Masyarakat Gampang Tergiur Investasi Bodong, Bikin Industri Keuangan Indonesia Tertinggal

Sektor keuangan Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai tantangan besar.

oleh Tira Santia diperbarui 11 Nov 2022, 13:30 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2022, 13:30 WIB
BSI Beri Pelayanan Samin Buka Tabungan Haji
Nasabah BSI, Samin (kedua kanan), penjaga SD Negeri Lodjiwetan di Solo, Jawa Tengah yang uang tabungan haji habis dimakan rayap didampingi istri membuka tabungan haji di Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Solo, Jawa Tengah.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto, mengatakan sektor keuangan Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai tantangan besar.

Hal itu terlihat dari perkembangan sektor perbankan, pasar modal bahkan non bank di dalam negeri masih tertinggal dibandingkan negara peer group.

“Kita mengidentifikasi masih besarnya tantangan dari sektor keuangan kita, sektor keuangan kita masih sangat dangkal baik perbankan, pasar modal, dan non banking institution. Kalau kita bandingkan dengan peer group atau negara di ASEAN, sektor keuangan kita masih tertinggal,” kata Suminto dalam Launching Sukuk Tabungan seri ST009, Jumat (11/11/2022).

Menurutnya, hal itu terlihat dari berbagai indikator, bahkan dari indikator yang sederhana yaitu aset perbankan, kapitalisasi pasar modal, manajemen investasi, insurance, dan seterusnya masih jauh lebih rendah dibanding peer group di kawasan.

Disamping itu, kata Suminto, literasi terhadap sektor keuangan juga masih cukup rendah. Oleh karena itu, hingga kini masih banyak investasi bodong, pinjol ilegal, dan skema-skema ponzi yang lain termasuk kedok koperasi simpan pinjam.

“Ini menunjukkan masih rendahnya literasi dari masyarakat kita yang mudah tergiur dengan skema-skema investasi yang ilegal, dengan janji-janji return yang tinggi dan lainnya,” ujarnya.

 

Akses Keuangan Masih Rendah

FOTO: Uang Beredar pada November 2020 Capai Rp 6.817,5 Triliun
Petugas menata tumpukan uang di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Rabu (20/1/2021). Realisasi M2 relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 12,5 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Demikian juga akses terhadap sektor keuangan masih sangat perlu ditingkatkan. Berbicara instrumen sektor keuangan Indonesia  masih menghadapi tantangan terbatasnya instrumen keuangan, termasuk instrumen pengelolaan sukuk.

Terbatasnya instrumen keuangan ini juga menyebabkan banyak dari masyarakat Indonesia, khususnya yang memiliki kapasitas keuangan yang tinggi, mereka membawa uangnya untuk investasi di luar negeri. 

Karena disana sudah berkembang instrumen-instrumen yang lebih variatif dan banyak yang bisa memenuhi karakteristik kebutuhan dari masyarakat kita.

Selanjutnya, dilihat dari sisi kepercayaan masyarakat, konsumen, investor terhadap sektor keuangan. Dia mengatakan, sektor keuangan merupakan bisnis kepercayaan. 

Industri Keuangan Makin Sehat, Tak Ada Bank yang Dilikuidasi sepanjang 2022

Ilustrasi proses likuidasi bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan. (Dok LPS)
Ilustrasi proses likuidasi bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan. (Dok LPS)

 Industri perbankan kuat bertahan di tahun pemulihan ini. Sejauh ini belum ada satupun bank yang mengalami kolap dan harus dilikuidasi. Berbeda dengan tahun sebelumnya terdapat sejumlah bank yang harus ditutup.  

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, LPS sama sekali belum melakukan likuidasi  atau menutup bank selama  2022. Hal ini menjadi pertanda bahwa industri perbankan sudah kembali sehat. 

Di tahun-tahun sebelumnya memang menurutnya terdapat beberapa bank yang terpaksa harus ditutup. 

"Setiap tahunnya, 6 sampai 7 BPR (Bank Perkreditan Rakyat) tutup (likuidasi), tapi tahun ini 0, artinya keadaannya membaik, itu BPR. Apalagi BPD (Bank Perkreditan Daerah), apalagi bank umum, keadaannya benar-benar membaik," katanya seperti dikutip dari Antara, Rabu (9/11/2022).

Sebelumnya LPS memperkirakan setidaknya terdapat 8 BPR yang akan ditutup tahun ini, tapi ternyata perbankan semakin sehat seiring dengan pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19.

"Kebijakannya sudah pas yang dibuat oleh KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan), kebijakan cukup di sistem, dan ekonominya tetap didorong untuk tumbuh di atas 5,7 persen," katanya.

 

Risiko Kredit

Ilustrasi bank
Ilustrasi bank (Sumber: Istockphoto)

Adapun terkait Loan At Risk (LAR) perbankan di suatu daerah yang cukup tinggi, misalnya di Bali yang mencapai 71 persen dari total kredit senilai Rp 8 triliun, ia berharap kondisi perbankan akan semakin membaik seiring dengan perekonomian yang kembali bergerak.

"Bali kan daerah yang terpukul amat dalam karena ekonominya terutama dari pariwisata, tapi kan pariwisata mulai dibuka 2 bulan terakhir," katanya.

Dengan pemulihan sektor pariwisata di Bali terutama karena berbagai agenda Internasional seperti Presidensi G20 Indonesia, perekonomian di Bali digarap bertumbuh sehingga LAR perbankan di Bali juga menurun secara bertahap.

"Kalau sekarang, LPS belum ada tutup bank Bali. Ada bank yang sakit, tapi perbankan yang lampau, sementara bank yang baru, belum ada," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya