Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mencatat, saat ini jumlah penilai aset di Indonesia sebanyak 1.579 penilai yang berasal dari DJKN, DJP, Pemerintah Daerah, dan Penilai Publik - Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).
Direktur Penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu) Arik Haryono, menjelaskan, penilai adalah seseorang yang memiliki kompetensi, kemampuan dan pengalaman dalam melakukan praktik penilaian untuk mendapatkan nilai ekonomis sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Baca Juga
“Opini nilai yang dihasilkan oleh penilai kemudian menjadi dasar acuan dalam berbagai transaksi,” kata Arik dalam konferensi pers Peran Strategis Profesi Penilai, Jumat (14/10/2022).
Advertisement
Praktik profesi di Indonesia saat ini yang melayani jasa penilaian kepada masyarakat umum dilaksanakan oleh penilai publik melalui Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Selain itu, terdapat penilai di lingkungan pemerintahan yaitu penilai pajak di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang melaksanakan penilaian untuk kepentingan perpajakan.
Kemudian, penilai pemerintah di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang melaksanakan penilaian untuk pengelolaan kekayaan negara, serta kementerian/lembaga lain seperti Kementerian ATR/BPN maupun pemerintah daerah.
Lebih lanjut, Arik menjelaskan, penilai berperan strategis dalam proses pengelolaan aset secara optimal dengan penyediaan opini nilai yang selanjutnya menjadi acuan dalam kegiatan transaksi jual beli aset.
“Penilai juga mendukung penyajian neraca dalam nilai wajar sehingga mendukung tata kelola yang baik bagi institusi pemerintah maupun privat serta dapat mengoptimalkan potensi sumber pendanaan melalui pembiayaan,” ujarnya.
Penilai juga dapat berperan dalam mendukung optimalisasi aset idle ataupun aset strategis, sehingga memberikan manfaat dan dampak secara maksimal kepada masyarakat misalnya melalui penyediaan infrastruktur dengan mekanisme kerja sama maupun sewa antara pemerintah dengan sektor privat.
Nilai Wajar
Selanjutnya, penggunaan nilai wajar yang dihasilkan oleh penilai juga akan mendukung optimalisasi penerimaan negara baik dari sektor perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak.
Begitu pula dengan peran di sektor perbankan dimana opini nilai atas aset agunan kreditur menjadi pertimbangan untuk pemberian plafon pinjaman sehingga dapat memitigasi kredit macet perbankan.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28G ayat (1) menegaskan bahwa negara menjunjung tinggi hak asasi setiap orang untuk dapat perlindungan atas harta bendanya sejajar dengan perlindungan diri, keluarga, kehormatan, dan martabat.
Disisi lain, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini menunjukkan semangat bangsa Indonesia melindungi segenap hak bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Sehingga dalam pelaksanaannya negara berkewajiban untuk memastikan seluruh instrumen bernegara mewujudkan keadilan dan perlindungan atas harta benda setiap orang dan menyelenggarakan pengelolaan sumber daya tersebut secara baik agar kegiatan ekonomi lebih efektif dan efisien untuk kemakmuran rakyat.
“Profesi Penilai mempunyai peran imparsial untuk menjaga keberlanjutan pembangunan dengan tetap menjunjung hak setiap orang atas harta bendanya. Oleh karena itu negara bertanggung jawab untuk mendukung keberadaan profesi penilai,” jelasnya..
Advertisement
Proses Penilaian
Salah satu hal yang menjadi kebutuhan profesi penilai untuk mendukung proses penilaian adalah pembentukan pusat data transaksi properti.
Selain itu, perlu kepastian hukum atas hasil opini nilai oleh penilai agar dapat memperoleh legalitas di mata hukum. Hal dimaksud bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada profesi maupun kepada masyarakat sebagai pengguna jasa.
Oleh karena itu keberadaan pengaturan profesi penilai setingkat undang-undang menjadi harapan bagi profesi penilai, agar dapat menjadi payung hukum bagi penilai dalam melaksanakan penilaian, serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi penilai dan opini nilai yang dihasilkan.
Apabila dibandingkan dengan profesi yang mendukung perbankan dan pasar modal, untuk profesi advokat, notaris, akuntan dan keinsinyuran sudah diatur pada pengaturan setingkat undang- undang. Hanya penilai yang diatur masih secara parsial dalam beberapa undang-undang.
Jika dibandingkan dengan negara lain, sebagian besar negara memiliki pengaturan setingkat undang- undang terhadap profesi penilai. Di regional asia tenggara seperti Malaysia, Singapura dan Vietnam sudah lebih dahulu memiliki UU Penilai.
“Oleh karena itu pembentukan UU Penilai menjadi suatu urgensi untuk dapat segera diwujudkan untuk pengelolaan kekayaan Indonesia bagi sebesar besar kemakmuran rakyat,” pungkasnya.