Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution/ISEAI Ronny P Sasmita, menyoroti terkait Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang tetap membutuhkan suntikan PMN dari pemerintah.
Padahal BPI Danantara disebut menjadi Sovereign Wealth Fund (SWF) nomor delapan terbesar di dunia, karena memiliki asset sekitar USD 900 miliar alias sekitar Rp 14.000 triliun.
Baca Juga
"Anehnya, Danantara tetap membutuhkan suntikan PMN dari pemerintah, yang rencananya alan diambil dari bagian dividen BUMN kepada negara dan modal dari hasil kebijakan effisensi pemerintah, dengan total jumlah konon akan di atas Rp 100 triliun," kata Ronny kepada Liputan6.com, Senin (3/3/2025).
Advertisement
Dia menuturkan, alasan BPI Danantara masih membutuhkan suntikan PMN dari Pemerintah, karena aset sebesar Rp 14.000 triliun tidak dalam bentuk petty cash atau dana segar. Artinya, asset ketujuh BUMN yang tergabung di bawah Danantara bukanlah aset liquid yang bisa langsung digunakan untuk berinvestasi oleh Danantara. Sebagai contoh, ia menyebutkan aset tiga bank pelat merah yang tergabung ke dalam Danantara. Sebagian besar asset perbankan adalah dalam bentuk kredit yang diberikan kepada pihak ketiga, baik untuk konsumsi maupun investasi.
"Lantas dari mana asal kredit tersebut? Asalnya sebagian besar adalah dari dana pihak ketiga pula, yakni nasabah deposit dan lainya, yang di-collect oleh bank," ujarnya.
Ronny menilai, memang begitulah fungsi konvensional dari perbankan, yakni sebagai intermediator finansial. Mengumpulkan dana dari publik dengan perjanjian sejumlah bunga untuk jangka waktu tertentu, lalu meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan, dengan bunga yang jauh lebih tinggi. Selisih bunga deposit dan kredit akan menjadi keuntungan bank.
"Selain aset kredit dan aset fisik berupa tanah dan bangunan, aset bank juga bisa berupa aset finansial, seperti surat utang negara, kepemilikan saham di perusahaan tertentu, dan jenis surat berharga lainya. Tapi lagi-lagi mayoritas asal muasalnya adalah dari dana pihak ketiga, yakni nasabah," ujarnya.
Menggali Potensi Aset BUMN untuk Danantara
Sementara aset BUMN non perbankan juga sama, kata Ronny, lagi-lagi tidak dalam bentuk liquid, hanya berupa aset, baik fisik maupun asset finansial, yang semuanya memerlukan semacam "financial engineering". Maka untuk bisa diubah menjadi modal, seperti sekurititasi asset tersebut ke dalam bentuk derivatif, misalnya menerbitkan surat utang danantara dengan "underlying" asset-asset, sehingga Danantara mendapatkan dana segar.
Namun, secara tak langsung terhutang kepada pembeli asset finansial tersebut, tentunya dengan yield-nya.
"Jadi, dengan kata lain, dengan asset Rp 14.000 triliun tersebut, Danantara belum bisa berbuat apa-apa, karena bukan dalam bentuk dana segar atau liquid. Karena itulah mengapa Danantara tetap membutuhkan PMN ratusan triliun dari pemerintah," ujar dia.
Ronny pun menyayangkan setelah UU BUMN direvisi di mana keuangan BUMN sudah bukan lagi sebagai keuangan negara yang dipisahkan, maka otomatis setelah danantara menerima PMN, dana tersebut mendadak sudah bukan lagi menjadi bagian keuangan negara yang dipisahkan.
"Secara kasar boleh juga proses ini dibilang semacam "pengambilalihan anggaran negara" secara halus, yang boleh jadi untuk dikuasai oleh pihak tertentu yang mengatasnamakan BUMN," ujarnya.
Ia mengingatkan, jangan terlalu berbangga diri diri sebagai rakyat Indonesia, ketika mengetahui mendadak memiliki SWF pelat merah, dengan asset Rp 14.000 triliun. Lantaran, ujungnya akan tetap menelan anggaran negara via PMN, yang kemudian mendadak tidak lagi menjadi bagian dari keuangan negara setelah menjadi PMN di Danantara.
"Ini pula yang membedakan SWF danantara dengan SWF negara lain, yang dananya disisihkan dari hasil eksploitasi SDA negara-negara tersebut, seperti SWF Saudi, UEA, dan RDIF Rusia, dan lainya," ujar Ronny.
Advertisement
Dampak Positif Danantara bagi Ekonomi Indonesia
Peluncuran Danantara membawa berbagai manfaat bagi sektor ekonomi nasional, di antaranya: • Efisiensi dan Kecepatan: Dengan birokrasi yang lebih ringkas, pengambilan keputusan dalam BUMN menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan pasar dan masyarakat.
• Keuangan yang Lebih Sehat: Dengan mengurangi ketergantungan pada Penyertaan Modal Negara (PMN), BUMN diharapkan lebih mandiri dalam mencari modal, berinovasi, dan berekspansi.
• Sinergi yang Lebih Kuat: Kolaborasi antar-BUMN semakin diperkuat, menciptakan ekosistem bisnis yang lebih solid.
• Dampak Positif bagi Masyarakat: Pengelolaan yang lebih baik akan mempercepat manfaat bagi masyarakat dalam bentuk layanan, infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Sebelumnya, Presiden Prabowo menegaskan Danantara dirancang untuk memastikan kemandirian ekonomi nasional, sesuai dengan semangat yang diwariskan oleh Presiden Soekarno: "Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuat."
Program ini diharapkan mampu mengoptimalkan pengelolaan aset negara dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan.
Dengan konsolidasi sumber daya strategis nasional, Danantara menjadi motor penggerak industrialisasi berbasis nilai tambah. Langkah ini memastikan sumber daya alam Indonesia tidak lagi diekspor dalam bentuk mentah, melainkan diolah untuk memberikan manfaat maksimal bagi kesejahteraan rakyat.
