Liputan6.com, Jakarta Perlindungan konsumen pengguna platform e-commerce di Indonesia dirasakan belum memadai, padahal, Indonesia merupakan pasar yang potensial.
Keberadaan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen rupanya dianggap belum cukup untuk melindungi konsumen yang melakukan transaksi melalui internet.
Baca Juga
Dalam keterangan tertulisnya Ketua Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN RI, Megawati Simanjuntak menyampaikan, BPKN-RI telah melakukan survei kepada 428 konsumen terkait perlindungan atas keamanan dan kenyaman bertransaksi pada e-commerce.
Advertisement
Temuan menunjukan bahwa kelompok usia 20-30 tahun merupakan kelompok yang paling banyak menggunakan PPMSE (Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) atau berbelanja di e-commerce.
Mega menambahkan, hasil survei juga menyimpulkan bahwa parameter kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, regulasi pemerintah, dan kepuasan penggunaan e-commerce berada pada kategori moderat (indeks antara 60,0-79,9).
Temuan penelitian juga mengindikasikan kualitas layanan adalah yang paling rendah nilainya diantara parameter lainnya.
“Dengan demikian, masih perlu dilakukan peningkatan kualitas layanan e-commerce oleh pelaku e-commerce. Selain itu, belum ada mekanisme dan penanganan pengaduan yang terintegrasi, karena sampai saat ini masih banyak konsumen yang kurang mengetahui saluran pengaduan pada saat mengalami insiden/kerugian dalam bertransaksi,” ungkap Mega, Senin (10/10/2022).
Potensi Perkembangan
Pada kesempatan ini, Rizal E. Halim, Ketua BPKN-RI mengungkapkan bahwa e-commerce bisa berkembang pesat sesuai dengan arahan presiden yang menyatakan bahwa Indonesia adalah pangsa yang besar.
“Saat ini Indonesia menduduki posisi ke-6 sebagai negara penghasil bisnis rintisan terbesar di dunia setelah Amerika, India, maupun China. Perkembangan ini tentunya juga harus diikuti dengan penataan industri yang tidak hanya melindungi pengguna, tetapi juga dapat menciptakan iklim berusaha yang bersahabat bagi para pelaku usaha,” papar Rizal.
Megawati Simanjuntak juga menjelaskan hasil kajian yang sudah dilakukan BPKN-RI terkait e-commerce dari bulan April hingga September 2022.
Advertisement
Masih Banyak Penipuan
Beberapa permasalahan e-commerce di Indonesia adalah transaksi keuangan tidak semuanya dimonitor, teritorialitas hukum, penipuan e-commerce, kemananan transaksi, keamanan data pribadi, informasi palsu (toko fiktif, barang tidak sesuai), akuisisi asing e-commerce/start up, belum ada database e-commerce, dan ekosistem yang belum matang.
Dengan telah disahkannya RUU PDP (Perlindungan Data Pribadi) oleh DPR, Kemenkominfo akan segera menyusun peraturan turunannya. Adanya UU PDP ini kedepannya, akan membuat Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang akan mendaftar, sekaligus akan dapat juga melakukan assessment terkait dengan poin-poin PDP sehingga PSE atau pelaku e-commerce nantinya dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi,” tutup Mega.