkara Paling Banyak

(Foto: Liputan6.com/Maulandy R)
Konferensi pers KPPU pada Senin (1/7/2019) (Foto: Liputan6.com/Maulandy R)

Pada kesempatan yang sama, Guntur mengatakan terkait persekongkolan tender ini menjadi salah satu perkara yang paling banyak ditemui KPPU. Ia menyebut dalam Pedoman KPPU Pasal 22 Larangan Persekongkolan dalam Tender terdapat beberapa macam pelanggaran.

“Memang cukup miris, karena kegiatan pengadaan barang dan jasa kita masih banyak ditemukan (pelanggaran), aturan ini sudah dikuatkan di MA,” katanya.

Bahkan yang jadi perhatian Guntur, ada jenis persekongkolan secara vertikal. “Itu pelanggaran bahkan ada juga persekongkolannya vertikal. Hal yang agak aneh dalam penemuan perkara kami itu ada yang vertikal,” katanya.

Guntur mengatakan dalam doktrin persaingan usaha pun, kasus persekongkolan tender ini menjadi suatu pelanggaran yang berat. bahwa persekongkolan tender terjadi terkait dengan penentuan pemenang tender.

“Kalau kita lihat misalnya pelanggaran yang lain misalnya price fixing misal, itu harga saja yang dikondisikan jadi kartel dalam hal harga, dalam hal produksi, dalam hal area pemasaran, namun kalau di pasal 22 dalam hal penentuan pemenang, jadi lengkaplah sudah,” tuturnya.

Selain paling banyak ditemukan oleh KPPU, Guntur menyebut perkara ini termasuk dalam perkara paling berat. pasalnya, tak lagi menyoal penentuan harga, produksi atau area pemasaran yang masih memberikan ruang kepada konsumen untuk memilih.

“Sehingga bisa dimaklumi beberapa putusan dari majelis KPPU, pelarangan untuk ikuti tender pada masa berikutnya, kadang-kadang di area tertentu, ini bisa dimaklumi karena tidak lagi price fixing, atau area,” paparnya.

Selain itu, ia juga menaksir ini memiliki dampak yang menyangkut pada publik luas. Pasalnya, terkait tender ini banyak menyangkut pengadaan barang dan jasa pemerintahan.

Bahkan beberapa tender perkara tender itu menyangkut barang dan jasa pemerintah

“Pada akhirnya akan merugikan publik kalau pemenangnya bukanlah pelaku usaha yang paling kompetitif,” tegasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya