Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah memberikan izin pengusaha berorientasi ekspor memangkas gaji pekerjanya maksimal 25 persen. Serta menyesuaikan jam kerja buruh.
Namun pemotongan gaji atau upah pekerja dan penyesuaian jam kerja diberikan bagi perusahaan ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global.
Pemotongan upah pekerja dan jam kerja itu tetap harus berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh.
Advertisement
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global, yang ditetapkan pada (7/3).
"Pemerintah menetapkan kebijakan penyesuaian Upah pada Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional serta untuk menjaga kelangsungan bekerja dan kelangsungan berusaha," tulis pasal 7Â Permenaker Nomor 5 Tahun 2023, dikutip dari laman resmi Kemenaker, Rabu (15/3/2023).
Kemudian dalam pasal 8 Ayat 1 tertulis menyebutkan, perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran Upah Pekerja/Buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima.
Dalam pasal 2 dijelaskan, penyesuaian tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan Pekerja/Buruh.
"Penyesuaian Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku," demikian isi pasal 8 Ayat 3.
Sebelumnya dalam pasal 2, menjelaskan tujuan Permenaker terbut yakni bertujuan untuk memberikan pelindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja Pekerja/Buruh serta menjaga kelangsungan usaha Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yangmengakibatkan penurunan permintaan pasar.
Adapun kriteria perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang memiliki kriteria, pekerja/Buruh paling sedikit 200 orang.
Selain itu Permenaker menyebutkan, persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen. Serta produksi bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara di benua Eropa yang dibuktikan dengan surat permintaan pesanan.
Â
Â
Â
Penyesuaian Jam Kerja
Aturan Permenaker juga membolehkan adanya penyesuaian jam kerja. "Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat perubahan ekonomi global," bunyi aturan.
Kemudian disebutkan pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan pengusaha dapat melakukan pengaturan waktu kerja yang disesuaikan dengan pembayaran Upah.
"Penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk mencegahterjadinya pemutusan hubungan kerja," urai Permenaker tersebut.
"Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian waktu kerja," bunyi pasal 5, ayat 1.
Penyesuaian waktu kerja sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara mengurangi waktu kerja yang biasa berlaku di Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor.
Kemudian penyesuaian waktu kerja dapat dilakukan kurang dari:
- 7Â jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
- 8Â jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
Disebutkan bila penyesuaian waktu kerja diatur dalam kesepakatan antara pengusaha dengan Pekerja/Buruh. "Penyesuaian waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku," jelas aturan.
Advertisement
Jokowi Bakal Larang Ekspor Timah, Pengusaha Sudah Siap?
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mewanti-wanti akan segera menyetop ekspor timah. Kabar terbaru, pengusaha sektor timah mengaku telah siap menjalankan larangan tersebut.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengungkap kesiapan dari pihak pengusaha tersebut. Hal ini didapat setelah melalui berbagai kajian dan pertemuan dengan pengusaha sektor timah.
Dia mengatakan, pihaknya sudah melakukan pengkajian mengenai larangan ekspor timah tersebut. Menurutnya, ini termasuk persiapan yang paling serius yang dilakukan.
"Jadi artinya jika larangan ekspor timah balok (tin ingot) dilakukan, apa yang akan terjadi dengan industri dalam negeri dan apa yang harus dilakukan, sejauh ini laporan sudah kami sampaikan kepada pimpinan," kata dia saat ditemui di Kemenko Maritim dan Invetasi, Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Kesiapan Pelaku Usaha
Ridwan menggambarkan tingkat kesiapan dari pelaku usaha industri timah. Sebut saja soal pengolahan menjadi produk turunan timah, seperti timah solder.
"Beberapa perusahaan termasuk PT Timah juga sudah melakukan langkah antisipasi. Misalnya ada yang sudah menyiapkan untuk membangun tin solder, ada yang sekarang ini sudah melakukan kajian dengan konsultan terkenal apa yang mau dilakukan. Intinya reaksi perusahaan-perusahaah positif," terangnya.
Kendati begitu, mengenai kapan pelarangan dilakukan, pihaknya menyerahkan keputusan itu ke Jokowi. Lagi-lagi Ridwan hanya menegaskan kesiapan dari perusahaan menghadapi jika larangan itu berlaku.
"Kita tunggu presiden kalau itu. Pada dasarnya perusahaan-perusahaan siap," tegasnya.
Advertisement