Liputan6.com, Jakarta Pengenaan tarif cukai plastik sudah mendapat restu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditetapkan di 2023. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130/2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, menceritakan ide pengenaan tarif cukai plastik sudah diinisiasi sejak 2017 silam.
"Cukai plastik sebetulnya sudah masuk ke dalam UU APBN sejak tahun 2017, targetnya Rp 1 triliun. Namun baru disetujui oleh Komisi XI Februari 2020. Tapi waktu itu usulan pemerintah adalah tas plastik sekali pakai. Tapi oleh anggota DPR pemerintah diberi keleluasaan tak hanya tas kresek, tapi produk plastik," tuturnya di Kantor Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta, Kamis (22/12/2022).
Advertisement
Yang jadi masalah, Nirwala menambahkan, dari persetujuan tadi dan UU APBN belum bisa jalan sebelum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang membawahinya. Kemudian dari PP itu akan disusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
"Tentunya untuk nyusun PP harus ada prakarsa dari pemerintah. Jadi harus membentuk dulu panitia antar kementerian yang terlibat di situ, Kementerian Perindustrian, KLHK, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan. Itu belum dibentuk," ungkapnya.
Selang sebulan pasca persetujuan Komisi XI DPR RI per Februari 2020, pandemi Covid-19 mulai menyerang Indonesia di Maret 2020.
Kondisi itu membuat pemerintah mempertimbangkan kesiapan pengenaan cukai di tahun tersebut belum tepat, lantaran sektor ekonomi tengah berjibaku menghadapi pandemi.
"Andaikata tahun 2023 kondisi perekonomian makin membaik, otomatis perangkat hukumnya harus dibuat dulu sebelum diterapkan. Misalnya PP diterapkan bulan ini, kan ada waktu 90 hari untuk dilaksanakan," kata Nirwala.
Konsekuensi
Lantaran sudah tercantum dalam UU APBN 2023, pemerintah bakal menemui konsekuensi bila anggaran untuk pengenaan cukai plastik belum terpakai.
Maka bisa saja kondisi sejak 2017 bakal terulang, dimana alokasinya dialihkan untuk keperluan lain jika kebijakan tarif cukai plastik kembali mundur.
"Konsekuensinya kan, pemerintah cara mengatur keuangan rumah tangga dan pemerintah beda. Kalau rumah tangga berdasarkan take home pay saja berapa, misal Rp 10 juta. Gimana caranya pengeluaran saya Rp 10 juta supaya enggak ngutang," sebut Nirwala.
"Kalau negara enggak, dibalik. Berdasarkan pengeluarannya dulu, apa rencana belanjanya tahun depan, baru cari duit. Misalnya sudah ditargetkan kok enggak dilaksankan, berarti harus cari pengganti, karena anggaran belanjanya sudah tertuang untuk apa saja," imbuhnya.
Advertisement
Industri Tolak Penerapan Tarif Cukai Plastik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan mengenai Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN Tahun Anggaran 2023, yang di antaranya berisi target penerimaan cukai dari plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menolak kebijakan penerapan tarif cukai plastik. Dia mempertanyakan tujuan penerapan cukai plastik apakah untuk pendapatan negara atau menjaga lingkungan.
“Sejak awal wacana penerapan cukai plastik, kami dengan tegas menolak kebijakan tersebut. Apa sih urgensinya pemerintah menerapkan cukai plastik. Kalau dari sisi pendapatan negara pemerintah menginginkan sumber pendanaan baru, maka bisa mencari dari sektor lain. Misalnya mengenai tarif besar pada bahan baku impor plastik dan bahan baku plastik dan kalau untuk lingkungan ya harus dengan pengelolaan yang baik,” jelas Fajar di Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut Sekjen Inaplas ini mengatakan kalau tujuan penerapan cukai plastik untuk pendapatan negara, maka sebaiknya yang dikenai cukai adalah bahan baku plastik dan bahan jadi plastik impor. Barang jadi plastik itu impornya 1 juta ton lalu Impor bahan baku plastik hampir 3 juta ton dan itu di beberapa pelabuhan saja, jadi akan lebih mudah diawasinya.
Fajar mengatakan kalau penerapan cukai plastik ini untuk mengatasi permasalahan lingkungan maka yang sebenarnya harus diperbaiki adalah pengelolaan sampah di level masyarakat yang sampai hari ini masih membuang sampah sembarangan.
Fajar berharap pemerintah menunda pengenaan cukai plastik ini untuk membangkitkan kembali industri plastik yang saat ini masih dalam tahap pemulihan.
"Karena ekonomi juga lagi susah, sudah hampir setengah tahun barang jadi kami susah keluar dari gudang. Permintaan juga lagi lesu, pertumbuhan tahun ini yang targetnya 4,5 tidak bisa dicapai paling-paling 4,2 persen saja yang bisa kita capai. Yang pasti tahun depan target pertumbuhan di industri plastik jauh dibawah 4 persen," ungkap dia.
“Efek domino cukai plastik akan sangat buruk untuk perekonomian rakyat. Karena di bisnis ini banyak sekali tenaga kerja yang terlibat terutama pemulung paling banyak dan sudah pasti akan menyulitkan banyak Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Ia menilai UKM tersebut belum banyak dibina. Industri daur ulang Indonesia udah bagus sebenarnya. tinggal didorong lagi.
Di sisi lain, ia menilai penggunaan plastik di masyarakat juga masih belum tinggi. Fajar mengatakan, konsumsi plastik konsumsi plastik per kapita mencapai 23 kilogram.
Bidik Rp 4,06 Triliun
Presiden Joko Widodo akan menarik cukai dari sejumlah produk seperti plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan. Total dari penerimaan itu ditarget mencapai Rp 4,06 Triliun di 2023.
Hal ini berkaitan dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023. Jokowi diketahui meneken beleid ini pada 30 November 2022 lalu.
Dalam beleid tersebut, Jokowi mematok target penerimaan dari cukai produk plastik sebesar Rp 980 miliar. Sementara, target pendapatan dari cukai produk minuman berpemanis dalam kemasan sebesar Rp 3,08 triliun. Maka, total dari keduanya, menurut target Jokowi, adalah Rp 4,06 triliun.
Selain cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan tadi, Jokowi juga menarik cukai hasil tembakau (CHT) hingga minuman beralkohol.
Rinciannya, untuk CHT dipatok target sebesar Rp 232,5 triliun, cukai ethyl alkohol sebesar Rp 136,9 miliar, serta minuman mengandung ethyl alkohol sebesar Rp 8,6 triliun. Dengan begitu, total target yang dikejar dari kategori cukai ini mencapai Rp 245,4 triliun.
Secara umum, untuk pendapatan dari pajak, bea dan cukai, Jokowi menargetkan Rp 2.021 triliun. Sementara, untuk pajak pendapatan dalam negeri saja, Jokowi menargetkan Rp 1.963 triliun.
Ini termasuk dengan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Advertisement