Liputan6.com, Jakarta DPR bersama pemerintah sepakat pengawasan transaksi kripto dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelumnya, pengawasan ini dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
"Terkait aktivitas transaksi kripto, disepakati pemindahan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam rapat paripurna masa persidangan II tahun sidang 2022-2023 di Gedung DPR, Jumat (15/12/2022).
Baca Juga
Dia menjelaskan, pemindahan ini dilakukan agar pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital dapat makin kuat khususnya di dalam aspek perlindungan investor atau konsumen.
Advertisement
Namun, kewenangan OJK mengawasi transaksi kripto, belum dapat dilakukan usai pengesahan RUU PPSK. Sri mengatakan, perlu waktu untuk transisi atas pengalihan kewenangan dalam hal pengawasan.
"Diperlukan waktu transisi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bappebti dengan baik serta optimal tanpa mengganggu perkembangan transaksi aset kripto yang sedang berjalan," ucapnya.
Bersamaan dengan itu, DPR dan pemerintah sepakat untuk memperluas cakupan pengawasan OJK bidang pasar modal, dana pensiun, asuransi.
"Serta industri yang relatif baru seperti inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK) atau financial technology dan aktivitas transaksi aset keuangan digital seperti kripto," imbuh Sri Mulyani.
Sementara untuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tujuan dan wewenangnya ditambah dengan mandat menjamin polis asuransi yang dikelola perusahaan asuransi.
"Penguatan kelembagaan dilakukan melalui penambahan anggota Dewan Komisioner di OJK dan LPS. Yang sangat diperlukan untuk mendukung pencapaian dan tugas yang baru tersebut," tutur Sri Mulyani.
Tegas! UU P2SK Larang Pejabat BI, OJK dan LPS Masuk Parpol
Rapat Paripurna ke-13 DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) menjadi Undang-Undang atau UU P2SK pada Kamis, 15 Desember 2022.
Salah satu kebijakannya untuk menjaga independensi regulator di sektor keuangan, yakni dengan melarang keterlibatan di partai politik (parpol) bagi para pejabat Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Bank Indonesia pada aturan sebelumnya sebenarnya juga sudah melarang partisipasi para dewan gubernurnya di ranah politik.
"Di UU BI yang awal sebelum memasukan beberapa mengalami perubahan, kalau menjadi dewan gubernur harus mundur dari parpol, itu ada. Di UU ini sebetulnya jauh lebih kuat, sebelum mencalonkan harus resign," tegas Sri Mulyani, Kamis (15/12/2022).
"Jadi ada persepsi seolah olah ada ujug-ujug parpol bisa masuk. Teman-teman DPR lebih memberikan suatu jaminan, karena di UU awal sebetulnya mereka boleh jadi anggota parpol untuk dicalonkan dalam dewan gubernur, baru resign. Kalau sekarang, bahkan sebelum dicalonkan mereka sudah harus resign," terangnya.
Selain itu, Sri Mulyani menambahkan, tujuan, tugas, dan wewenang Bank Indonesia sebagai bank sentral dipertegas. Mencakup tujuan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi, dengan tetap menjaga independensinya.
Advertisement
Pengawasan
Untuk OJK, pengawasan terintegrasi di bawah pihak otoritas pun diperlukan guna melakukan pengembangan dan penguatan sektor keuangan agar terjadi menyeluruh dan komprehensif. Dalam hal ini, OJK bakal memperluas cakupan pengawasannya di bidang pasar modal, dana pensiun, asuransi.
"Serta industri yang relatif baru seperti inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK) atau financial technology dan aktivitas transaksi aset keuangan digital seperti kripto," imbuh Sri Mulyani.
Adapun untuk LPS, tujuan dan wewenangnya ditambah dengan mandat menjamin polis asuransi yang dikelola perusahaan asuransi.
"Penguatan kelembagaan dilakukan melalui penambahan anggota Dewan Komisioner di OJK dan LPS. Yang sangat diperlukan untuk mendukung pencapaian dan tugas yang baru tersebut," tutur Sri Mulyani.