Gengsi Garuda Indonesia Berujung Malapetaka

Maskapai Garuda Indonesia pernah berjaya di masanya. Siapa yang tak kenal Garuda Indonesia, maskapai first class andalan Indonesia.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 10 Nov 2021, 11:17 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2021, 10:00 WIB
Pesawat Airbus A330 Garuda Indonesia
Pesawat Airbus A330 Garuda Indonesia mendarat di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda di Blang Bintang, Provinsi Aceh pada 13 Juli 2021. (CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP)

Liputan6.com, Jakarta Maskapai Garuda Indonesia pernah berjaya di masanya. Siapa yang tak kenal Garuda Indonesia, maskapai first class andalan Indonesia. Bukan sembarang orang bisa naik Garuda Indonesia kala itu. Hanya mereka yang berduit. 

Tidak hanya dalam hal imej di masyarakat, bagi para pekerja di lingkungan maskapai penerbangan pun juga demikian. Bekerja di Garuda Indonesia, tentu menjadi impian para flight attendant. Hal ini lantaran Garuda Indonesia memberikan penghasilan pilot hingga pegawai lainnya di atas rata-rata perusahaan lain.

Bahkan, Garuda Indonesia terus dinobatkan sebagai maskapai bintang 5 dari Skytrax. Di dunia, hanya ada 9 maskapai yang memiliki predikat itu. 

Maskapai tersebut yaitu All Nippon Airways (ANA), Asiana Airlines, Cathay Pasific, Hainan Airlines, Qatar Airways, Singapore Airlines, Lufthansa, EVA Air dan Garuda Indonesia.

Predikat mentereng ini nampaknya membentuk lingkungan kerja. Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengakui, gengsi para pegawai Garuda Indonesia terlalu tinggi. Hal ini yang kemudian hari membawa malapetaka. Seperti sekarang ini.

“Yang bikin masalah adalah ada excitement yang berlebihan. Gaya-gayaan, kalau istilah Pak Erick (Menteri BUMN) untuk terbang ke tempat-tempat yang gak jelas keuntungannya,” kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, seperti ditulis, Rabu (10/11/2021).

Tingginya gengsi, ditambah badai pandemi Covid-19, belum lagi masalah korupsi, membuat Garuda Indonesia tak lagi segagah dulu.

Wakil Menteri BUMN bahkan mengatakan Garuda Indonesia sebetulnya secara teknikal bangkrut mengingat ekuitas negatif hingga USD 2,8 miliar atau setara dengan Rp 40 triliun.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pangkas Rute

Ilustrasi Pesawat Terbang
Pesawat Terbang Garuda Indonesia (Liputan6.com/Fahrizal Lubis)

Alhasil, Garuda Indonesia mengungkapkan rencana bisnis Perseroan yang disodorkan kepada kreditur sebagai upaya restrukturisasi utang.

Irfan Setiaputra mengatakan, Perseroan memastikan maskapai pelat merah ini akan mencatatkan untung di kemudian hari. Sejalan dengan pemangkasan jumlah pesawat.

“Dengan jumlah pesawat yang jauh lebih kecil tetapi memberi jaminan kepada lessor yang juga punya kepentingan, bahwa Garuda sudah dipastikan menjadi perusahaan yang menguntungkan. Karena kita punya pengalaman bikin perusahaan ini untung dan bisa,” kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021).

Pemangkasan jumlah pesawat lantaran sejumlah lessor mengaku menyerah terhadap kondisi Garuda Indonesia. Sehingga memutuskan untuk melakukan grounding. Sehingga dengan jumlah pesawat yang dioperasikan minim, maka rute penerbangan juga makin terbatas.

“Selain rutenya kita kurangi, frekuensinya kita kurangi juga,” kata dia. Ini yang kita lakukan dan memang butuh waktu maksimum 270 hari kalau misalnya nanti PKPU diketuk,” kata Irfan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya