Liputan6.com, Jakarta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut produksi dan lifting migas di 2022 masih terkendala pandemi sebelumnya. Diantaranya yang paling berpengaruh adalah unplanned shutdown atau pemadaman tak terencana.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyampaikan dampak di 2021 masih terasa di awal 2022 saat ini. Sehingga itu masih terasa di kuartal I 2022.
Baca Juga
“Produksi dan lifting, mostly kita masih terkena dengan kendala-kendala apa namanya entry point yang sangat rendah di tahun 2022, karena dampak pandemi yang di 2021. Jadi kita lost disana sekitar 20 ribu barel oil per hari,” paparnya dalam konferensi pers Kinerja SKK Migas Kuartal I 2022, Jumat (22/4/2022).
Advertisement
Ia membeberkan yang mempengaruhi minimnya produksi dan pengapalan itu adalah adanya unplanned shutdown yang terjadi. Apalagi di akhir 2021 juga terjadi kembali yang membuat produksi menurun.
Dalam perjalanannya, di 2021, Dwi menyampaikan, produksinya pernah tembus hingga 687 ribu barel minyak per hari, kemudian turun ke 648 BOPD di Mei 2021. Dari sini, Dwi menyampaikan produksi minyak meningkat terus hingga Agustus 2021.
“Tapi kemudian kena lagi di COB PMTS dan PPDM ini ada turn around di train 2 tripped. Ini kemudian yang membuat produksi lifting kembali turun lagi, karena ada gangguan tersebut,” katanya.
“Kemudian EMCL tripped dan sudah berupaya menaikkan (produksi) lagi, tapi di akhir 2021 berdampak pada produksi 2022, ini adanya pipa di PHE NWC bocor disana,” imbuh Dwi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Produksi 2022 Turun
Kemudian, masih di akhir 2021, Dwi menyampaikan, ada kondisi yang memperparah entry point di 2022. Yakni, PHR Rokan yang mengalami kendala karena penangkal petir tersambar sehingga membuat produksi menurun jadi 616 BOPD di Januari 2022.
“Ditambah lagi EMCL sempat blackout karena ada sambungan kabelnya terbakar. Jadi ini adalah unplanned shutdown yang terjadi dan februari-maret ini kita sudah mulai membaik lagi. Tapi sayang terakhir di minggu-minggu terakhir ada problem,” katanya menerangkan.
Ia menyebut, sebagai upaya untuk menghadapi unplanned shutdown tadi, pihaknya telah melakukan sejumlah strategi. Namun, belum terpantau berdampak maksimal.
“ini adalah hal-hal yang kalau kita lihat sekarang lawan kita yang paling utama adalah unplanned shutdown. Ini yang akan kita coba nanti bagaimana bisa menurunkan unplanned shutdown, ini sudah jadi strategi tapi so far belum sukses,” terangnya.
Advertisement
Perlu Ditingkatkan
Sebelumnya, Kenaikan harga minyak dunia diharapkan dapat mendongkrak produksi migas nasional lantaran keekonomian proyek menjadi menarik.
Apalagi adanya perbaikan ekonomi pasca menurunnya pandemi Covid 19 di berbagai negara yang menjadikan kebutuhan energi terus meningkat.
Praktisi Migas senior, Widyawan Prawira Atmaja, mengungkapkan bahwa eksplorasi perlu dilakukan untuk mendongkrak produksi.
Ditambah lagi, jika pemerintah melalui kontraktor migas bisa menemukan dua sampai tiga blok migas lain seperti Blok Cepu dengan produksi yang cukup tinggi.
“Kenaikan harga ini bisa menjadi momentum meningkatkan produksi, tetapi untuk jangka panjang PR kita masih banyak untuk menarik investasi masuk ke Indonesia,” kata dia, di Jakarta, (19/4/2022).
Dia mengatakan, situasi kenaikan harga minyak memang tidak serta merta membuat investor tertarik untuk berinvestasi atau melakukan kegiatan eksplorasi karena kenaikan itu salah satunnya disebabkan oleh ketidakpastian kondisi geopolitik saat ini.
Namun demikian, Indonesia harus tetap mengoptimalkan daya tarik investasi migas pada tahun-tahun ke depan.
“Investasi migas ini adalah investasi jangka panjang, jadi investor harus memiliki keyakinan dalam melaksanakan kegiatan usahanya, untuk itulah UU Migas menjadi solusi untuk menarik investasi migas ke Indonesia,” ujar dia.
Bersaing
Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara pada kesempataan yng sama mengatakan, saat ini Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain dalam menarik minat investasi dari para investor besar.
Menurutnya, industri hulu migas nasional membutuhkan pembenahan dari sisi fiskal dan nonfiskal. Selain itu, perlu ada perbaikan untuk proses perizinan.
“Insentif menjadi penting karena dari sisi kebijakan fiscal Indonesia masih kurang menarik bagi investor migas dibandingkan Negara lain,” ujar dia.
Hal penting yang harus menjadi focus saat ini adalah memanfaatkan momentum kenaikan harga minyak dunia untuk memberikan sinyal yang menarik bagi investasi migas di Indonesia “Insentif, kebijakan fiscal dan kemudahan untuk berusaha semuanya bermuara di RUU Migas,” kata dia.
Untuk itu, ia berharap agar RUU Migas yang kini sedang dibahas bisa segera selesai sehingga payung hukum tersebut bisa memberikan kepastian bagi investor dalam melaksanakan kegiatan usaha migas dan menarik lebih banyak investasi ke Indonesia.
Advertisement