Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menantang PT Pertamina (Persero) untuk mengalokasikan dana dalam rangka upaya pengurangan emisi karbon. Hal itu menimbang peran penting sektor energi untuk mengejar target yang dimiliki Indonesia.
Ia menuturkan, Pertamina sebagai salah satu perusahaan energi terbesar di Indonesia yang juga milik negara, harus mampu turut serta. Maka, Sri Mulyani menantang jajajaran direksi Pertamina untuk melakukan bugget tagging atau alokasi anggaran untuk mendukung pengurangan emisi.
Baca Juga
Budget tagging yang dimaksud diarahkan kepada bidang operasional, investasi, dan belanja perusahaan yang berkaitan dengan perubahan iklim.
Advertisement
"Can you do the budget tagging? Our challenge. How much actually you spend on your operational cost, investment cost, capital spending, which is related to climate change?," katanya dalam Pertamina Energy Webinar, Selasa (7/12/2021).
Langkah ini mengacu pada yang telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan sejak 2016. Disana Sri Mulyani mengaku telah mengalokasikan sejumlah dana untuk memitigasi perubahan iklim.
"Saya harap pertamina juga lakukan hal yang sama, " ujarnya.
Kemenkeu memiliki tanggung jawab untuk melakukan desain dan pengarahan aturan bersama dengan kementerian dan lembaga lainnya. Seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian BUMN, Kementerian Lingkuhan Hidup dan Kehutanan serta Bappenas.
"Sejak 2016 kita sudah introduce budget tagging dari APBN yang associated with climate change. Jadi kita transparan dan akuntabel, berapa sih bagian pemerintah dari sisi fiskal yang commit ke climate change," katanya.
Ia menyebutkan pemerintah hanya bisa mengalokasikan 23 persen dari total belanja dalam mendukung transformasi menuju target pengurangan emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan inrernasional.
Maka, ia berharap sisanya akan ditanggung oleh pihak lain, khususnya di bidang energi, dalam hal ini termasuk juga Pertamina.
Diketahui, target rersebut harus bisa dilakukan dalam waktu 40 tahun dari sekarang. Dengan begitu, perusahaan energi seperti Pertamina ounya tanggung jawab untuk melakukan transformasi bisnis untuk menjadi pilar dalam mengejar targer ini.
"Dalam konteks ini, maka kita lihat bahwa peranan pihak (perusahaan energi) pentin. Fokus kita apa? Transisi ekonomi yang affordable and justice," katanya.
Keadilan yang dimaksud mengarah kepada perusahaan atau negara yang berkontribusi besar menghasilkan CO2 harus bertanggungjawan lebih besar. Ini jadi landasan indonesia akan mengenalkan poluter pay principle yang masuk dalam skema carbon market di Indonesia.
"Dari sisi affordability bahwa masyarakat kita dalam hal ini memiliki daya beli yang terbatas dan berbeda-beda, kelompok yang sangat mampu 10 persen 20 persen top itu jauh dari 40 persen dibawah," katanya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sisi Fiskal
Sementara itu di sisi fiskal, APBN memiliki banyak instrumen konsekuensi yang harus dijaga. Namun juga perlu dijaga agar APBN tetap dalam keadaan sehat.
"Untuk bisa dukung pemulihan ekonomi apalagi dalam situasi pandemi, tak berarti APBN tak mampu untuk desain atau signaling atau insentif untuk transformasi energi. Ini yang terus kita lakukan dengan kementerian dan lembaga," tuturnya.
Masih terkait APBN, Sri Mulyani mengakui pemerintah memiliki banyak misi. Sisi fiskal APBN perlu memperhatikan banyak goals, ada edukasi, kesehatan, pertahanan, keamanan, dan pemerataan.
"Energi juga penting, jadi Pertamina tidak bisa excuse 'bu mission kami banyak bu', ya sama, but can you deliver kalau Pertamina betul diurus dengan leadership yang baik bahwa masa depan harus disiapkan," katanya.
"Sehingga kita bisa siapkan Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang responsible tapi juga constructive namun affoedable dan justice dari sisi mendesain transformasi ini," imbuhnya.
Advertisement