BRIN akan Biayai Periset Negara G20, Asal Riset di Indonesia

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko, mengundang periset negara-negara G20 untuk melakukan riset di Indonesia.

oleh Tira Santia diperbarui 19 Okt 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2022, 15:00 WIB
BRIN
Ruang kerja Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang berada pada lantai dua Gedung BRIN di Jakarta, Selasa (19/7/2022). Rencana renovasi ruang kerja Dewan Pengarah BRIN menuai banyak kritik. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko, mengundang periset negara-negara G20 untuk melakukan riset di Indonesia. Tak hanya itu saja, BRIN juga akan membiayai aktivitas riset yang dilakukan periset tersebut.

Sejauh ini, BRIN telah menyiapkan 8 skema mobilitas periset, dan 9 skema hibah riset yang nantinya akan tawarkan untuk dikembangkan sebagai join fund rate.

“Intinya kita akan membiayai seluruh aktivitas riset yang dilakukan di Indonesia, dan kita sangat mengundang mereka ‘Ayo kita bekerja di Indonesia kita biayai, tapi sebaliknya mereka akan membiayai apa-apa yang dikerjakan di negaranya’,” kata Laksana Tri Handoko, dalam konferensi pers ‘Digital, Blue and Green Economy’ secara hybrid, Rabu (19/10/2022).

Dulu, kata dia, hal itu belum bisa dilakukan Indonesia. Namun, sejak dibentuk BRIN hal tersebut bisa dilaksanakan, sehingga positioning Indonesia bisa kuat dalam konteks kolaborasi.

“Maka dari proses kolaborasi itulah terjadi transfer pengetahuan, teknologi, dan transfer keterampilan secara alami, dan itu yang kita bangun. Semua G20 itu negara maju dalam hal teknologinya, sehingga memang mitra G20 itu otomatis menjadi mitra kita paling penting dalam hal riset dan inovasi, jadi momen ini sangat pas,” ujarnya.

Oleh karena itu, dengan adanya Presidensi G20 Indonesia, BRIN ingin memanfaatkan momentum ini untuk menaikkan posisi Indonesia sebagai mitra potensial kolaborasi untuk riset dan inovasi ke depan dengan negara-negara G20.

“Kita ingin memanfaatkan momentum ini untuk menaikkan posisi Indonesia sebagai mitra potensial kolaborasi untuk riset dan inovasi ke depan bagi negara-negara utama G20,” katanya.

Dia menegaskan, riset dan inovasi itu secara alami membutuhkan kolaborasi dan kerjasama dengan tidak hanya multipihak tapi juga multi negara.

Sesuai dengan tema BRIN dalam menyambut Presidensi G20 Indonesia “Digital, Blue and Green Economy”, BRIN ingin lebih menjual potensi Indonesia sebagai negara yang besar, populasinya banyak, dan dengan biodiversitas yang besar pula.

“Bahkan kalau digabung dengan di laut tentu itu menjadi modal kita yang besar untuk menjadi pusat kolaborasi riset dan inovasi. Apalagi setelah terbentuknya BRIN, dan akhir tahun kemarin kita sudah menetapkan semua skema supporting system yang complete untuk ekosistem riset dan inovasi kita,” pungkasnya.

Presidensi G2O Bakal Dongkrak Posisi Indonesia di Bidang Riset dan Inovasi

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) siap mendukung gelaran Presidensi G20 Indonesia.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) siap mendukung gelaran Presidensi G20 Indonesia.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) siap mendukung gelaran Presidensi G20 Indonesia. Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, mengatakan pihaknya ingin memanfaatkan momentum ini untuk menaikkan posisi Indonesia sebagai mitra potensial kolaborasi untuk riset dan inovasi ke depan dengan negara-negara G20.

“Kita ingin memanfaatkan momentum ini untuk menaikkan posisi Indonesia sebagai mitra potensial kolaborasi untuk riset dan inovasi ke depan bagi negara-negara utama G20,” kata Laksana Tri Handoko dalam konferensi pers ‘Digital, Blue and Green Economy’ secara hybrid, Rabu (19/10/2022).

Dia menegaskan, riset dan inovasi itu secara alami membutuhkan kolaborasi dan kerjasama dengan tidak hanya multipihak tapi juga multi negara.

Sesuai dengan tema BRIN dalam menyambut Presidensi G20 Indonesia “Digital, Blue and Green Economy”. BRIN ingin lebih menjual potensi Indonesia sebagai negara yang besar, populasinya banyak, dan dengan biodiversitas yang besar pula.

“Bahkan kalau digabung dengan di laut tentu itu menjadi modal kita yang besar untuk menjadi pusat kolaborasi riset dan inovasi. Apalagi setelah terbentuknya BRIN, dan akhir tahun kemarin kita sudah menetapkan semua skema supporting system yang complete untuk ekosistem riset dan inovasi kita,” ujarnya.

