RUU EBT Terus Dikebut Rampung, Pengamat Nilai Skema Power Wheeling Kurang Tepat Masuk

Salah satu klausul dalam beleid terkait skema power wheeling. Di mana, dalam skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik.

oleh Tira Santia diperbarui 24 Okt 2022, 23:01 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2022, 22:37 WIB
PLN
PT PLN (Persero) telah menyalurkan 511.892 megawatt hour (MWh) listrik hijau melalui layanan sertifikat energi baru terbarukan (EBT) atau Renewable Energy Certificate (REC) kepada lebih dari 160 pelanggan bisnis dan industri hingga Juni 2022. (Dok. PLN)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dan DPR terus berupaya merampungkan Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT). Terdapat beberapa poin klausul diatur dalam aturan ini.

Salah satu klausul dalam beleid terkait skema power wheeling. Di mana, dalam skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. 

Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai jika klausul tersebut kurang tepat karena berpotensi merugikan negara dan bisa mendorong langkah liberalisasi.

"Di sisi lain, UUD 1945 itu mengamanatkan bahwa kekayaan negara harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk masyarakat. Aset pemerintah berupa transmisi dan jaringan distribusi sejatinya tidak bisa dikomersialisasikan," kata Fahmi, Senin (24/10/2022).

Dia memandang klausul tersebut berpotensi untuk merugikan negara. Sebab, dengan skema open source dimana aset transmisi dan distribusi bisa dimanfaatkan secara terbuka maka akan mempengaruhi Harga Pokok Produksi (HPP).

"Dimana para swasta bisa menyewa aset tersebut dengan harga yang murah yang nantinya akan mempengaruhi HPP, padahal PLN menjual listrik di bawah HPP saat ini yang dimana di dalamnya diberikan kompensasi dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)," ujar Fahmi.

Hal lain berkaitan dengan dampak terhadap pengelola kelistrikan di Tanah Air yakni PT PLN. Ini mengingat transmisi dan jaringan distribusi dibangun menggunakan investasi PLN.

Jika swasta memanfaatkannya dengan harga murah, maka hal tersebut akan merugikan PLN. "Mereka bisa menyewa tanpa harus membangun, dimana PLN membangun tersebut membutuhkan skema investasi dan juga beberapa proyek menggunakan dana APBN melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN), yang sejatinya hal tersebut tidak bisa dikomersialisasikan," pungkas Fahmy. 

Menteri ESDM Arifin Tasrif Minta Revisi UU Migas Disegerakan

PLN
PT PLN (Persero) telah menyalurkan 511.892 megawatt hour (MWh) listrik hijau melalui layanan sertifikat energi baru terbarukan (EBT) atau Renewable Energy Certificate (REC) kepada lebih dari 160 pelanggan bisnis dan industri hingga Juni 2022. (Dok. PLN)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan jika revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) perlu segera dituntaskan demi menciptakan iklim investasi yang menarik.

"Kami sepakat upaya untuk mempercepat undang-undang ini agar bisa diakselerasi. Sehingga kita bisa mengoptimalkan sumber daya alam khususnya migas kita yang masih ada dalam masa transisi energi bersih," ujar Arifin dalam keterangannya, Senin (12/9/2022).

Dikatakan jika salah satu yang harus diakomodir adalah penyempurnaan regulasi. Keberadaan UU Migas baru diharapkan bisa memberikan kepastian hukum kepada para investor.

"Waktu kita ini singkat. Kalau kita tidak bisa mendorong ini, kita akan terlambat," jelas dia.

Pemerintah memahami sektor migas masih bisa dioptimalkan di masa transisi energi bersih. Terlebih, penjualan kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat sangat signifikan di Indonesia.

"Saat ini ada 150 juta unit yang mengkonsumsi BBM. Ini harus kita respon. Di lain sisi, kita harus mempercepat energi alternatif, yaitu EBT yang bukan berasal dari fosil," jelas Arifin.

Sektor migas sendiri punya tantangan besar di masa transisi lantaran banyak perusahaan global yang berbondong-bondong beralih ke energi terbarukan.

"Tantangan yang kita hadapi saat ini adalah kompetisi bagaimana menciptakan iklim investasi yang lebih menarik agar mereka tetap tertarik untuk dateng ke sini," ungkap Arifin.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya