Pertama di Indonesia, Rest Area Cibubur Bakal Punya Pengolahan Sampah Berbasis BSF

Perusahaan swasta membangun tempat pengolahan sampah organik dengan menggunakan teknik Bio-Conversion BSF (Black Soldier Fly/ Lalat Tentara Hitam) yang berlokasi di Rest Area Cibubur Square, Jakarta.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jun 2022, 01:09 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2022, 01:05 WIB
Budi Daya Maggot untuk Kurangi Sampah Organik
Petugas DLH DKI Jakarta melakukan perawatan ulat maggot di Tanjung Priok, Kamis (24/6/2021). Budi daya ulat maggot atau larva lalat Black Soldier Fly (BSF) ini memanfaatkan sampah organik bertujuan mengurangi pencemaran lingkungan dari sisa-sisa makanan rumah tangga. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan laporan Barilla Center Food And Nutritions, Indonesia menduduki urutan kedelapan di antara negara-negara G20 yang menghasilkan sampah terbanyak.

Orang Indonesia tercatat menghasilkan sampah sisa makanan sebanyak 121 kg per orang per tahun. Sampah makanan dari Indonesia didominasi oleh sampah rumah tangga sebesar 77 kg per orang dalam setahun.

Persoalan tentang sampah semakin kompleks seiring dengan pertambahan penduduk. Hal tersebut tentu membutuhkan inovasi baru serta cara yang kreatif guna mengatasi permasalahan yang tergolong serius ini.

Korindo Group bekerja sama dengan Forest For Life Indonesia (FFLI) dalam membangun tempat pengolahan sampah organik dengan menggunakan teknik Bio-Conversion BSF (Black Soldier Fly/ Lalat Tentara Hitam) yang berlokasi di Rest Area Cibubur Square, Jakarta.

Untuk mendukung penuh inkubasi proyek Pengolahan Sampah Organik Bio-Conversion ini Korindo memberikan bantuan hibah dana kepada FFLI untuk melaksanakan proyek pengolahan sampah ini. Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua belah pihak dilakukan pada Senin (13/6).

“Semua keperluan program sudah disiapkan, baik dari segi lokasi hingga ketersediaan limbah organik yang akan diolah dan diurai. Nantinya lokasi tersebut akan menjadi Rest Area pertama di dunia yang memiliki Bio-Conversion Organic,” ucap Sekjen Yayasan Korindo Seo Jeongsik, dalam sambutannya pada seremoni penandatanganan MoU.

Melalui konsep circular-economy atau berpedoman pada prinsip mengurangi sampah dan memaksimalkan sumber daya yang ada, Bio-Conversion Organic menggunakan Lalat Tentara Hitam yang berpotensi membuat prospek ekonomi baru, dengan mengubah sampah organik menjadi pupuk dan protein.

“Kami berkomitmen dengan hibah yang diperoleh dari Korindo ini dapat lebih membantu kita dalam memajukan masyarakat. Selain itu, hal ini juga akan meyakinkan mereka bahwa Bio-Conversion Organic merupakan cara paling murah yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah sampah,” tandas Hadi Pasaribu Ketua FFLI.

 

Proyek Kedua

Budi Daya Maggot untuk Kurangi Sampah Organik
Petugas memisahkan telur lalat dari daun di kawasan Tanjung Priok, Kamis (24/6/2021). Lalat BSF memiliki waktu hidup rata-rata 7-14 hari. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Proyek Bio-Conversion Organic dengan menggunakan Lalat Tentara Hitam yang berlokasi di Rest Area Cibubur Square merupakan proyek kedua yang dijalankan Yayasan Korindo bersama dengan FFLI. Sebelumnya pada tahun 2018 silam, Korindo Group dan FFLI juga telah membangun pengelolaan sampah organik serupa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Hingga saat ini baik FFLI dan Korindo Group masih tetap memantau perkembangan proyek Bio-Conversion Organic di Lombok. Maka tak heran jika proyek ini dijadikan salah satu prototype penanganan sampah di pulau yang berjuluk “Pulau Seribu Masjid”.

“Apa yang kita kembangkan saat ini telah menjadi prototype untuk pengembangan penanganan sampah di Lombok. Bahkan, pemerintah NTB telah secara khusus membentuk struktur organisasi berupa UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) untuk pengolahan sampah,” sebut Hadi.

 

Aman Bagi Lingkungan

Budi Daya Maggot untuk Kurangi Sampah Organik
Petugas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta saat memasukkan daun untuk tempat bertelur lalat BSF di kawasan Tanjung Priok, Kamis (24/6/2021). Ulat maggot yang telah berusia 21 hari hasil budi daya digunakan sebagai pakan ternak seperti ikan dan unggas. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sedikit informasi Bio-Conversion Organic dengan menggunakan Lalat Tentara Hitam relatif aman bagi lingkungan. Dari sekitar 800 jenis yang ada di muka bumi, Lalat Tentara Hitam merupakan jenis yang paling berbeda, karena tidak bersifat patogen atau membawa agen penyakit.

Siklus hidup lalat jenis ini total hanya 40-45 hari, mulai dari telur sampai ke lalat dewasa. Seekor lalat betina biasanya menghasilkan 500-900 butir telur. Untuk 1 gram telur, akan mampu menghasilkan 3-4 kg maggot atau larva. Pada fase inilah larva mengurai sampah-sampah organik.

Setelah larva optimal mengurai sampah organik, larva-larva itu bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak, seperti ikan atau ayam. Larva Lalat Tentara Hitam kaya akan asam amino dan protein sebesar 40 persen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya