Jokowi Larang Ekspor Bauksit, Kemendag Tak Gentar Hadapi Gugatan China

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melarang ekspor bijih bauksit pada Juni 2023 mendatang. Maka, Kementerian Perdagangan (Kemendag) siap menghadapi tuntutan dari China terkait larangan ekspor tersebut.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Mar 2023, 11:30 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2023, 11:30 WIB
Staf Khusus Mendag Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan
Staf Khusus Mendag Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan, mengungkapkan pasar terbesar ekspor bijih bauksit Indonesia adalah ke China. Oleh karena itu, Kemendag siap jika nanti China memutuskan untuk menuntut kepada Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melarang ekspor bijih bauksit pada Juni 2023 mendatang. Maka, Kementerian Perdagangan (Kemendag) siap menghadapi tuntutan dari China terkait larangan ekspor tersebut.

Staf Khusus Mendag Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan, mengungkapkan pasar terbesar ekspor bijih bauksit Indonesia adalah ke China. Oleh karena itu, Kemendag siap jika nanti China memutuskan untuk menuntut kepada Indonesia.

"Tiga hari lalu beliau (Presiden Jokowi) mengatakan bahwa kita tegas akan mengeluarkan policy untuk melarang ekspor bauksit secara total mulai pertengahan tahun ini, dan presiden katakan market kita untuk bauksit selama ini adalah China sebesar 90 persen. Kalau memang konsekuensinya kita akan dituntut oleh China," kata Bara kepada awak media di Lampung, Kamis (2/3/2023).

Sebelum pelarangan ekspor bauksit, Presiden Joko Widodo sudah lebih dahulu melarang beberapa ekspor komoditas seperti bijih nikel yang dikecam oleh banyak negara.

Atas keputusan kebijakan yang diambil pemerintah, Indonesia pun digugat oleh Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan dinyatakan kalah. Kendati demikian, bukan berarti Pemerintah mundur, melainkan Kemendag siap membantu Pemerintah jika kemudian hari China menggugat terkait larangan ekspor bauksit kepada Indonesia.

"Seperti yang dilakukan European Union atas komoditas nikel atas keputusan kita untuk melarang ekspor nikel, ya sudah kita akan maju. Artinya Presiden mengatakan siap dengan konsekuensi itu.Saya mengatakan Kemendag menyatakan kami siap, kalau memang konsekuensi dari kebijakan yang sudah diputuskan Presiden,"jelasnya.

 

 

Larangan Ekspor Nikel

Harga Nikel Naik 28 Persen, Ini Strategi Antam Agar Kompetitif
Nikel lagi-lagi mencatatkan trend kenaikan harga yang positif selama tahun 2017.

Sebagaimana gugatan Uni Eropa ke Indonesia akibat larangan ekspor nikel, Kemendag pun menggandeng Duta Besar RI untuk WTO Dandy Satria Iswara untuk membantu persoalan gugat menggugat terkait larangan ekspor nikel, bauksit, dan komoditas lainnya.

"Konsekuensinya itu memang kita akan dituntut oleh China, Kemendag siap membantu Pemerintah menghadapi gugatan tersebut. Disini ada rekan saya Dandi Iswara duta besar RI untuk WTO, karena memang posisi duta besar Indonesia dibawah koordinasi Kemendag," ujarnya.

Sementara untuk gugatan Uni Eropa soal larangan ekspor nikel sudah memasuki babak baru. Kata Bara, Pemerintah akan mengajukan banding setelah kalah melawan Uni Eropa dalam gugatan larangan ekspor bijih nikel.

"Kita dituntut oleh eropa union atas keputusan kita untuk melarang ekspor nikel, dan memang sudah ada keputusan pada tahap pertama beberapa bulan yang lalu dan tidak menguntungkan bagi Indonesia sebagaimana yang disebut pak Presiden Jokowi," ujarnya.

 

Proses Banding

Smelter Optimal, Produksi Feronikel ANTM Tumbuh
Sampai dengan kuartal III tahun 2018, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencatatkan pertumbuhan produksi feronikel menjadi sebesar 19.264 ton nikel

Bara mengungkapkan, untuk proses banding Indonesia berada dalam antrian ke-25. Namun, hingga kini belum terbentuk tim panel bandingnya di WTO, karena ada masalah antara WTO dengan pihak Amerika Serikat yang menuntut dilakukannya reformasi besar-besaran di WTO.

"Jika tidak dilakukan reformasi maka Amerika Serikat akan menentang dibentuknya panel banding tersebut. Jadi kita perkirakan kita berkonsultasi dengan pengacara kita di Jenewa yang menangani kasus ini, diperkirakan pertengahan tahun depan (2024) panel tersebut akan terbentuk, dan kalau terbentuk kasus kita harus mengantri dan itu akan memakan waktu 2-3 tahun dari 2024 baru kasus kita ditangani," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya