Jika Utang Indonesia Dibayar Rakyat, Tiap Orang Patungan Rp 28 Juta

Jika rakyat Indonesia secara patungan menanggung utang Indonesia, maka setiap orang nya perlu merogoh kocek sekitar Rp 28 juta

oleh Ilyas Istianur PradityaArief Rahman H diperbarui 02 Jul 2023, 19:00 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2023, 19:00 WIB
Penularan COVID-19 di Kluster Perkantoran
Jika rakyat Indonesia secara patungan menanggung utang Indonesia, maka setiap orang nya perlu merogoh kocek sekitar Rp 28 juta (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ada momen menarik berbicara utang yang dimiliki pemerintah Indonesia yang mencapai ribuan triliun. Jika rakyat Indonesia secara patungan menanggung utang Indonesia, maka setiap orang nya perlu merogoh kocek sekitar Rp 28 juta.

Hitung-hitungan utang itu dilakukan oleh salahn satu figur publik, Jerome Poline. Jerome memang kerap melakukan sejumlah hitungan matematis di setiap konten yang dibuatnya.

Angka Rp 28 juta sendiri didapat dari hitungan sederhana bermula dari total utang pemerintah Indonesia per April 2023 sebesar Rp 7.848,89 triliun. Kemudian, angka ini dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia yang tercatat sebanyak 273,52 juta orang.

Dari hitungan cepat yang dilakukannya, akhirnya didapat angka sebesar Rp 28,69 juta. Bisa dibilang, jika utang pemerintah tadi dibayar secara patungan oleh seluruh rakyat Indonesia, setiap orangnya harus merogoh kocek Rp 28,69 juta.

Jerome melakukan hitungan ini setelah diminta oleh salah satu warganet. Permintaannya adalah menghitung jumlah yang harus dibayar jika utang Indonesia oleh pemerintah ditanggung warganya.

"Tapi ini cuma coba ngitung berdasarkan jumlah hutang aja ya gais, Pasti jauh lebih kompleks lagi karena ada banyak hal lain yang mempengaruhi hutang dan pendapatan negara," tulis Jerome melalui akun Instagram-nya, dikutip Minggu (2/7/2023).

Informasi, adapun utang pemerintah per April 2023 tercatat sebesar Rp7.849,89 triliun. Jumlah tersebut turun Rp28,19 triliun dari Maret 2023 yang tercatat sebesar Rp7.879,07 triliun. Dengan demikian, rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,15 persen.

Catatan tersebut masih berada di bawah batas aman atau thresold rasio utang pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang maksimal 60 persen dari PDB dan defisit APBN maksimal 3 persen dari PDB.

 

Penjelasan Anak Buah Sri Mulyani

Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali memberikan penjelasan terkait besaran utang pemerintah yang disebut-sebut mencapai Rp 7.000 triliun.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa sebagian besar utang Indonesia saat ini masih dalam mata uang Rupiah, dan berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN).

"Sebagian besar utang Indonesia dalam mata uang Rupiah. 73 persen utang Indonesia berasal dari SBN domestik. Tentu hal ini baik untuk menekan market risk dari melambungnya nilai utang karena pelemahan rupiah,"tulis Yustinus dalam unggahan di akun Twitter pribadinya @prastow, dikutip Senin (5/6/2023).

Yustinus menunjukkan besarannya, dimana utang pemerintah dalam bentuk rupiah per April 2023 tercatat Rp. 5.720,9 triliun atau setara 73 persen total utang. Adapun utang lainnya dalam non rupiah, yang mencapai Rp 2.128,4 triliun dalam bentuk valas atau 27 persen dari total utang.

 

Risiko Menurun

Pengamat Ekonomi dan Perpajakan Yustinus Prastowo.
Pengamat Ekonomi dan Perpajakan Yustinus Prastowo.

Stafsus Menkeu melanjutkan, risiko utang Indonesia juga menurun tajam. Hal ini ditandai dengan debt service ratio/DSR dari 2020 sebesar 47,3 persen menjadi 34,4 persen pada 2022 lalu dan menurun lagi pada April 2023 menjadi 28,4 persen.

Sebagai informasi, DSR adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang dengan pendapatan.

"Interest ratio (rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan) juga menurun, dari 19,3% pada 2020 menjadi 14,7 persen pada 2022 dan 13,95 persen per April 2023," jelas Yustinus.

"Penurunan DSR dan IR ini menunjukan bahwa kemampuan APBN dalam membayar biaya utang (pokok dan bunga) semakin menguat," sambungnya.

"Rating kita bagus. Indonesia masih dipandang reliable dalam pengelolaan utang. Lembaga2 pemeringkat kredit seperti Standard & Poor's, Moody's, dan Fitch memberi rating BBB/Baa2 untuk Indonesia dengan outlook stabil, di saat banyak negara mengalami downgrade," tambahnya.

 

Lebih Rendah

Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik

Yustinus menambahkan bahwa, sepanjang 2015-2022, penambahan utang sebesar Rp. 5.125,1 masih lebih rendah dibandingkan belanja prioritas (Perlinsos, Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur) sebesar Rp 8.921 Triliun.

Adapun ertumbuhan aset yang nilainya melebihi penambahan utang.

"Hal ini menunjukkan pembangunan infrastruktur terus menjadi salah satu prioritas sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, utang juga digunakan untuk ketersediaan sarana pendidikan dan kesehatan untuk mendukung pembangunan kualitas SDM," paparnya.

Selain itu, Yustinus juga menegaskan bahwa utang BUMN bukanlah beban APBN.

Hal ini Mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, segala utang yang timbul atas corporate action merupakan tanggung jawab BUMN yang bersangkutan dan bukan merupakan utang negara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya