AS Rajin Umbar Sanksi Ekonomi ke Negara Lain Bisa Bikin Dolar Ditinggalkan

Lembaga think-tank : sanksi yang dijatuhkan AS pada sejumlah negara bisa membuat mereka beralih dari ketergantungan dolar.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 22 Mar 2022, 23:04 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2022, 23:04 WIB
Ilustrasi pendanaan startup, funding startup, dolar, uang dolar, uang
Ilustrasi pendanaan startup, funding startup, dolar, uang dolar, uang. Kredit: Gerd Altmann via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga think-tank yang berbasis di Washington, Amerika Serikat, Institute for the Analysis of Global Security melihat sanksi yang dijatuhkan AS pada sejumlah negara bisa membuat mereka beralih atau berhenti dari ketergantungan dolar. 

Diketahui bahwa beberapa waktu lalu, AS menjatuhkan sanksi ekonomi pada Rusia atas invasi di Ukraina, secara efektif membekukan cadangan bank sentral dan memutuskan hubungan negara itu dari jaringan internasional pengirim pesan antar bank, SWIFT.

Dilansir dari CNBC International, Selasa (22/3/2022) Direktur Institute for the Analysis of Global Security, Gal Luft mengatakan, langkah-langkah sanksi ekonomi yang berat oleh AS dapat membuat bank sentral di berbagai negara mendiversifikasi portofolio cadangan devisa mereka.

Ia mengungkapkan, satu dari 10 negara di dunia berada di bawah beberapa bentuk sanksi AS. "Berbagai bank sentral mulai memiliki pertanyaan," kata Gal Luft dalam acara Street Signs Asia yang disiarkan CNBC.

"Hal itu memiliki efek kumulatif dan sebagai hasilnya, kami melihat dolar semakin sedikit memainkan peran dan portofolio bank sentral," ujarnya.

Komentar Gal Luft datang setelah Wall Street Journal melaporkan bahwa Arab Saudi sedang dalam pembicaraan dengan China untuk menerima yuan sebagai uang pembayaran minyak yang dibeli Beijing.

Menurut Gal Luft, pengalihan pembayaran itu memungkinkan Washington melihat defisit besar karena minyak dunia biasanya ditawarkan dalam dolar AS.

Lonjakan di Pasar Energi Global

Ilustrasi Harga Minyak Naik
Ilustrasi Harga Minyak Naik (Liputan6.com/Sangaji)

Dalam kesempatan terpisah, Gal Luft, yang juga merupakan penasihat senior Dewan Keamanan Energi AS, membahas ketidakpastian di pasar energi global.

"Gambaran keseluruhannya tidak bagus karena yang kita dapatkan hari ini adalah serangan jantung di atas serangan jantung," kata Gal Luft, merujuk pada situasi pasar energi di tengah pandemi dan perang Rusia-Ukraina.

Diketahui bahwa harga minyak telah melonjak selama dua tahun terakhir, ketika pandemi dimulai dan saat konflik Rusia-Ukraina pada Februari 2022.

Dengan situasi tersebut, Gal Luft menyerukan penataan kembali dalam energi dunia, sistem keuangan dan geopolitik, dan munculnya "tatanan dunia baru".

"Transisi memang tidak pernah menyenangkan," ujarnya.

"Itu selalu menyakitkan, tetapi itulah satu-satunya cara dunia dapat berubah dari satu tatanan dunia ke tatanan dunia lainnya," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya