Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan saat ini Pemerintah Indonesia mewaspadai tingginya inflasi yang dialami oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara di Eropa. Sebab, hal itu bisa menimbulkan efek rambatan (spillover) ke negara berkembang termasuk Indonesia.
“Kebijakan dari otoritas terutama moneter di negara maju Amerika dan Eropa pasti akan bisa menimbulkan spillover atau imbasan ke berbagai belahan dunia termasuk dalam hal ini Indonesia,” kata Menkeu dalam sosialisasi UU HPP secara virtual, Selasa (14/12/2021).
Baca Juga
Bendahara negara ini menyebutkan, pemulihan ekonomi yang terjadi di negara-negara maju saat ini disertai dengan inflasi yang tinggi. Misalnya inflasi yang terjadi di Amerika Serikat di bulan Oktober 6,2 persen tertinggi dalam 30 tahun terakhir, dan November inflasinya makin tinggi di kisaran 6,8 persen.
Advertisement
“Ini pasti akan memaksa otoritas moneter di Amerika Serikat untuk segera melakukan tapering atau pengetatan,” ujarnya.
Hal serupa juga terjadi di benua Eropa, salah satunya Jerman yang mencatat kenaikan inflasi di atas 4 persen. Tidak hanya itu saja, RRT sebagai ekonomi terbesar kedua juga sedang mengalami kondisi di mana kinerja dari perusahaan seperti evergrande yaitu properti terbesar yang berpotensi gagal bayar juga berpengaruh terhadap perekonomian negara berkembang.
Oleh karena itu, tingginya inflasi menjadi salah satu fenomena atau tantangan global yang harus diwaspadai oleh Indonesia. Pemerintah harus menjaga agar ekonomi di dalam negeri tetap kuat agar bisa pulih dengan baik agar tidak mengalami inflasi yang tinggi..
“Kita harus menjaga agar ekonomi kita cukup kuat tetap pulih. Kita bisa proyeksikan bahwa tekanan kepada otoritas moneter untuk melakukan pengetatan akan semakin besar secara politik maupun factual,” ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Permintaan Naik
Di sisi lain, pemulihan ekonomi juga disertai kenaikan harga komoditas dan kenaikan permintaan yang melonjak secara cepat tapi tidak disertai sisi supply, baik dari sisi tenaga kerja, maupun dari sisi distribusi dan transportasi, kontainer rangka atau letaknya di tempat yang tidak diharapkan sehingga terjadi mismatch.
“Supply distrupstion terjadi di mana-mana sehingga memang pemulihan ekonomi ini tidak akan dijamin mulus dan mudah banyak kerikil atau terjalan yang harus terus waspadai,” ujarnya.
Potensi inilah yang akan terus Pemerintah Indonesia waspadai pada saat akan memasuki Tahun 2022, di mana instrumen APBN menjadi instrumen penting untuk tetap melindungi masyarakat, melindungi ekonomi dan terus mendorong pemulihan ekonomi.
Advertisement