Selain itu, dengan tersedianya banyak infrastruktur yang dimiliki Pemerintah untuk BRIN, mulai dari armada riset, satelit, pesawat monitoring, reaktor nuklir, semua dalam satu manajemen sehingga BRIN mengaturnya lebih mudah dan efisien.

“Dan kitab isa kembalikan itu menjadi modal awal untuk seluruh komunitas periset di negara kita, dan sekaligus modal awal untuk membuka dan meningkatkan kerjasama kolaborasi riset dan inovasi khususnya dengan negara G20,” ujarnya.

Dia menegaskan, yang akan disorot dari rangkaian pertemuan terkait riset dan inovasi khususnya dalam Presidensi G20 Indonesia saat ini adalah BRIN ingin memanfaatkan momentum Presidensi G20 ini agar bisa berperan lebih aktif di sektor riset dan inovasi.

BRIN Ajak Negara G20 Tangani Krisis Keanekaragaman Hayati

Renovasi Ruang Kerja Dewan Pengarah BRIN Dibatalkan
Suasana ruang kerja Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang berada pada lantai dua Gedung BRIN di Jakarta, Selasa (19/7/2022). Pertimbangan penataan ulang fungsi ruangan di lantai 2 antara lain karena usia beberapa anggota dewan pengarah sudah cukup sepuh, di antaranya Prof Emil Salim dan Prof Bambang Kesowo. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah Indonesia lewat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyadari salah satu krisis dan tantangan yang dihadapi di tingkat global saat ini adalah hilangnya keanekaragaman hayati atau biodiversity lost. Untuk mengatasi tantangan tersebut, kolaborasi antara periset di tingkat global sangat diperlukan.

Oleh karena itu, BRIN memanfaatkan momentum Presidensi G20 Indonesia untuk meningkatkan kolaborasi riset dan inovasi antar negara-negara G20.

Kerangka kolaborasi ini disusun oleh BRIN bersama negara anggota G20, melalui pelaksanaan Research and Innovation Initiative Gathering (RIIG) yang dilakukan 3 kali. Sejauh ini sudah dilaksanakan RIIG dua kali, dan RIIG ketiga akan digelar pada 27 Oktober 2022.

Plt. Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono, selaku Chair G20 RIIG, menyampaikan bahwa pada RIIG pertama BRIN membahas tentang topik-topik yang disepakati di negara-negara G20 yaitu memanfaatkan biodiversitas di dunia.

“Tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia secara berkelanjutan. Waktu itu kita membahas pemanfaatannya untuk kesehatan, energi, pangan dan climate change,” kata Agus dalam konferensi pers ‘Digital, Blue and Green Economy’ secara hybrid, Rabu (19/10/2022).

Kemudian di pertemuan kedua, BRIN membahas bagaimana mekanisme kerja sama pemanfaatan Keanekaragaman hayati di dunia terkait dengan pendanaannya, skema penggunaan fasilitas bersama, dan kolaborasi antar negara-negara G20.

“Setelah kita melakukan pertemuan intersesi, kita sudah melakukan 3 interseksi. Intersesi ketiga nanti dilakukan tanggal 27 Oktober untuk membahas ministerial declaration, jadi nanti ada deklarasi tingkat menteri, dan untuk Indonesia diwakili oleh Kepala BRIN untuk mendeklarasikan kolaborasi riset dan inovasi khususnya dalam pemanfaatan biodiversitas dunia,” ujarnya.

Indonesia Jadi Hub Kolaborasi Riset dan Inovasi

Renovasi Ruang Kerja Dewan Pengarah BRIN Dibatalkan
Suasana Gedung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Selasa (19/7/2022). Rencana renovasi ruang kerja Dewan Pengarah BRIN dibatalkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam kesempatan yang sama, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menegaskan, dilakukan pertemuan RIIG tersebut sebagai upaya BRIN untuk menjadikan Indonesia sebagai representasi riset dan inovasi. BRIN ingin menjadikan Indonesia hub kolaborasi riset dan inovasi.

“Kita ingin menjadikan Indonesia hub kolaborasi, tertentu tidak bisa semua bidang, oleh karena itu kita ingin memanfaatkan potensi lokal kita sebagai pusat biodiversitas,” ujarnya.

Kepala BRIN menyebut, masa depan riset dan masa depan teknologi bukan lagi mengacu pada elektronik, dan TIK. Karena itu sudah menjadi pengaturan standar, sebab semua orang yakin masa depan riset dan teknologi terletak di Bioteknologi.

“Kita memanfaatkan berbagai data dan tools untuk bisa mengoptimalkan potensi biodiversitas di negara kita. Itu juga yang kita pakai sebagai bargaining position. Era masa depan itu era bio-bio'an seperti bioteknologi dan seterusnya,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, Indonesia tidak bisa bermodal sumber daya alam saja dalam riset dan inovasi. Melainkan, BRIN perkuat biodiversitas Indonesia dengan infrastruktur yang memadai, sehingga, ketika Indonesia mengajak kolaborasi negara G20, maka posisinya bisa lebih sejajar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya