Liputan6.com, Jakarta - Virus African Swine Fever (ASF) ditemukan pada babi di rumah pemotongan hewan di Jurong, Singapura. Strait Times menuliskan bahwa babi tersebut berasal dari Indonesia. Singapura pun memilih untuk menghentikan sementara impor babi hidup dari Indonesia.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) saat ini tengah mendalami kasus temuan Badan Pangan Singapura terkait ditemukannya virus flu Afrika atau African Swine Fever (ASF) terhadap babi yang di ekspor dari Pulau Bulan, Batam.
Baca Juga
"Kita sedang dalami temuan itu seperti apa dan kita akan lakukan cek ke produsen yang ditemukan virus itu," kata Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan Didi Sumedi saat di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Advertisement
Apabila setelah dilakukan pengujian terbukti ditemukan virus ASF. Maka, Kemendag akan segera menyelesaikan persoalan tersebut agar aktivitas ekspor babi ke Singapura bisa berlanjut.
Diketahui, akibat mencuatnya kasus itu, Pemerintah Singapura akhirnya memutuskan untuk enghentikan sementara impor babi hidup dari Indonesia.
Lebih lanjut, Kemendag akan menggandeng Kementerian Pertanian untuk berkoordinasi agar bisa membantu mengawasi kegiatan ekspor babi hidup di kawasan peternakan Pulau Bulan, Batam.
Selain itu, untuk mengoptimalkan pengawasan ke depannya, pemerintah akan menerapkan pengetatan batas zonasi, agar babi hidup yang ada di Batam tidak keluar dan penularan virus tidak meluas.
"Zonasi ini akan diperketat di Batam, jadi jangan sampai penularan makin luas," pungkasnya.
Jelang Nataru, 2.000 Ekor Babi di Medan dan Deli Serdang Mati Mendadak, Diduga Akibat Virus
Sebelumnya, ribuan ekor babi di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang mati mendadak. Ironisnya, kematian hewan ternak ini menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) saat permintaan banyak.
Ketua Peternak Babi Indonesia (PBI), Heri Ginting mengatakan, tercatat ada sekitar 2.000 ekor babi yang mati di Medan dan Deli Serdang. Kerugian ditaksir mencapai Rp 8 miliar.
"Gejalanya mirip flu babi," kata Heri, Rabu, 30 November 2022.
Dijelaskannya, kematian ribuan babi sejak September 2022. Kondisi ini sangat merugikan bagi peternak. Saat ini, produksi ternak berkurang hampir 50 persen.
"Sangat berpengaruh, lah. Juga mengenai pasokan dagingnya jelang Natal dan Tahun Baru," jelasnya.
Advertisement
Harga Anjlok
Heri juga mengatakan, harga daging babi di pasaran turut anjlok menjadi Rp 35 ribu per kilogram. Sementara harga normal mencapai Rp 65 ribu per kilogram.
"Sudah peternak rugi akibat babi-babinya mati, saat dijual di pasar juga harganya anjlok," ujarnya.
Mewakili para peternak dan pedagang babi, Heri meminta kepada Pemerintah Kabupaten dan Provinsi untuk menyediakan vaksin, agar kematian ternak babi ini dapat diantisipasi.
"Pemda dan Pemprov, buatlah satu kebijakan, beli babi-babi yang terpapar virus, dibeli sama pemerintah dan dimusnahkan, supaya jangan mutar-mutar itu penyakit," sebutnya.Â