Terkuak Penyebab Dana APBD Menganggur di Bank Tembus Rp 220,9 Triliun

Kementerian Keuangan mencatat masih ada Rp 220,95 triliun saldo pemerintah daerah (Pemda) mengendap di bank per Juni 2022.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 28 Jul 2022, 14:20 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2022, 14:20 WIB
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti

Liputan6.com, Bogor Kementerian Keuangan mencatat masih ada Rp 220,95 triliun saldo pemerintah daerah (Pemda) mengendap di bank per Juni 2022. Lambannya belanja pemda menjadi sebab utama dana ini mengendap.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menegaskan hal itu. Ia menemukan, pemda masih banyak menahan proses belanja, dan baru mulai menjelang akhir tahun.

"Daerah biasanya belum melakukan perubahan dari segi pola belanja, ini Oktober biasanya naik (jumlah dana yang mengendap), di Desember baru turun meski masih ada," kata dia dalam Press Tour di Sentul Bogor, Kamis (28/7/2022).

Ia menegaskan ini masuk pada koridor permasalahan yang struktural terkait pola belanja daerah. Utamanya terkait kontrak proyek yang dilakukan oleh Pemda.

Semakin lama kontrak dilakukan, maka penyerapan dana pun akan semakin molor. Imbasnya, banyak dana mengendap di bank.

"Pola belanja ini (masalah) struktural, gimana mempercepat kontrak, itu bisa cepat kalau perencanaannya cepat, bukan cuma masalah administrasi," terangnya.

Pria yang akrab disapa Prima ini mengungkap, pihaknya melakukan monitoring ke daerah-daerah. Tujuannya, mencari penyebab lambannya penyerapan dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat.

"Kita ada tim untuk mengecek, masalahnya apa sih? Kok enggak dibelanjain? Setelah kita cek ternyata kontraknya belum (dilakukan). Ini permasalahan yang tak mudah," ungkapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Libatkan 3 Unit

Ilustrasi APBN
Ilustrasi APBN

Lebih lanjut, Prima menyebut, dalam perencanaan di daerah cukup kompleks. Bahkan, perlu melibatkan setidaknya 3 unit kerja di lingkungan pemda.

Yakni, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dinas terkait, dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Ia melihat, terkadang ada kurang selarasnya tiga badan tersebut.

"Perencanaan dari Bappeda yang nentuin, ini sebetulnya bagus untuk check and balance, kemudian yang bagian ngerjain itu adalah dinas, dia belanja untuk apa, ini yang bayar nanti BPKAD," tutur Prima.

Permasalahan lainnya, belum ada petugas khusus dalam jajaran pemda yang mengawasi belanja daerah. Sehingga, penyerapan dana berangsur tak semakin baik.

 


Solusi

Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat Sidang Kabinet Pengarahan Presiden dan APBN 2022 di Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu, 17 November 2021. (Dok Sekretariat Kabinet RI)

Sebagai solusinya, ia meminta para pimpinan daerah untuk menunjuk satu pihak untuk mengawasi proses belanja daerah. Harapannya, bisa semakin mempercepat realisasi belanja.

"Hal teknis ini yang gak termonitor. Maka kita usulkan ke gubernur, ke walikota, tunjuk saru orang koordinator untuk belanja daerah yang bisa sinergi dari depan," ujarnya.

"Dan proses belanja juga harus dilakukan perbaikan. Bukan cuma persoalan SDM, tapi kita sorong secara masif," tambahnya.

Dalam memperbaikinya, Kemenkeu dan Kementerian Dalam Negeri melakukan sinergi. Di Kemendagri, disebut telah ada aturan untuk mengawasi proses belanja daerah tersebut.

 


Sri Mulyani Gemes

Rapat paripurna RAPBN dan APBN
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) menyampaikan laporan tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN tahun anggaran 2021 saat rapat paripurna ke-26 masa persidangan V tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022). Rapat menyampaikan hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPBN tahun anggaran 2023 dan rencana kerja pemerintah tahun 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati gemas dana atau saldo dari pemerintah daerah (pemda) yang masih banyak tersimpan di bank. Menurut data per Juni 2022, total saldo pemda yang mengendap di perbankan mencapai Rp 220,95 triliun.

"Dana pemda di perbankan yang masih sangat tinggi, atau bahkan meningkat terus. Dibandingkan bulan Januari-Mei, Juni mencapai Rp 220,95 triliun. Ini tertinggi dalam 6 bulan terakhir," keluh Sri Mulyani dalam sesi konferensi pers APBN KiTa, Rabu (27/7/2022).

Adapun posisi dana pemda di perbankan per Juni tersebut naik Rp 20,19 triliun, atau sekitar 10,06 persen dari posisi Mei 2022.

Jumlah itu bahkan melonjak Rp 30,82 triliun atau 16,21 persen dibandingkan kondisi pra pandemi pada 2019.

Menurut Sri Mulyani, kenaikan saldo sana pemda di perbankan ini salah satunya disebabkan oleh belum optimalnya realisasi belanja daerah sampai dengan Juni 2022.

"Ini selalu menimbulkan dilema, kalau kita ingin membayar transfer secara cepat, jangan sampai ini hanya akan berhenti di dalam deposito di perbankan," sebut Sri Mulyani.

"Kita berharap akselerasi pemerintah di perbankan di semester II ini dari sisi belanja akan bisa dipicu dengan baik untuk bisa membantu membangkitkan ekonomi-ekonomi di daerah," pintanya.

Nominal saldo tertinggi lagi-lagi berada di wilayah Jawa Timur, yakni sebesar Rp 29,82 triliun. Diikuti Jawa Tengah dan Jawa Barat sebagai provinsi dengan anggaran terbanyak yang mengendap di bank.

"Jawa Timur selalu memegang saldo yang tertinggi dari sisi dana yang ada di BPD-nya, mencapai Rp 29,8 triliun untuk seluruh wilayah di Jawa Timur. Sedangkan yang paling rendah adalah Kepulauan Riau yang hanya Rp 1,17 triliun," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya