Satgas: Sistem Pengawasan Koperasi Masih Lemah

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah menilai undang-undang koperasi yang saat ini berlaku masih lemah dalam sisi pengawasan koperasi.

oleh Arief Rahman H diperbarui 28 Jan 2022, 17:45 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2022, 17:45 WIB
Ilustrasi koperasi
Ilustrasi koperasi. (Gambar oleh ar130405 dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah menilai undang-undang koperasi yang saat ini berlaku masih lemah dalam sisi pengawasan koperasi. Maka, dinilai perlu ada pembaruan dari sisi regulasi dan payung hukum keberadaan koperasi.

Hal ini menyangkut sejumlah permasalahan yang ditemukan berkaitan dengan koperasi. Diketahui, Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah saat ini tengah mendampingi penyelesaian delapan koperasi yang bermasalah.

Diketahui, saat ini aturan yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Ketua Satgas Agus Santoso menilai aturan ini perlu dilakukan perbaikan melihat model koperasi yang terus berkembang.

“Pertama, kita itu masih menggunakan dasar hukum tahun 92 nomor 25, sebelumnya ada berlaku juga UU nomor 17 tahun 2012 tapi kemudian dibatalkan MK, sehingga kembali ke UU tahun 92,” katanya dalam konferensi pers, Jumat (28/1/2022).

“Pengawasannya di undang-undang ini sangat lemah, mindsetnya itu tak digolongkan sebagai lembaga keuangan. Jadi koperasi simpan pinjam itu dibawah pengawasan Kemenkop dan tidak ke OJK. Ada yang berbadan hukum koperasi di OJK juga tapi kegiatan usaha lembaga keuangan,” imbuh dia.

Dengan koperasi yang tidak masuk dalam kategori lembaga keuangan, secara sistem hukumnya, di Kementerian Koperasi dan UKM masuk ke kategori usaha bersama ekonomi kerakyatan. Sehingga ini membedakan kelasnya dengan lembaha keuangan  semodel bank dan perusahaan keuangan yang terdaftar d Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kalau di koperasi itu kan anggota, pengawasannya bukan diserahkan ke negara, tapi diserahkan kepada anggota sendiri untuk memilih pengurus, pengawas koperasi, karena anggota itu sangat intens,” katanya.

Dengan pengawasan dibebankan kepada anggota, seharusnya penyelesaian berbagai masalah yang terjadi di koperasi itu dilakukan antara anggota dan pengurus koperasi. Skemanya melalui Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai sarana keterbukaan antara pengurus dan anggota koperasi.

“Pengawasan yang dilakukan pemerintah itu sangat sumir, pembinaan, penyuluhan, paling banter sanksi administrasi, sementara pengawasan perbankan bisa pengawasan khusus, ambil alih manajemen, (kalau kami) tidak sampai kesana, sheingga memang ini disebut sebagai lembaga ekonomi rakyat yang sifatnya demokratis,” tutur Agus.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pengawasan Khusus

Logo Koperasi.
Logo Koperasi.

Lebih lanjut, Agus mengatakan dalam menangani permasalah yang ada di koperasi sebaiknya perlu ada pengawasan khusus. Alasannya model koperasi sendiri telah menglami perubahan yang cukup signifikan.

“Tapi memang dalam praktik sekararng ternyata koperasi ini punya anggota ratusan ribu, punya cabang di berbagai kota, perilakunya mirip dengan bank, oleh karena itu kedapan kita harus berpikir karena KSP ini punya risiko sama dengan bank. Bisa mismatch liquidity dan solvability,” katanya.

“Musti kita perlakukan pengawasan khusus seperti kita awasi lembaga keuangan jadi ada fit proper test ada laporan transparansi, misal 3 bulan disampaikan di media massa. Lalu investasinya diawasi agar tetap likuid karena menjaga mismatch liquidity tadi,” imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya