Liputan6.com, Jakarta - Prospek ekonomi global, dan situasi di negara-negara yang memiliki utang dengan jumlah besar akan menjadi topik utama diskusi pada pertemuan Kelompok G20 yang akan berlangsung pekan ini di India.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner.
Baca Juga
Para menteri keuangan negara anggota G20 dan kepala bank sentral akan bertemu dari 22 Februari hingga 25 Februari untuk membahas meningkatnya masalah utang di antara negara-negara berkembang yang dipicu oleh pandemi dan perang Rusia Ukraina.
Advertisement
"China khususnya memainkan peran penting di sini," ungkap Lindner dalam sebuah wawancara, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (21/2/2023).
China sejauh ini merupakan kreditur terbesar bagi banyak negara di Afrika dan Asia yang memiliki banyak utang, dan telah berulang kali ditekan untuk membuat konsesi.
Lindner mengatakan, negara-negara berkembang yang memiliki utang yang besar harus mempertahankan akses ke pasar keuangan internasional sehingga mereka dapat terus mengimpor energi dan makanan.
India telah menyusun proposal untuk negara-negara G20 untuk membantu negara-negara yang berutang dengan meminta pemberi pinjaman besar termasuk China untuk mengambil potongan besar pinjaman.
Negara itu juga mendukung dorongan Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Amerika Serikat untuk mendorong Kerangka Bersama (CF) - inisiatif G20 yang diluncurkan pada tahun 2020 untuk membantu negara-negara miskin menunda pembayaran utang - yang akan diperluas hingga mencakup negara berpenghasilan menengah.
Namun, Lindner berpendapat bahwa kerangka tersebut harus diuji dengan negara-negara miskin sebelum diperluas ke negara-negara berpenghasilan menengah.
"Kita tidak bisa mengambil langkah ketiga tanpa mengambil langkah kedua," imbuhnya.
Namun, Lindner menambahkan bahwa dia melihat banyak potensi dalam CF, oleh karena itu semua pemangku kepentingan kini harus berkumpul untuk bersama-sama memutuskan instrumen mana yang akan dipilih.
Erick Thohir: Ekonomi Indonesia Masuk Top 2 di G20, Bahkan di Atas China
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memproyeksikan ekonomi Indonesia masih akan membukukan angka yang positif pada 2023. Dengan catatan, aktivitas ekonomi tidak sampai terlalu tercampur dengan tensi tinggi tahun politik.
Menurut Erick Thohir, dinamika ke depan bakal ditentukan dengan kebijakan pemerintah hari ini.
Di sisi lain, Indonesia juga tengah menikmati pertumbuhan ekonomi lebih stabil dibanding negara-negara dunia lainnya, khususnya anggota G20.
Erick menyebut, rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia sampai 2027 sebesar 4,3 persen. Indonesia masih jauh berada di atas itu, dengan pertumbuhan 5 persen di 2023.
Sehingga, Indonesia menempati peringkat kedua negara anggota G20 dengan pertumbuhan ekonomi terbaik. Di bawah India yang menduduki ranking 1 dengan pertumbuhan 6,10 persen, dan di atas China (posisi ketiga) sebesar 4,40 persen.
"Kita perbandingan dengan negara-negara G20, itu posisi kita sudah sangat baik. Selain kita di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia, bahkan di G20 kita masuk top 2, di bawah India, bahkan di atas China," ujar Erick Thohir, Minggu (22/1/2023).
Berbeda dengan Indonesia, India dan China, ia mengatakan, negara-negara maju Uni Eropa semisal Inggris, Rusia dan Jerman pertumbuhannya diprediksi akan sangat lambat, bahkan berada di jurang resesi.
Erick lantas menegaskan, Indonesia sudah berada di jalur pertumbuhan ekonomi baik. Sehingga, ia ingin tren positif ini terjaga dari segala hal yang merusakkan, termasuk bumbu-bumbu politik.
"Kalau kita, pemerintah kita juga mengkotomi gara-gara partai politik, gara-gara pilihan, saya rasa itu bukan pemerintah yang baik. Pemerintah adalah, kita membuat policy untuk semua rakyat, tidak terjebak dari pilihan politiknya," tegasnya.
"Kalau kita terjebak dari situ, akhirnya kembali, kita tidak melihat pertumbuhan yang kita inginkan, bahkan policy-nya melengkung (turun drastis). Saya rasa tidak baik lah kalau seperti itu," pungkas Erick Thohir.
Advertisement
Presidensi G20 Hasilkan 366 Proyek Senilai Rp 4.688 Triliun Bagi Indonesia
Indonesia dinilai sukses oleh beberapa kepala negara dan juga lembaga keuangan internasional dalam penyelenggaraan KTT G20 pada 2022. Tak hanya itu, gelaran G20 tersebut ternyata juga memberikan manfaat nyata ke Indonesia yaitu komitmen proyek kerja sama dengan negara lain.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan dalam Indonesia mendapat komitmen 366 proyek kerja sama dengan nilai mencapai USD 309,4 miliar atau setara Rp 4.688 triliun dengan memegang Presidensi G20.
"G20 ini di luar ekspektasi kita, jujur," kata Luhut dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda 2023 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Selasa (17/1).
Luhut membeberkan hasil kerja sama bilateral Indonesia dengan beberapa negara telah menghasilkan kesepatakan 140 proyek. Total nilai proyek kerja sama dua negara ini mencapai USD 71,4 miliar atau setara Rp 1.802 triliun.
"Bilateral itu adalah Indonesia dengan negara-negara tertentu. Itu ada kesepakatan 140 projek senilai USD 71,4 miliar," kata Luhut.
Sementara itu untuk kerja sama multilateral tercatat ada 226 proyek. Adapun nilai kerja sama proyek multilateral ini mencapai USD238 miliar atau setara Rp 3.606 triliun.
"Dan ada multilateral 226 projek itu nilainya USD238 miliar," katanya.
Capaian ini pun disampaikan Luhut dalam pertemuannya dengan para investor di Davos, Swiss. Luhut menyebut para audiens menyambut pencapaian tersebut.
"Mereka semua terkagum-kagum karena itu semua saya berikan breakdown daripada setiap item ini. Kerja sama dengan negara mana, dan Presiden sudah memerintahkan untuk eksekusi semua ini," tuturnya.
Maka dari itu, Luhut meminta semua pihak untuk mulai fokus pada hilirisasi dan digitalisasi. Tak lupa dia meminta kekompakan pejabat negara dalam menyelenggarakan G20 tahun lalu bisa terus dijaga dan ditingkatkan.
"Kita semua harus kompak, kita semua bahu membahu. Jangan merasa, wah ini tidak perlu. Percayalah pasti Presiden memberikan yang terbaik," katanya.
Presidensi G20 Indonesia Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Ekonomi global pada tahun 2023 diprediksi oleh beberapa pihak akan 'gelap' dan penuh dengan ketidakpastian. Namun, di tengah kondisi tersebut, pemerintah tetap optimis bahwa pertumbuhan ekonomi tetap resilien dan dapat mencapai target sebesar 5,2% pada tahun 2022 dan diproyeksikan sebesar 5,3% pada tahun 2023.
Pertumbuhan ekonomi global sempay direvisi oleh International Monetary Fund (IMF) pada Oktober 2022 lalu. Dioroyeksikan, pertumbuhan ekonomi global di tahun ini hanya sebesar 3,2% dan pada tahun 2023 sebesar 2,7%.
Tekanan inflasi yang tinggi dan semakin persisten di berbagai negara disebabkan oleh harga-harga komoditas, khususnya energi dan pangan yang cenderung tinggi dan volatile.
Ketika negara-negara lain mengalami tingkat inflasi yang tinggi, tingkat inflasi di Indonesia masih terkendali pada level 5,42% (yoy) per November 2022.
Dalam kegiatan Sharing Session Liputan6.com dengan tema “Jadikan G20 Bali Leaders Declaration Pijakan Ekonomi Bangkit”, Jumat (9/12/2022), Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengungkapkan bahwa pemerintah cukup siap mengantisipasi tantangan ekonomi global.
"Berbagai kondisi tantangan di global ini, Pemerintah sudah cukup siap untuk mengantisipasi. Kita lihat pertumbuhan ekonomi kita di tahun 2022, sampai Q3-2022 masih 5,72%.Di tahun 2023, dari beberapa indikator makro kemudian leading indicator, kami masih yakin bisa di atas 5%. Tapi kita juga masih lebih baik dibanding sebagian besar negara lain,” ungkapnya.
Advertisement