Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 secara signifikan telah memaksa kita untuk mengakselerasi adopsi teknologi. Transformasi digital bukan lagi menjadi pilihan namun sudah menjadi keharusan bagi industri dan korporasi.
Di sisi lain transformasi digital ini juga dihadapkan kenyataan mengenai kesadaran atau pentingnya terhadap data privacy dan cyber security.
Baca Juga
Untuk itu, RSM Indonesia memberikan paparannya dan penjelasan nya mengenai risiko teknologi informasi yang perlu menjadi perhatian melalui webinar dengan tema 2022 Outlook: IT Risk Post – Pandemic yang diadakan pada 23 Desember 2021 lalu.
Advertisement
Berdasarkan data milik BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), pada tahun 2021 setidaknya sebanyak 994.581.569 kali telah terjadi cyber-attack di Indonesia. Cyber-attack paling banyak terjadi pada bulan Mei 2021 dan malware menjadi top traffic anomaly cyber-attack di tahun 2021.
Head of Consulting RSM Indonesia Angela Simatupang menjelaskan bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan digital yang pesat terutama sejak pandemi Covid-19. Organisasi mau tidak mau harus mengakselerasi adopsi teknologi dan digital agar operasional bisa tetap berjalan.
"Di tahun 2022, dua risiko TI utama adalah cyber risk dan data privacy risk. Kalau organisasi punya security dan proses yang memadai serta didukung personil yang paham, itu dapat mengurangi eksposur atau dampak yang dihadapi bila organisasi terkena serangan," kata dia, Senin (27/12/2021)
Walaupun cyber insurance semakin marak, namun itu tidak dapat sepenuhnya mentransfer risiko, karena dampak dari serangan siber dan kebocoran data sangat besar terhadap reputasi dan kepercayaan organisasi, sehingga lebih penting untuk menguatkan dan terus memperbaiki proses dan memperkuat pengendalian.
Senior Manager Technology Risk Consulting Practice RSM Indonesia Erikman Pardamean, memaparkan, dari hasil survei yang telah dilakukan RSM Indonesia ke beberapa perusahaan, diprediksi 68 persen perusahaan merasa akan adanya cyber-attack di tahun 2022.
"Sebesar 3 persen malware akan menjadi potensi cyber-attack terbesar di Indonesia, yang mengakibatkan 46 persen akan menutup kegiatan operasional dalam organisasi dan 29 persen lainnya akan merasakan financial loss," ungkapnya.
Serta saat ini hanya 25 persen perusahaan yang sudah menggunakan cyber insurance, 57 persen perusahaan tidak menggunakan cyber insurance dan 18 persen lainnya tidak yakin dengan penggunaan cyber insurance.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Prediksi Ancaman
Partner Technology Risk Consulting Practice RSM Indonesia Ponda Hidajat menambahkan bahwa tahun 2022 mendatang diprediksi beberapa hal ini akan menjadi ancaman dalam bidang teknologi informasi. Seperti adanya cyber vulnerability, ransomware, tata kelola data dan teknologi informasi, transformasi digital, dan lain sebagainya.
"Untuk itu pentingnya bagi para pemimpin organisasi untuk sadar betapa pentingnya mengelola dan menanggulangi cyber-attack di masa mendatang,” paparnya.
“Kita tahu bahwa sudah ada beberapa kejadian kebocoran data di Indonesia. Itulah yang membuat tingkat keamanan data digital harus ditingkatkan lagi. Beberapa langkah juga dapat diambil untuk mencegah cyber-attack. Seperti dengan melakukan update password secara berkala, atau dengan melakukan update private policy, security protocol dan terus menerus mengedukasi user mengenai berbagai model cyber-attack” ujar Ponda.
Sebagai penutup juga dijelaskan bahwa pengelolaan cyber risk dan data privacy risk ini bukan hanya menjadi tanggung jawab para petinggi manajemen saja, namun juga menjadi tanggung jawab bagi seluruh insan perusahaan.
Advertisement