Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir menginginkan lebih banyak lagi perusahaan pelat merah masuk daftar 100 perusahaan terbesar dunia. Konsolidasi BUMN jadi salah satu langkah yang diambil.
Untuk diketahui, BUMN memiliki kekayaan sebesar USD 1,2 triliun atau hampir setara dengan setengah dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Baca Juga
Besaran ini didukung oleh sektor telekomunikasi, minyak, semen, hingga bisnis penginapan. Secara keseluruhan mereka mencatatkan pendapatan sekitar USD 155 miliar dan pendapatan internet USD 8 miliar dalam setahun terakhir.
Advertisement
Guna meningkatkan efektivitasnya, Erick Thohir, telah mengkonsolidasikan 108 perusahaan menjadi 41 perusahaan dan menempatkannya dalam 12 klaster perusahaan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan perusahaan ekstra dengan skala dunia. Tahun lalu, Indonesia hanya memiliki satu perusahaan dalam daftar Fortune 500, yakni Pertamina.
“Saya ingin mendorong semakin banyak BUMN menjadi top 100 atau 500 perusahaan dunia,” kata Erick, mengutip Financial Times via Newsncr.com, Selasa (11/10/2022).
Sebagai salah satu langkah mendukung rencananya, Kementerian BUMN telah menyatakan sedang merencanakan 14 IPO dari BUMN. Dimulai dengan USD 1,3 miliar tahun lalu yang didapat dari melantainya perusahaan menara telekomunikasi PT Dayamitra Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia.
Selanjutnya, Erick Thohir mengatakan setelah Pertamina Geothermal, Pertamina Hulu dapat mencatatkan IPO pada tahun berikutnya. Sedangkan Pertamina International Shipping, sebuah perusahaan logistik minyak dan bensin, juga dapat mempertahankan IPO atau mengumumkan mitra strategis.
Cari Modal Asing
Disamping itu, pihak terkait dapat mencari mitra luar negeri untuk menyetor modal ke International Healthcare Co, sebuah perusahaan penggabungan rumah sakit BUMN. Dimana terdiri dari berbagai perusahaan yang telah menjadi operator rumah sakit terbesar di negara itu.
IHC sendiri sedang mencari pendamping untuk pusat “wisata kesehatan” di Bali. Mayo Clinic yang berbasis di AS berperan sebagai penasihat usaha tersebut.
Sementara itu, analis menyatakan perusahaan milik negara Indonesia telah menarik pendamping bagi pembeli luar negeri di industri geopolitik yang rentan seperti pertambangan. LG Energy Solution Korea Selatan dan CATL China baru-baru ini menandatangani perjanjian dengan perusahaan milik negara Indonesia Battery Corp dan Aneka Tambang untuk penyediaan nikel.
“Perusahaan global merasa aman ketika mereka berbicara dengan perusahaan milik negara dan mereka mengatakan 'kami akan menjamin pasokan sumber daya alam ini',” kata Kyunghoon Kim, rekan analisis afiliasi di Institut Korea untuk Kebijakan Ekonomi Internasional, yang telah lama sebagai pengamat Indonesia.
Advertisement
Potensi Perusahaan Energi Hijau
Selain itu, Muralidharan Ramakrishnan, seorang direktur senior di Fitch Ratings, menyatakan merinci beberapa entitas secara individual dapat membuat mereka lebih menarik dan meningkatkan masuknya pendanaan. Terutama untuk perusahaan energi hijau seperti Pertamina Geothermal.
Namun dia mengidentifikasi bahwa reformasi, yang telah ditandai pada tahun 2017, dapat memakan waktu untuk diterapkan.
“Jadi pertanyaan besarnya adalah bagaimana dan kapan,” kata Ramakrishnan.
Kim memberikan catatan, misalnya dengan menunjuk seorang pengusaha terkemuka seperti Erick Thohir, yang saudaranya menjalankan salah satu perusahaan batu bara terbesar di Indonesia, sebagai menteri juga mengangkat pertanyaan tentang transparansi dan perlunya memastikan tidak ada pilih kasih.
Analis lain menyatakan konsolidasi dan IPO saja tidak dapat menjamin reformasi yang benar. “Mereka telah berhasil mengkonsolidasikan beberapa entitas tetapi perlu lebih banyak waktu untuk menilai apakah mereka lebih efisien atau menguntungkan,” kata Siwage Dharma Negara, dari Program Studi Indonesia di Institut Iseas-Yusof Ishak Singapura.