Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal 2023 bergerak positif. Penguatan nilai tukar rupiah ini seiring meningkatnya Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia.
Pada Senin (2/1/2023), rupiah pagi ini menguat 78 poin atau 0,5 persen ke posisi 15.495 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.573 per dolar AS.
Baca Juga
"Pengumuman Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang disebutkan mengalami peningkatan dari periode sebelumnya mendorong penguatan rupiah," kata Analis Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Revandra Aritama dikutip dari Antara.
Advertisement
PMI Manufaktur adalah indeks yang mengukur pertumbuhan industri manufaktur suatu negara. Jika nilainya di atas 50, maka industri manufaktur mengalami ekspansi.
PMI Manufaktur indonesia pada Desember 2022 tercatat pada level 50,9, sedangkan pada sebelumnya ada di level 50,3 yang artinya pertumbuhan industri manufaktur Indonesia mengalami peningkatan dibanding bulan sebelumnya.
Hal itu berbanding terbalik dengan PMI Manufaktur AS yang justru berada di level 46,2 yang berarti industri manufaktur AS mengalami kontraksi.
Sentimen lain yang memberi pengaruh terhadap dolar adalah kekhawatiran terhadap penyebaran virus COVID-19 seiring dengan dilonggarkannya kebijakan karantina oleh China.
"Sehingga wisatawan dapat mulai kembali masuk dan keluar dari China yang beberapa waktu lalu sempat kembali mengalami krisis terkait dengan penyebaran COVID," ujar Revandra.
Revandra memperkirakan hari ini rupiah berpotensi menguat ke arah 15.500 per dolar AS dengan potensi pelemahan 15.650 per dolar AS.
Sementara itu Tim Riset Monex Investindo Futures menilai dolar AS diproyeksikan melemah dipicu oleh ekspektasi kenaikan suku bunga yang lebih lambat dari Federal Reserve (Fed) pada masa depan
Namun kenaikan dapat terbatas dibalik kekhawatiran pasar terhadap memburuknya ketegangan antara Rusia dengan Ukraina.
BI Yakin Rupiah Tak Bakal Tumbang Lagi di 2023
Bank Indonesia (BI) yakin rupiah akan perkasa di 2022. Keyakinan BI ini didasari atas masuknya investasi asing ke Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar rupiah akan menguat karena ketidakpastian global menurun setelah bank sentral Amerika Serikat berhenti menaikkan suku bunga acuan pada kuartal I 2023.
"Capital account akan masuk, begitu pula PMA (Penanaman Modal Asing) dan portofolio investasi. Sehingga kami perkirakan nilai tukar rupiah ke depan akan cenderung menguat ke arah fundamental," kata Perry dikutip dari Antara, Rabu (21/12/2022).
Nilai tukar rupiah pada 2022 mengalami pelemahan karena dolar AS menguat terhadap hampir seluruh mata uang dunia dan The Fed menaikkan suku bunga secara agresif.
BI juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berkisar pada 4,5 sampai 5,3 persen dan inflasi akan kembali ke bawah 4 persen atau hanya sekitar 3 persen secara tahunan di 2023.
"Tahun depan, begitu ketidakpastian ekonomi global mereda berbagai faktor akan menguat kembali ke fundamental. Kredit juga akan terus kami dorong hingga tumbuh 11 sampai 12 persen sampai tahun berikutnya," ucapnya.
Advertisement
Stabilitas Sistem Keuangan
Untuk itu, Bank Indonesia mengatakan akan terus membuat kebijakan moneter yang mendukung stabilitas sistem keuangan dan melanjutkan sinergi dengan pemerintah untuk menjaga inflasi inti di bawah 4 persen, antara lain melalui insentif untuk sektor pangan.
"Jadi kami tidak harus merespons dengan menaikkan suku bunga acuan secara berlebihan dan agresif seperti Amerika Serikat dan negara lain. Kami pastikan inflasi inti bisa kembali ke bawah 4 persen di semester I 2023," ucapnya.
Bank Indonesia juga akan melanjutkan digitalisasi sistem pembayaran dengan merchant pengguna QR Indonesian Standard (QRIS) yang diharapkan mencapai 45 juta pada 2023 dan 80 persen di antaranya merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Untuk Keketuaan ASEAN 2023, QRIS payment akan diperluas untuk dapat digunakan oleh ASEAN five sehingga cross border connectivity terbangun," katanya.